The New Bengining

633 50 2
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.
Suasana baru dan pemandangan yang
baru, hitam diatas putih itu membawanya pada suatu hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Duduk di kursi kebesaran dengan tingkat jabatan paling tinggi. Sesungguhnya ia takut tentang hal ini, takut jika dia tidak pernah bisa menepati ucapannya dikala itu, beban yang harus dia tanggung juga tidaklah kecil, semua hal akan menjadi tanggung jawabnya sekarang, namun Gardana akan selalu berusaha memberikan yang terbaik.

Matanya menelisik setiap untaian kata yang terpaut di beberapa berkas yang harus ia kerjakan. Gardana memang belum terbiasa namun dengan kepintaran otak hal itu memudahkannya untuk belajar hal-hal baru. Keputusannya untuk mengambil jurusan bisnis dalam kuliahnya terjawab sekarang walaupun ia harus berhenti pada tengah-tengah perjalanan.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya, memberi instruksi kepada seseorang di luar untuk masuk dan langsung menemui Gardana. Matanya tetap fokus kearah berkas yang menumpuk dimeja kerja tanpa melihat siapa yang masuk untuk bertemu. Orang tadi berjalan masuk meletakkan sesuatu diatas meja tamu pada ruangan itu, berjalan mendekat kearah Gardana untuk mengambil perhatian lebih. Elusan pada tangannya berhasil membuat Gardana berhenti dan melirik kearahnya, tersenyum dengan begitu manis yang mana membuat semua yang melihat akan ikut tersenyum juga.

"Istirahat dulu Gar, ini udah jam istirahat tapi kamu masih kerja aja. Ini Aku bawain kamu makan siang, tadi belajar masak sama Ibu jadi aku pengen kamu nyobain masakan pertama aku." Fayesha menuntun Gardana kearah meja tamu tadi, menyerahkan bekal yang dia bawa terkhusus untuk Gardana. Kotak makan berwarna biru dengan isian yang tertata dengan rapi membuatnya tersenyum, menatap kearah Fayesha dengan tulus dan mengelus rambut halus itu dengan sayang.

"Makasih ya, kamu repot-repot buat masakin aku, harus dateng ke sini juga, cape nggak?" Fayesha menggeleng dan mengambil tangan Gardana yang ada rambutnya.

"Aku nggak ngerasa repot ataupun cape, mulai sekarang aku mau belajar buat jadi pasangan yang baik buat kamu dan keluarga aku."

"Makasih ya!"

"Iya iya kamu bilang makasih Mulu dari tadi udah itu dimakan cepet." Mendengar Fayesha yang mulai mengomel Gardana memutuskan untuk menyendok makanan tadi dan dimasukkan kedalam mulutnya, lidahnya merasakan rasa yang sungguh luar biasa. Menatap kearah Fayesha dengan mata yang terbuka lebar,menelan suapan pertamanya yang terasa begitu nikmat.

"Enak banget Bae, yakin kamu baru belajar masak? Nggak yakin si aku pasti kamu chef yang pura-pura nggak bisa masak ya?" Pukulan Gardana dapatkan setelah selesai dengan ucapannya, Fayesha melakukan itu karna merasa aneh dengan segala pemikiran yang ada di otak Gardana.

"Aneh-aneh aja pikiran kamu itu, tapi aku seneng kalo hasilnya enak. Di abisin aku buatnya pake cinta soalnya." Fayesha terkikik dengan apa yang baru saja dia katakan, tak menyangka bahwa dirinya bisa berbicara sealay itu juga.

"Aduhh pantesan rasanya enak banget orang yang masak aja terlalu indah, rasa cintanya tuh dapet banget sampe hati aku." Gardana membuat gestur hati didepan dadanya untuk menggoda Fayesha yang mana membuat pipi merah tadi memerah dibuatnya.

"Ishh udah-udah nggak usah gombal mulu di abisin cepet itu." Fayesha salah tingkah bergerak dengan canggung yang mana membuat Gardana tertawa lebar.

"Kamu ini main kerumah Ibu berarti?" Pertanyaan tiba-tiba Gardana membuat Fayesha kembali fokus kepadanya. Mengangguk menjawab dari pertanyaan yang Gardana ajukan.

"Emm aku kesepian dirumah jadi aku main kerumah Ibu, gpp kan?" Gardana tersenyum dan mengangguk.

"Iya gpp, kalo kamu mau main kesini juga gpp temenin aku kerja, kalo ada kamu kan pasti aku kerjanya bakalan lebih semangat lagi."

"Hilih mulut-mulut buaya begini ni."

