Zeon semakin merapatkan tubuhnya. Punggungnya diusap lembut membuatnya semakin nyaman dalam tidurnya. Sesekali ia merasakan kepalanya dikecup pelan oleh— tunggu..
Membuka matanya, pemandangan yang pertama ia lihat adalah sesuatu yang empuk dilapisi kain. Jelas ini bukan dinding, ketika Zeon mencoleknya benda itu bergerak sedikit. Tepat ditelinganya, ia mendengar bunyi, 'dug dug dug'. Jadi Dora, apakah yang ada dihadapan Zeon saat ini?
"Kau sudah bangun?"
Suara dingin itu menyentak keterdiaman Zeon. Ia mendongak dan mendapati wajah tampan Zenith yang kini tengah menatapnya.
"Jir!" Refleks nya terkejut. Memang, yang namanya refleks itu tidak bisa diprediksi apa yang dilakukan dan apa yang dikatakan.
"Sepertinya mulutmu ini memang harus Abang jahit menggunakan tali tambang, ya," kata Zenith menyeramkan. Tangannya menahan tubuh Zeon yang hendak menjauh. Menunduk untuk melihat ekspresi wajah adiknya itu.
"Maaf, aku beneran kaget aja," lirih Zeon takut. Zenith ini sekalinya berbicara malah membuatnya ingin sekali membelah diri.
"Abang bukan setan. Mengapa harus terkejut? Apa kau takut padaku?"
Yailah, setan sama lo aja masih sereman lo kemana-mana. Pantes aja gue kaget.
"Siapa bilang? Zeon suka kok sama Abang. Abang Zenith kan Abangnya Zeon, ngapain Zeon harus takut?" goblok, gue ngomong apaan sih barusan.
"Hm," gumamnya menjawab Zeon.
Canggung. Zenith semakin mengeratkan pelukannya sedangkan Zeon tidak tau harus berbuat apa. Lama mereka terdiam, hingga suara Zenith kembali terdengar ditelinganya.
"Apa kau hidup dengan baik tanpa kami?"
Zeon terdiam sebentar, "ya, Zeon baik, Bibi Tisa juga baik. Dia ngerawat Zeon dan memperlakukan Zeon layaknya anak Bibi Tisa sendiri."
"Hm, bagus. Jika wanita itu beraninya menyakitimu, akan ku buat kerangka nya menjadi objek museum nasional," sahut Zenith serius.
"Serem amat. Bibi Tisa itu baik tau. Dia selalu nurutin apa yang aku mau. Mana pernah dia mukul Zeon meski Zeon nakal. Lagian, Zeon itu anak baik, gak pernah macem-macem," sangkal Zeon melebih-lebihkan.
"Tidak ada anak baik yang ikut tawuran apalagi sampai merusak fasilitas sekolah sendiri dan orang lain," dengus Zenith. "Kau akan menerima hukuman nanti setelah apa yang telah kau lakukan kemarin-kemarin."
Zeon meneguk ludahnya kasar. Konteksnya, keluarganya ini mafia, hukuman yang dibayangkan juga tidak mungkin tentang perkara bersih-bersih rumah yang besarnya sudah seperti istana negara. Kira-kira, hukuman seperti apa yang akan diterimanya nanti?
Puja kerang ajaib, lindungilah Zeon dari hal-hal buruk.
"Btw, Bang," panggil Zeon ingin mengalihkan pembicaraan yang membuatnya merinding itu.
"Hm? Bisakah kau berbicara dengan meninggalkan bahasa gaul mu itu?"
"Gaul? Btw itu kan bahasa inggris yang artinya by the way, itu sering dipake orang-orang, loh. Ah, Abang Zen kurang jauh mainnya, masa gitu aja gak tau" ujar Zeon mendengus.
"Abang tau. Hanya saja kau saat ini sedang berbicara dengan yang lebih tua. Berbicara lah yang sopan," jawab Zenith menatap Zeon. "Kau tidak menurut? Siap-siap saja hukuman mu akan bertambah. Jelas kau tau, kami ini mafia, hukuman yang kami berikan bukanlah hal remeh," sambungnya ketika melihat Zeon hendak berbicara.
"Hmmm," dehem Zeon sebal. Padahal kan Zeon berusha menghindar dari pembahasan hukuman itu.
"Ada apa? Kau ingin mengatakan sesuatu?" Tanya Zenith ketika Adiknya itu kembali diam.
"Kenapa kalian buang aku? Terus tiba-tiba jemput aku lagi setelah 15 tahun?" Tanya Zeon menuntut.
Zenith mengelus pipi Zeon lembut. Ekspresi wajahnya sama saja, datar dan dingin.
"Kau ingin tau?"
Yak, bejirr, namanya gue nanya ya pengen tau lah, dodol.
"Iyaa," jawabnya menahan dongkol.
"Saat kau berumur 4 bulan, keluarga kita diserang oleh banyak musuh secara bersamaan. Mereka mengincar bungsu dan istri keluarga Virendra, karena mereka tau bahwa kedua hal itu adalah kelemahan kami," ujar Zenith memulai ceritanya. Tangannya aktif mengusap kepala Zeon.
"Saat itu, kami memutuskan untuk membawamu pergi ke tempat yang tidak dapat dijangkau oleh musuh. Bibi Tisa, pelancong dari pulau yang berbeda bersedia membantu kami dengan membawa dan menjagamu."
"Lalu, kami kembali pulang dan membawa bayi seusiamu yang kami temukan dijalan setelah mengasingkan dirimu bersama Bibi Tisa. Bayi tidak bersalah itu diketahui oleh musuh dan mereka mengira jika itu adalah kau. Maka, setelah beberapa hari kami menjaga bayi itu, mereka mengambilnya. Meledakkan rumah hingga Mama harus meninggal."
Zeon mendongak kembali. Zenith masih berekspresi datar. Seolah kejadian dimasa lalu itu tidak berarti apapun.
"Sedangkan kami, Papa, Abang, Aelius, Elios dan Archer selamat. Meski saat itu Archer juga hampir mati karena terkena tembakan di dadanya. Bayi itu dibawa, lalu kembali lagi setelah 2 hari dalam keadaan tidak bernyawa dengan kepala dan tubuhnya terpisah."
Zenith menatap mata Zeon dengan lembut, "kami tidak tau bagaimana seandainya jika bayi yang mereka bunuh itu adalah kau. Meski kesedihan akibat Mama yang meninggal membuat kami goyah, tapi kami masih bersyukur sebab kau dalam keadaan aman."
Mata Zeon berkaca-kaca. Membayangkan bagaimana jika kejadian itu harus ia lihat. Sebelumnya Zeon sudah berprasangka buruk kepada keluarganya ini karena telah membuangnya, tapi setelah mendengar penjelasan dari Abangnya ini, membuat ia juga ikut bersyukur.
"Kami tidak pernah membuangmu, kau mengerti itu?"
Zeon mengangguk, "kalian cuma mau lindungin Zeon, kan?"
"Ya, kau harus tetap hidup dan menjadi kebahagiaan kami."
"Terus, keluarga bayi itu gimana?" Tanya Zeon masih penasaran.
"Kami tidak tau. Bayi itu sepertinya sengaja di buang dan kebetulan kami menemukannya. Tidak ada laporan mengenai pencarian bayi itu. Lagipula, itu hal yang bagus. Dengan datangnya bayi itu, musuh mengira itu kau. Dan bungsu Virendra yang asli tetap aman dan tidak diketahui keberadaannya oleh musuh," ujar Zenith santai.
"Kasian banget," gumam Zeon merasa iba.
"Itu sudah menjadi takdirnya. Bisa saja meski kami tidak menemukannya pun, bayi itu akan tetap mati karena dimakan hewan buas."
Tapi kayaknya lebih kasian gue karena harus tinggal sama psikopat macem mereka. Kira-kira besok gue masih nafas gak ya?
***
begindong loh...

KAMU SEDANG MEMBACA
ZEON ALTAIR
HumorZeon Altair Virendra "Ucapkan selamat tinggal pada kebebasan mu."