Brakk! Prangg!
Zeon terlonjak saat kaca balkon kamarnya pecah dan menampilkan Archer yang wajahnya terlihat sangat marah. Berhubung anak itu meringkuk tidak jauh dari pintu balkon, membuat beberapa pecahan kaca mengenai kaki dan tangannya yang tidak terbalut apapun karena ia hanya menggunakan kaos dan celana pendek.
"Zeon," panggil Archer dingin.
Tubuh Zeon refleks bergetar merinding mendengarnya. Tak lama dari itu, Elio datang juga dari pintu balkon kamarnya dengan pakaian yang sudah tidak serapi tadi. Elio hanya melirik Zeon sebentar sebelum ia melangkah untuk menyingkirkan benda-benda yang menghalangi pintu.
"Bangun," perintah Archer masih dengan raut yang sama.
"Ma-mau apa l-lo?" Tanya Zeon dengan suara bergetar. Dia takut banget cokk.
Archer tersenyum iblis lalu melangkah perlahan mendekati adiknya itu. Zeon yang melihat gerak-gerik Archer lantas tanpa berpikir panjang langsung mengambil pecahan kaca yang berada didekatnya.
Membuat Archer yang melihat itu melotot, "apa yang kau lakukan Zeon. Buang pecahan itu."
"Men-jauh, jauh-jauh dari gue sialan!" Zeon bergeser menjauh dari Archer dengan cengkraman kaca ditangannya membuat darah segar langsung saja berlomba-lomba keluar dari telapak tangannya.
Archer terhenyak begitupun dengan keluarganya yang lain yang kini sudah berhasil masuk kedalam kamar setelah Elio menyingkirkan benda-benda yang menghalangi.
"ZEON APA YANG KAU LAKUKAN?" Teriak Sagara khawatir melihat kondisi tangan Zeon yang berlumuran darah.
Saat Sagara melangkah dekat, saat itu juga Zeon berteriak histeris menyuruhnya menjauh sambil menodongkan pecahan kaca yang sudah berwarna merah.
"PERGI! Tinggalin gue sendiri atau gue bakal ngelakuin hal lebih gila lagi," ucap Zeon mengancam. Ia tidak merasa sakit pada tangannya, justru ketakutan lah yang kini tengah menguasai pikirannya.
Aelius mendengus kemudian berjalan santai mendekati Zeon yang masih menodongkan pecahan kaca itu
"Ja-jauh-jauh SIALAN!" Paniknya saat melihat Aelius berjalan ke arahnya. Zeon bergerak mundur namun dinding dibelakangnya itu menghalangi pergerakannya. Sejak kapan ada dinding disini brengsek?
Aelius mengangkat tangannya untuk mengambil pecahan kaca yang sudah melukai telapak tangan adiknya itu. Namun Zeon malah menekannya lebih kuat sehingga Aelius kesulitan mengambilnya.
"Kau menyakiti dirimu, luka ditangan mu akan semakin parah jika kau tidak melepaskannya," ucap Aelius tenang. Ia dengan lembut membuka telapak tangan Zeon lalu mengambil pecahan kaca itu.
Zeon menunduk, tubuhnya semakin bergetar ketakutan saat Aelius bersikap lembut seperti ini. Darahnya berceceran dimana-mana, bahkan telapak kakinya pun juga ikut terluka sebab menginjak beberapa pecahan kaca.
"Bunuh gue disini," lirih Zeon sambil menatap nanar Aelius. Sudahlah, ia pasrah saja. Mau lari juga tidak bisa, ia sudah tertangkap.
Sagara menggeleng, "Zeon..."
"Kita akan ke rumah sakit, lihat luka mu harus segera diobati," ucap Aelius sambil menarik Zeon untuk segara ikut dengan dirinya.
Berusaha Zeon menahan tubuhnya agar tidak bergerak. Tangannya ia tarik sekuat mungkin sehingga terlepas dari pegangan tangan Aelius.
"Buat apa ke rumah sakit kalau nanti gue juga bakal tetep mati ditangan kalian?"
"Zeon apa yang kau bicarakan?" Tanya Elio tidak mengerti apa yang sebenarnya Adiknya itu maksud.
"Kau sungguhan ingin mati?" Tanya Aelius masih dengan nada yang tenang.
Zeon mengangguk ragu, gapapa, emang udah nasib gue mati muda.
"Baiklah jika itu yang kau inginkan."
"KAK!"
"AELIUS!"
Bughh!
Dan saat itu pula, Zeon ambruk ditangan Aelius.
***
Ketika Zeon membuka matanya, yang pertama kali ia lihat adalah tubuh Zenith yang membelakangi nya. Pria itu sedang melakukan panggilan telepon menghadap jendela.
Matanya mengedar melihat sekeliling ruangan yang terlihat luas dan megah layaknya hotel bintang lima, namun bau obat-obatan masih tercium tajam oleh hidungnya. Lalu beralih pada tangan kirinya yang terbalut perban tebal dan tangan kanannya juga yang terpasang infus. Satu hal yang terpikirkan oleh Zeon saat itu, gue belum koid.
Zeon kembali menutup matanya saat melihat Zenith berbalik. Ia belum siap apa yang akan dihadapinya setelah ini. Meski sempat mengatakan ia sudah pasrah namun manusia bodoh mana yang bakal baik-baik aja ketika kematian ada didepannya, batinnya merasa dongkol.
"Cepatlah bangun agar kami segera menunjukkannya padamu," ucap Zenith sambil mengusap kepala Zeon lalu ia mengecup keningnya.
Tak lama dari itu, suara pintu yang terbuka terdengar.
"Dia belum juga sadar?"
"Kau melihatnya."
"Kak, kurasa Zeon akan histeris ketika bangun. Aku takut dia kembali melukai dirinya sendiri."
"Itu tidak akan terjadi, Elio. Bagaimana dengan yang lain? Apa mereka sudah pulang?"
"Papa akan kembali setengah jam dari kantor. Aku tidak tau Kak Aelius kemana sedangkan Archer sedang membeli makanan."
"Kau istirahatlah, biar aku yang menjaganya disini."
"Tidak. Aku tidak akan meninggalkannya."
Lama keheningan mengisi ruangan itu. Zeon merasa penasaran dengan apa yang dilakukan dua setan itu, apa mereka sudah pergi atau sedang tertidur? Inginnya mengintip sedikit namun ia kembali mendengar pintu terbuka.
Suara tapak kaki yang menggema semakin mendekat terdengar, layaknya langkah yang akan menjemputnya dalam kematian, Zeon merasakan aura iblis saat ini.
"Kalian berdua masih juga tidak menyadarinya?"
Itu suara Aelius. Suaranya yang datar nan serak-serak basah begitu pilu didengar oleh Zeon. Bukankah tadi Elio bilang jika Aelius pergi entah kemana? Tapi kenapa sekarang titan brengsek itu ada disini?
"Buka matamu, tidak perlu berpura-pura tertidur, Zeon."
Suara dingin laknat Aelius membuat detak jantung Zeon rasanya ingin pindah ke dengkul. Kenapa dia selalu tau kalo gue pura-pura tidur? Dia cenayanjing apa indigoblok, sih?
Zeon membuka matanya sedikit demi sedikit. Keringat dingin mulai bermunculan. Lalu ketika matanya sudah terbuka sempurna, yang ia lihat kini malah semua anggota keluarganya tengah mengelilinginya seperti tengah melakukan sekte.
"Ekhem, uhuk uhukk," ia terbatuk-batuk membuat Archer yang berdiri disamping kepalanya segera memberinya minum.
"Bagaimana perasaanmu, Zeon?" Tanya Aelius tenang.
Zeon mengerjap, tidak mengerti situasinya. "Ba-baik."
"Bagus. Cepatlah pulih agar kau bisa bersekolah kembali," ucap Aelius lagi, ditambah pria itu mengelus kepala Zeon lembut membuat anak itu semakin kebingungan.
Woyy, ada yang bisa jelasin ke gue mereka semua kenapa????
***
tutor mengubah rasa sedih jadi rasa coklat dong :(

KAMU SEDANG MEMBACA
ZEON ALTAIR
MizahZeon Altair Virendra "Ucapkan selamat tinggal pada kebebasan mu."