Anything You Want

677 61 4
                                    


Mentari pagi bersinar dengan begitu terangnya, menyaksikan semua orang dengan aktivitas masing-masing dari atas sana. Gardana dengan setelan seragam kerja duduk tenang di meja makan dengan Fayesha yang tepat ada di depannya. Dentingan antara piring dan sendok saling beradu mengisi kekosongan. Suara detikan dari jam dinding terus bergulir, membawa waktu bergerak sesuai jadwalnya. Bagaikan pasangan baru yang romantis mereka saling membantu dalam menjalani aktivitas pagi. Fayesha pun heran dengan dirinya sendiri, entah dorongan dari mana dia bisa melakukan semua ini tanpa ada paksaan dari siapa pun. Padahal dia tidak pernah melakukan pekerjaan rumah seperti ini sebelumnya, Kebutuhannya selalu terpenuhi dan apapun yang dia inginkan akan selalu ada tanpa dia harus berlelah-lelah melakukan sesuatu. Atau mungkin ini yang disebut naluri seorang istri? Atau mungkin juga karna keadaan yang mendesaknya? Entahlah Fayesha pun tak mengerti, namun dari itu semua kenapa Fayesha malah merasa nyaman?

"Hari ini selesai kelas jam berapa?" Gardana menatap kearah Fayesha yang sedang sibuk menyantap sarapannya. Pagi ini sepertinya anak mereka sedang dalam keadaan mood yang baik karna hari ini Fayesha bisa memakan sarapannya tanpa ada rasa mual sama sekali. Tangannya meraih segelas susu hangat yang sudah beberapa Minggu ini selalu dia konsumsi, menenggaknya hingga tuntas tak menyisakan setetes air pun didalamnya. Gardana didepannya masih setia menunggu jawaban yang akan terlontar dari bibir Fayesha.

"Jam 12." Selalu ucapan singkat yang di terima Gardana dari Fayesha, namun Gardana masih bisa memaklumi itu, Fayesha masih belom bisa terbiasa dan menerima dirinya.

"Nanti gw jemput, jam nya pas banget sama waktu istirahat gw soalnya." Fayesha hanya mengangguk untuk menjawab semua pernyataan Gardana dan menyibukkan diri membersihkan semua peralatan makan mereka yang kotor. Tangannya dengan begitu lihai membasuh piring-piring itu dengan sabun dan juga air, sedangkan Gardana dia sibuk mempersiapkan penampilannya agar terlihat rapi ketika dia bekerja. Fayesha mendekat kearahnya setelah selesai dengan aktivitas tadi, dengan tas di punggungnya siap untuk berangkat menuju kampusnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
Seorang pria dengan setelan kasualnya berjalan menyusuri lorong kampus yang lumayan ramai oleh para mahasiswa, kaki itu terus dia bawa menuju pada tempat yang dia tuju. Teriakan yang terus menyebut namanya menggema di dua gendang telinganya. Parasnya yang memang lumayan tampan membawanya menjadi pusat perhatian setiap penghuni kampus. Mata jenjang itu terus menyusuri sekitar yang telah dia lewati, melangkah lebih dekat pada ruangan yang dia tuju.

Langkahnya ia hentikan ketika ekor matanya melihat seseorang yang selalu ada pada pikirannya. Niat awal ingin memasuki ruangan tadi dia urungkan menjadi berbelok kearah yang berlawanan menghampiri seseorang tadi.

"Fayesha." Fayesha mendongak ketika namanya disebut, menatap kearah suara tadi yang mana membuatnya jatuh dalam keterkejutan.

"Bang Shaka?" Shaka itu nama seseorang yang sudah lama tidak Fayesha ucapkan, nama yang menjadi cinta pertamanya namun seketika hilang entah kemana tiada kabar.

Shaka tersenyum mendengarnya sudah lama dia tidak mendengar suara dan ucapan itu dari adik tingkat di depannya, duduk memposisikan dirinya didepan Fayesha dengan senyuman yang tak luntur dari bibirnya.

"Apa kabar?"

"Baik." Fayesha menjawab dengan singkat tak tau harus berbuat apa sekarang ini. Situasi canggung terus menyelimuti keduanya. Shaka terus berusaha untuk mengambil komunikasi dengan Fayesha namun hal itu malah semakin membawa mereka pada situasi yang lebih awkward.

"Emm nanti lu selesai kelas jam berapa?" Fayesha menghentikan kegiatannya dan menatap kembali kearah Shaka.

"Gw pengen ngajak lu kesesuatu tempat buat ngebahas sesuatu lu free nggak?" Fayesha hanya mengangguk dia sedari tadi terus berusaha untuk menormalkan hatinya. Dia tak tau apa yang dia rasakan sekarang ini, hanya saja sedari tadi detak jantungnya terus berdetak dengan cepat melampaui batas normal. Shaka tersenyum bangkit dari duduknya dan sedikit mengusap pucuk kepala Fayesha.

24/7 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang