1

6.2K 369 4
                                    

Menjelang senja, Zeon baru tiba, diantar oleh teman-temannya karena ia memang tidak membawa kendaraan. Untung saja tadi tidak ada penumbalan nyawa karena tiba-tiba saja orang-orang berbaju hitam entah datang darimana berhasil menghentikan tawuran tersebut.

Zeon bersyukur. Namun lain kali, ia benar-benar akan membalas Geng sampah Orion karena sudah mencari gara-gara dengannya.

Menelisik kembali pada halaman rumahnya, Zeon mengernyit heran. Banyak mobil hitam terparkir juga belasan orang berbaju hitam tengah berjajar didepan rumahnya.

Zeon memberanikan langkahnya untuk mendekat. Apa jangan-jangan Bibi Tisa terjerat hutang dan saat ini tengah ditagih oleh rentenir? Wah, seingatnya Bibi Tisa bukan tipe orang yang akan berhutang pada rentenir atau semacamnya jika sudah kepepet. Mentok-mentok menjual kambing ternaknya, dan itu masih sisa 3 kambing dikandang. Mana mungkin Bibi Tisa berani berhutang.

"Apa saya perlu menyiapkan barang-barang Tuan Muda untuk dibawa, Tuan?"

"Tidak perlu. Aku hanya akan membawa anak itu saja."

Samar-samar Zeon mendengar percakapan itu. Ketika  menginjak lantai depan rumahnya, Zeon semakin kebingungan sebab orang-orang berbaju hitam itu malah membungkukkan badannya seolah tengah menyambut kedatangan dirinya.

"Bibi Tisa? Kenapa banyak orang disini?"

Semua orang yang ada di ruangan itu menoleh kala suara remaja laki-laki menginterupsi. Berbagai tatapan yang sulit dijelaskan oleh penglihatan Zeon membuatnya kikuk. Ada yang salah? Apa gara-gara wajah babak belur nya ini? Atau baju seragam yang kotor dan acak-acakan? Atau mungkin mereka terpesona dengan wajahnya yang tampan meski dengan luka-luka?

Ah, Zeon memaklumi pertanyaan terakhir. Inginnya tersenyum, namun sudut bibirnya yang terluka itu malah membuatnya meringis. Orion sialan. Babi itu memukulnya terlalu kencang.

"Astaga Zeon. Ada apa dengan penampilan mu?" Seru Bibi Tisa menghampiri anak itu. Matanya meneliti dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu mendesah lirih. Apa hari ini adalah akhir dari hidupnya?

"Kamu berantem lagi?"

"Bibi Tisa, mereka siapa?" Bukannya menjawab, anak itu malah bertanya dengan berbisik sambil langkahnya dituntun menuju sofa.

Ketika ia mengangkat kepalanya, matanya justru terkunci pada sosok tinggi yang tengah menatapnya tajam dan dingin. Dan itu sedikit menakutkan. Zeon mengerjap terusik, namun sedetik kemudian ia malah memelototi balik pemuda didepannya itu.

"Nak, Bibi sudah pernah memberitahu perihal keluargamu, 'kan? Nah—"

"Tidak perlu berbasa-basi. Ayo pulang," pemuda yang beraura paling dingin itu bangkit dari duduknya. Matanya tetap mengunci pada objek yang diam-diam tengah mencengkram baju wanita disampingnya. Ah, anak itu ketakutan rupanya, seringainya dalam hati.

"Jangan bilang kalau makhluk-makhluk tembok itu keluargaku, Bi?!" Shock nya berharap disangkal, namun ternyata anggukan dari Bibi Tisa membuatnya ingin sekali menggali lubang dan kabur lewat sana.

"Makhluk-makhluk tembok?" Gumam si tembok paling muda yang masih bisa didengar oleh semua orang. Matanya menatap tajam pada Zeon.

"Ngapain lo liatin gue begitu? Mau gue colok pake sapu, ha?!" Sentaknya merasa terusik dengan tatapan itu.

Yang dituju menyeringai, "berani, hm?"

Nyatanya, Zeon hanya mampu meringsut menempel pada Bibi Tisa. Menyeramk— tunggu. Zeon takut? Zeon merasa takut dengan manusia didepannya ini? Zeon merasa terancam? Hahahah, biarkan Zeon tertawa dalam hatinya.

Sungguh, 15 tahun hidup, Zeon tidak pernah merasa takut dengan apapun. Bahkan dalam urusan tawuran atau melawan preman pasar yang tubuhnya 2 kali lipat dari dirinya pun, Zeon selalu yang paling depan. Zeon tidak pernah takut.

Namun, hey, hanya dengan tatapan keempat manusia didepannya ini mengapa Zeon merasa ciut. Bahkan sekedar membalas tatapan mereka saja Zeon tidak mampu.

"Jangan memulainya disini Elio. Kita harus membawanya pulang sebelum matahari tenggelam," ucap lelaki yang sepertinya adalah Ayah mereka. Kemudian ia menoleh kepada si paling dingin, "Aelius, ajak adikmu pulang. Jika dia tidak mau, seret saja."

Hendak saja pemuda yang dipanggil Aelius itu bergerak, pemuda yang sedari tadi hanya diam pun menyela, "biar aku saja, Kak."

***

Dan Zeon benar-benar di seret oleh pemuda yang kini duduk disampingnya ini. Masih dengan wajah sembab, ia melirik kepadanya. Sialan! Harga dirinya sebagai pria sejati yang tidak memiliki rasa takut pun sudah terinjak-injak. Apalagi ia sampai menangis histeris seperti hendak di kebiri.

Lebih menjengkelkan nya lagi, Bibi Tisa hanya diam sembari menatapnya euuu.... kasihan dan lega? Ah, sebenarnya apa maksudnya ini? Mereka keluarga nya? Titan-titan tembok kutub ini betul-betul keluarga nya? Zeon masih belum percaya.

"Apa?" Sial! Pemuda itu ternyata sadar jika Zeon sedari tadi memperhatikannya lewat lirikan.

Zeon menghela nafasnya berat. Mobil ini ditumpangi  oleh lima orang titan yang Zeon sendiri tidak tau mereka siapa. Ia di apit oleh pemuda yang tadi menyeretnya, dan pemuda yang sejak dirumahnya tidak bersuara apa-apa.

"Kita mau kemana?"

"Pulang."

Ini pulang beneran, kan? Gue gak bakal diapa-apain kan? Anjir, perasaan gue dari pagi gak enak banget.

Jujur saja, tubuhnya sudah merespon rasa sakit akibat tawuran tadi. Beberapa titik ditubuhnya terkena pukulan kuat siang tadi. Belum lagi kepalanya yang pusing karena ia belum juga makan sedari siang.

"Kau merasa kesakitan?" Tanya pemuda yang menyeretnya tadi. Zeon membuka matanya perlahan lalu menoleh, "gak."

Ketika mobil berhenti, disitulah Zeon tersentak. Karena tiba-tiba saja tubuhnya melayang dan itu membuatnya terkejut setengah mati. Ia berada didalam gendongan pemuda yang menyeretnya.

"Lepas! Lepasin anjing! Lo mau ngapain gue anjir?" Ronta Zeon dalam gendongan tersebut.

"Diam," begitu saja Zeon langsung ciut. Dan ia hanya pasrah saja digendong layaknya bayi yang belum bisa berjalan. Lagipun, semakin ia banyak bergerak, tubuhnya begitu sakit.

Zeon dibaringkan dengan hati-hati, "periksa Adikku. Jangan membuatnya merasa kesakitan."

Begitu hidungnya mencium aroma obat-obatan yang menyengat, disitulah Zeon sadar jika dirinya saat ini sedang berada di rumah sakit. Ia menatap penuh tuntutan pada orang yang membawanya kesini, "katanya pulang? Kok malah ke rumah sakit, sih?!"

"Papa merasa tubuhmu butuh di obati. Diam dan menurut lah jika kau ingin baik-baik saja."

Sumpah serapah Zeon teriakkan dalam hatinya. Mengapa Bibi Tisa begitu tega membuangnya pada segerombol Titan tembok kutub seperti mereka ini?

***

hai, aku lily🧟

ZEON ALTAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang