Malam menjelma menjadi pagi, matahari mulai menunjukkan dirinya dengan malu-malu, setitik cahayanya masuk kedalam ruangan melalui sela-sela ventilasi jendela. Cahayanya yang terang memapar di wajah seseorang yang masih dengan lelapnya tertidur, kamar yang minimalis namun rapi menjadi tempatnya beristirahat semenjak semalam. Mata itu perlahan terbuka karna gangguan dari cahaya yang terus mengetuk kedua matanya. Menormalkan penglihatannya dan melihat sekeliling yang terasa asing bagi dirinya.
Kesadarannya mulai kembali, melihat kearah barang-barangnya yang ternyata sudah tersusun rapi pada tempat yang sudah disediakan sang pemilik rumah. Tubuh kecil itu dia bawa keluar dari ruangan awalnya, berjalan kearah keributan yang dia dengar dari kejauhan, dan langkahnya dibawa berhenti ketika dia melihat seseorang yang sedang bergelut dengan beberapa benda-benda yang biasa orang gunakan untuk memasak.
Sepertinya orang itu sadar akan kehadirannya, tersenyum dengan cerah kearahnya dan menyuruhnya untuk duduk pada salah satu kursi dimeja makan. Matanya menelusuri setiap sudut bangunan ini, memang tidak mewah dan hampir semua barang-barang disini hanya barang sederhana, tapi entah kenapa dia bisa merasakan rasa nyaman pada rumah ini. Rumah minimalis dengan beberapa ruangan yang menurut Fayesha terlalu kecil untuknya. Untung saja di rumah ini memiliki dua kamar jadi dia tidak perlu repot-repot tidur sekamar dengan si pemilik rumah. Sudut matanya melihat Gardana yang tengah sibuk di sana dan terlihat sangat lihai menyiapkan semua makanan-makanan itu.
Gardana mendekat kearahnya dengan kedua tangan yang penuh dengan masakan-masakan yang telah dia buat. Memberikan sebuah piring kepada Fayesha dengan semangat dan melayani Fayesha layaknya seorang Raja.
"Gw mau kerumah lu abis ini." Fayesha melirik kearah Gardana yang tiba-tiba berbicara. Dengan tatapan bertanya-tanya Fayesha membuka suaranya untuk pertama kalinya pagi ini.
"Mau ngapain?" Fayesha tetap dengan nada ketusnya, dibuang lagi wajahnya yang semula menatap Gardana menjadi menatap makanan pada piring didepannya. Gardana hanya bisa tersenyum melihat itu masih memaklumi Karna ini juga terlalu tiba-tiba untuk dirinya.
"Mau minta restu buat ngambil anaknya dan dibawa kedalam bagian dari hidup gw." Fayesha terdiam mendengar kata-kata Gardana, harus kah? Harus sampai seperti ini kah Gardana melangkah? Pertanyaan yang ada di otak Fayesha sekarang hanya apa dia bisa terima semua ini kedepannya. Sedangkan dia sendiri tidak pernah menyukai kehadiran Gardana dimana dan dalam situasi apapun, hatinya terasa abu-abu.
"Mereka nggak akan perduli." Gardana mengerti apa maksud Fayesha, dia paham betul situasi apa yang terjadi antara Fayesha dan kedua orangtuanya.
"Tapi nggak ada salahnya gw nyoba kan?" Fayesha sekarang tau ternyata Gardana ini orang yang sangat keras kepala. Akan percuma berbicara kepadanya karna apapun yang dia bilang Gardana akan jalan di jalannya sendiri.
"Kenapa?" Gardana menatap Fayesha bertanya-tanya apa maksud dari pertanyaan yang Fayesha berikan untuknya.
"Kenapa lu harus sampai sebegini nya?" Akhirnya Gardana paham kemana larinya semua kata-kata Fayesha.
"Gw cuma nggak mau besok anak gw lahir, dia nggak punya keluarga yang lengkap, gw nggak mau dia sama kaya kita yang jauh dari pengawas orang tua. Gw besar tanpa orang tua disisi gw, begitu pun dengan diri lu, besar tanpa adanya pengawasan orang tua lu karna mereka terlalu sibuk." Gardana berhenti sejenak untuk meneguk segelas air putih untuk menghilangkan rasa kering pada tenggorokannya.
"Gw paham betul gimana rasanya, jadi gw nggak mau hal itu terulang ke dia, Karna dia nggak pernah salah, Kita yang salah disini, kalo dipikir pun dia pasti juga nggak akan pernah mau hadir dalam kehidupan ini namun takdir selalu tertulis dan seberapa jauh kita menghindari kita nggak akan bisa." Gardana menatap Fayesha yang sekarang semakin menunduk.
"Gw tau lu nggak suka sama gw, tapi biarin gw bertanggung jawab atas diri lu dan juga anak gw yang sekarang ada di kandungan lu." Tangan Fayesha bergerak gelisah, dia bingun harus membuat keputusan apa, satu sisi dia tidak pernah menyukai Gardana bahkan terfikir hal itu pun tidak pernah terlintas di otaknya, namun dia juga masih membutuhkan seseorang di sampingnya apalagi dengan kondisi dia yang sedang berbadan dua seperti ini. Mata Fayesha mulai berani menatap Gardana yang juga menatapnya dengan tatapan berharap. Fayesha menganggukan kepalanya dengan pelan yang mana membuat Gardana tersenyum dengan tulusnya.