"Ehhh siapa yang kamu sebut buaya? Aku bukan buaya ya." Gardana tidak terima dengan sebutan yang Fayesha berikan untuknya, melayangkan protes dan menatap kearah Fayesha dengan Lamat. Satu kecupan Gardana dapatkan dari Fayesha, sedikit terkejut namun setelahnya menampilkan wajah jahil kembali.

"Masa cuma sekali, lagi dong yang lama kalo bisa." Fayesha sedikit memilingkan kepala Gardana berlawanan atas dari wajahnya sedikit dibuat malu dengan kata-kata Gardana yang baru saja terucap.

"Udah itu diabisin ah." Gardana terkekeh lagi, memutuskan untuk kembali melahap makanannya untuk memuaskan perut kosong yang sedari tadi tidak sempat terisi karna begitu banyak pekerjaan.
.
.
.
Kotak makan itu habis tak bersisa, Gardana menuntaskan semua dengan lahapnya. Fayesha menatap dengan tatapan bangga karna dia berhasil melakukan misinya. Membereskan semua itu dibantu juga dengan Gardana.

"Kamu jangan lupa makan loh Gar, walaupun seberapa banyak kerjaan tapi makan itu nomor satu. Coba tadi aku nggak kesini dan bawain kamu makan, pasti kamu bakal nggak makan sampe pulang nanti kan?" Gardana hanya tersenyum kikuk menunjukkan deretan giginya tak menyanggah ucapan Fayesha Karna memang itu faktanya.

"Besok-besok jangan gitu ya, aku nggak mau kamu sakit." Gardana meleleh dibuatnya Fayesha yang mode khawatir seperti ini nggak baik buat kesehatan jantungnya.

"Aduh Bae melting aku dengernya." Sedikit lebay tapi emang itu yang Gardana rasakan, Fayesha adalah orang yang tak bisa menyatakan perasaannya secara langsung dan bahkan banyak orang yang menganggap nya acuh tak acuh , bukan berarti dia tak tau namun dia hanya bingung harus bersikap bagaimana. Jadi dengan Fayesha yang bersikap seperti ini kepadanya itu membuat Gardana merasakan seperti ada ribuan kupu-kupu yang terbang dalam perutnya.

"Udah ahh aku mau pulang males ada kang gombal."

"Aku anterin bentar." Gardana mengambil jaket dan juga kunci motornya, kembali kearah Fayesha dan memberikan gestur untuk Fayesha menggandeng tangannya.
.
.
.
.
.
.
Prangg

Suara pecahan gelas terdengar di seluruh isi rumah, seseorang yang sedang duduk pada salah satu kursi di meja makan menjadi penyebab dari itu semua, bau alkohol menyeruak dimana-mana, orang tadi berpenampilan kacau dengan masih mengenakan setelan kantornya. Pukul sudah menunjukkan pukul 8 malam dan dia sudah seperti ini sejak 3 jam sebelumnya. Pulang dengan beberapa alkohol di tangannya dengan jalan yang sempoyongan.

"ARGGGGHH SEMUANYA BANGSAT, KALIAN BANGSAT." mata itu berkilat merah, membanting kembali botol alkohol yang sudah tandas di minumnya. Dia melihat sebuah surat yang baru saja datang, itu balasan dari surat yang ia tanda tangani beberapa hari lalu. Surat hasil dari pengadilan yang membuat dirinya marah. Bukan Karna perpisahan namun karna kekalahannya dalam menguasai harta. Dirinya kalah telak karna sang mantan istri ternyata tidak sebodoh itu, selama ini yang dia tau sang istri diam karna benar-benar tidak tau tapi ternyata dirinya memiliki rencana tersendiri untuk menyerangnya. Sebagian asetnya di sita karna tuntutan dari wanita itu, frustasi dan hampir gila dirinya benar-benar marah untuk saat ini.

"Lu liat aja, lu liat nanti Patria, lu sama anak lu itu harus ngerasain hal yang sama. Fayesha tunggu tanggal main Ayah nak hahahahaha." Tawanya begitu mengerikan, tersirat dendam dalam setiap katanya, menekan semua nama yang selalu dia anggap sebagai masalahnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hallo masih ada yang nunggu nggak ni? Kangen aku nggak?

Aku libur terlalu lama ya hehehehe

maaf ya sibuk banget aku akhir-akhir ini, setiap pergantian dari hari Minggu ke senin tu pasti nggak sempet buat nulis, terus kemaren juga lembur jadi nggak ada waktu hehehe.

Jangan lupa vote ya thukon.

24/7 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang