Kembali menjumpai pagi, rutinitas sarapan tengah berlangsung. Keadaan yang hening merupakan hal yang biasa terjadi ketika kegiatan makan dilakukan, itu adalah salah satu peraturan yang wajib dipatuhi oleh seluruh anggota Virendra.
Lain halnya dengan Zeon yang gatal sekali ingin berbicara. Dulu, ketika ia masih bersama dengan Bibi Tisa, Zeon tidak pernah membiarkan sepi datang meski sedang makan sekalipun. Begitupun dengan Bibi Tisa yang selalu antusias merespon apa yang dilakukan Zeon.
Tapi kan sekarang gue udah gak sama Bibi Tisa lagi.
Anak itu menghela nafas pelan, dan hal tersebut tidak lepas dari perhatian manusia-manusia disana.
"Apa yang kau pikirkan?" Zenith yang duduk di samping Zeon bertanya sambil menepuk pundak anak itu pelan hingga membuatnya tersentak.
Zeon mendongak menatap Zenith, lalu tak lama pandangannya beralih menatap Aecher diseberang yang juga tengah memperhatikannya.
"Abang tau, kan, kalo Zeon itu masih sekolah? Aku udah terlalu lama bolos—"
"Tidak," bukan, bukan Zenith yang menyela, melainkan Aelius yang kini sudah menatap tajam ke arah Zeon. Pemuda itu bahkan sampai membanting garpu hingga membuat dentingan nyaring ditengah hening.
"Apa, sih? Kenapa?" Tanya Zeon dengan nyolot. Dia kan tadi belum selesai berbicara, tapi mengapa si titan brengsek—Aelius itu malah memotongnya.
"Kau tidak akan sekolah," sahut Aelius dingin.
"Kenapa gak sekolah?"
"Kau tidak butuh sekolah," jawab Aelius tenang.
Zeon menjatuhkan rahangnya tidak percaya. Apa maksudnya si Aelius ini?
"Duh, tolong, ya, Bang El, aku itu masih butuh ilmu pengetahuan yang luas. Gimana cara mecahin teori x dan y, belum belajar pasal-pasal dan hukum ngebunuh orang, belum ngerti cara nuntut orang jahat, belum paham sama yang namanya pembagian warisan. Aku, tuh, belum tau banyak. Gimana bisa Abang bilang aku gak butuh sekolah? Aku juga punya cita-cita," ujar Zeon panjang lebar.
"Saat masih bersama Bibi Tisa, kau sudah diizinkan untuk bersekolah. Tapi apa? Kau malah menyia-nyiakannya. Pergi membolos, merusak fasilitas, tawuran bersama anak-anak berandal, lalu apa kau menerima dengan baik ilmu yang sudah guru berikan padamu sebelumnya? Kau bahkan lebih banyak tertidur saat di kelas," jawab Aelius tak kalah panjang. Hanya berlaku untuk Zeon saja, sebab jika bersama yang lain bahkan dengan anggota Virendra yang lain pun Aelius tidak akan bersusah-susah berbicara hingga mencapai 10 kalimat.
"Bohong, aku gak pernah kayak gitu, tuh," sangkal Zeon sambil mendelik. Kok dia tau semua?
"Pengawal yang kami kirim untuk memantau mu bukan hanya 1 atau 2, Zeon. Lagipun, mereka tidak akan berani berbohong pada Virendra."
"Papa," panggil Zeon pada Sagara untuk meminta pembelaan.
"Hm? Sepertinya Abangmu itu benar. Kau tidak perlu sekolah," ucap Sagara sambil mengelus kepala anak itu.
Zeon yang kesal pun membanting roti yang tinggal satu gigitan itu dengan penuh kekuatan sampai-sampai roti itu melompat hingga ke tengah meja makan. Keluarga nya melotot melihat itu.
"Apa yang kau lakukan Zeon?" Tanya Archer tajam seperti tatapan matanya.
"KENAPA KALIAN SEENAKNYA ATUR-ATUR HIDUP GUE? JANGAN MENTANG-MENTANG KALIAN KELUARGA GUE KALIAN BISA BEBAS MEMPERLAKUKAN GUE!"
"Zeon jaga bicaramu," desis Aelius. Ia tak suka mendengar ucapan sarkas adiknya itu.
"LO JUGA! LO DARI AWAL GAK SUKA SAMA GUE, KAN? TERUS KENAPA LO YANG PALING BRENGSEK MEMPERMAINKAN HIDUP GUE AELIUS!"
"ZEON!" Sagara ikut membentak karena menurutnya Zeon sudah keterlaluan. Bahkan pria paruh baya itu sampai bangkit dari kursinya.
"Kalo kalian mungut gue lagi cuma buat dijadiin boneka buat menuhin kemauan kalian, GUE GAK MAU SIALAN. GUE BUKAN BONEKA LO SEMUA. KEMBALIIN GUE KE BIBI TISA. KEMBALIIN GUE KE KEHIDUPAN GUE YANG DULU BRENGSEK!"
"Zeon, kau sungguh keterlaluan," Zenith mencengkram lengan Zeon kencang. Namun anak itu tidak meringis atau menunjukkan raut kesakitan, justru ia menatap Zenith dengan putus asa.
"Kembaliin gue ke Bibi Tisa gue mohon. Gue gak mau disini," lirihnya dengan mata berkaca-kaca.
Archer menggeram, "kau tidak akan kemana-mana Zeon."
Zeon menoleh kepada Archer, "gue gak minta persetujuan lo Archer."
"ZEON!"
"DIAM!"
Zeon mendengus ketika Sagara membentaknya. Tangannya masih belum Zenith lepaskan, dan jujur saja Zeon mulai merasa kebas.
"Zeon, hentikan. Kau akan menerima akibatnya jika melanjutkan omong kosong mu itu," ucap Sagara dengan penekanan.
"Omong kosong lo bilang?" Sinis Zeon pada Sagara.
"Zeon jaga bicaramu," tegur Elio.
"LO LIAT MUKA GUE, ANJING! APA MENURUT LO SETELAH GUE DIPUNGUT SAMA LO GUE KELIATAN BAHAGIA?"
"Zeon Papa benar-benar akan memberimu hukuman."
"Ini yang buat gue lebih benci sama lo semua. Apapun disangkut-pautkan sama hukuman. LO PIKIR GUE TAKUT, HA?!"
"ZEON!"
"GUE BENCI KALIAN! BRENGSEK KELUARGA ANJING KAYAK SETAN," dengan kekuatan penuhnya, Zeon menyentak cengkraman Zenith hingga terlepas. Lalu ia berlari menuju kamarnya mengabaikan teriakan dan panggilan Abang dan Papanya itu.
Zeon menangis. Jika ia tau akan begini setelah tinggal bersama keluarganya, ia akan menolak saja dan memilih kabur sejauh-jauhnya. Ia rindu Bibi Tisa, Zeon merindukan hidupnya yang dulu, yang penuh kebebasan dan bahagia yang ia dapatkan dari orang-orang di sekelilingnya.
Zeon mengunci pintu kamarnya. Kemudian menggeser barang-barang berat untuk diletakkan dibelakang pintu sebab ia tahu jika keluarganya tidak akan membiarkan nya begitu saja sendirian dikamar. Entah ia akan ditangkap Sagara untuk dihukum lalu dibunuh oleh Aelius atau tubuhnya akan dilemparkan ke hewan buas oleh Zenith.
Dalam hati ia mengumpat, kenapa baru sekarang ia merasa ketakutan. Padahal tadi ia berteriak bahkan mengumpati keluarganya yang seperti iblis-iblis itu.
"A-awas aj-aja kalo me-reka tangkap gu-gue, hiks..., gue aduin ke Tuhan," ucapnya dengan sesenggukan.
Lalu setelah mendorong lemari kecil, meja, sofa dan bahkan bantal-bantal ia tumpuk di belakang pintu itu, Zeon mulai memeluk lututnya di pojok ruangan yang terhalangi oleh lemari kaca besar. Wajahnya yang basah oleh air mata itu ia sembunyikan pada lipatan tangannya.
Jangan tanya seberapa takutnya Zeon saat ini. Jika dibandingkan lebih baik ditangkap oleh Sagara dan anak-anaknya atau meet and greet dengan malaikat pencabut nyawa langsung, jelas Zeon akan memilih lebih baik negosiasi dengan malaikat maut sekalipun. Gue ikhlas, bawa gue sekarang, Mal. Gue lebih baik dibawa lo sekarang daripada ditangkap sama Sikopet gila itu.
"ZEON BUKA PINTUNYA!"
***
mau langsung di eksekusi aja si jeon apa bikin dia kejer dulu?

KAMU SEDANG MEMBACA
ZEON ALTAIR
HumorZeon Altair Virendra "Ucapkan selamat tinggal pada kebebasan mu."