"Tapi bukan beberati gw suka sama lu Gardana, gw cuma terdesak karna keadaan aja." Gardana paham betul akan hal itu dan dia dengan senang hati menerimanya.
"Tapi gw mau nanya, kenapa semalem lu bisa tau dimana gw? Dan juga lu bisa tau keadaan gw?" Gardana meletakan alat makannya lagi dan berjalan menuju kamarnya. Kembali dengan sebuah kalung dengan liontin ditangannya dan diberikan kepada Fayesha.
"Gw pengen balikin ini kemaren, itu ketinggalan dilantai kamar bar waktu itu, moment dimana setelah itu lu pergi gitu aja ninggalin gw tanpa kata-kata apapun." Fayesha melirik benda yang Gardana letakan di atas meja, membuang mukanya dengan malas dan melanjutkan aktivitas makanya.
"Buang aja gw udah nggak butuh. Jual aja kalo emang lu butuh duit!" Liontin itu sebenarnya hadiah dari sang ayah waktu ulang tahun ke 17 nya. Namun sedari awal liontin itu hilang Fayesha tidak pernah perduli. Begitu pun sang Ayah yang tidak pernah perduli dengan dirinya yang ada maupun tidak ada. Gardana hanya menatap nanar ke arah Fayesha, mengambil kembali Liontin itu dan dia letakkan di tempat awalnya.
"Lu mau ikut gw atau mau disini aja?" Fayesha tidak menjawab Karna bingung, dia memilih untuk membereskan semua bekas makan mereka dan membawanya pada wastafel untuk dia cuci.
Gardana masih sabar untuk menunggu jawaban dari Fayesha. Dengan sesekali dia melirik kearah jam dinding karna dia tak memiliki waktu banyak. Fayesha mengangguk disela-sela kesibukannya, bagaimana pun juga ini menyangkut dirinya kan? apa lagi ini Ayah kandungnya sendiri. Untuk masalah yang akan datang bisa ia pikiran nanti.
.
.
.
.
.
.
.
Rumah mewah ini menjadi saksi bagaimana seorang Gardana dengan beraninya berhadapan langsung dan meminta restu atas Fayesha kepada keluarganya."Ohh jadi kamu yang udah ngehamilin anak saya?" Ayah Fayesha menatap Gardana yang ada dihadapannya dengan remeh. Melirik bergantian kearah Gardana dan juga Fayesha, mata tajamnya tiada henti mengeluarkan kilatan tak bersahabat. Ini hari liburnya dia ingin bersantai bukannya malah mengurusi sesuatu yang tidak penting seperti ini.
"Kalian mau menikah? Silahkan saya udah nggak perduli sama anak ini. Anak tidak tau diri yang kerjaannya hanya menghamburkan uang saja. Bisa apa dia tanpa saya? Dan kamu lagi, emang kamu sekaya apa sampai berani membuat keputusan kaya gini? Yakin nanti anak sialan itu tidak akan ngerepotin kamu?"Gardana yang semula diam mulai tidak terima dengan semua kata-kata yang Ayah nya Fayesha berikan untu anaknya. Gardana bangkit dari duduknya meninggikan posisinya dari seseorang didepannya, kepalanya menunduk untuk menatap mata orang yang jauh lebih tua dari dirinya.
"Saya memang orang miskin yang tidak punya apa-apa, tapi saya punya martabat dan rasa tanggung jawab untuk ANAK saya. Dan juga saya akan memberikan sesuatu yang tidak pernah anda berikan kepada Fayesha. Anda mungkin memang memiliki harta yang melimpah tapi hati anda tidak, dengan gampangnya anda berbicara seperti itu didepan anak anda sendiri. Saya kesini datang dengan baik-baik dan niat yang baik juga. Namun sepertinya benar yang dikatakan Fayesha, anda tidak akan perduli." Gardana menarik tangan Fayesha yang sedari tadi hanya menunduk tanpa ada suara. Berjalan keluar rumah yang lebih mirip dengan neraka.
"JANGAN PERNAH BAWA ANAK ITU KEMBALI KERUMAH INI." Lolos sudah air mata Fayesha yang sedari tadi dia tahan, kakinya bergetar disetiap langkahnya. Gardana kembali berbalik kearah Ayah Fayesha dan melawan kembali semua kata-kata yang telah pria tua itu ucapkan.
"Saya juga tidak akan pernah mengizinkan Fayesha untuk kembali pada neraka ini, dan satu lagi harusnya anda bertanya kepada diri anda sendiri kenapa Fayesha hingga bisa berbuat seperti ini, pikirkan dalam otak anda." Gardana kembali menarik tangan kecil itu untuk dia tuntun. Berlalu dari rumah besar itu yang benar-benar tidak bisa disebut rumah.
Sebelum Fayesha benar-benar pergi dia menatap kearah salah satu balkon diatas sana yang terdapat sang Ibu sedang memberikannya sebuah senyuman yang tulus dan juga memperagakan dengan gerak tubuhnya agar dia selalu sehat dan juga bahagia.
.
.
.
.
.
.
.
.Cerita ini cuma karangan biasa ya guys, nggak bermaksud menyinggung pihak manapun, mohon pengertiannya dan selalu bijak dalam membaca,
terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
24/7 Days
FanficFayesha sadar! sepenuhnya sadar kalau dia adalah seorang yang penuh dengan kesalahan. Tapi dari sini dia tahu bahwa tidak semua kesalahan berakhir buruk, buktinya kesalahan yang dia buat bisa membawanya pada sebuah kebahagiaan. Walau sebelumnya Faye...