Dicky menatap tangannya yang telah dibalut dengan perban oleh Naomi tadi. Sebenarnya menurut Dicky itu tak perlu karena hanya luka kecil saja. Dicuci dengan air dan dibalut dengan pembalut luka pun akan sembuh juga pada akhirnya. Ia tak ingin membuat Tirta makin heboh saat pulang dengan keadaan tangan dibalut perban begini.
Dicky pun berjalan menuju koridor sepi dimana ada bak sampah di sana. Ia berdiri di depan bak sampah itu sambil melepaskan perban di tangannya. Saat akan membuang perban itu ke bak sampah, tiba-tiba saja seseorang mengulurkan sebuah pembalut luka kepadanya. Dicky menoleh dan mendapati teman sebangku Candra yang tengah mengulurkan pembalut luka kepadanya.
Siapa namanya? Gue lupa. Batin Dicky.
“Lukanya memang kecil, tapi bisa aja bahaya kalo dibiarin kebuka. Siapa tau masuk kumat atau virus yang ada di debu. Gue enggak paham sih soalnya enggak begitu tertarik sama masalah beginian, cuma tiap gue luka, pasti nyokap gue nyuruh dibersihin trus langsung ditutup.” Asha menjelaskan.
Dicky menerima pembalut luka itu dan menatap Asha yang langsung pergi begitu saja darinya. Benar, Dicky ingat siapa nama gadis ini.
Ashana Afsheen Myesha. Anak-anak di kelasnya memanggil gadis itu dengan panggilan Asha. Bahkan Candra juga beberapa kali memanggilnya dengan nama itu. Dicky kira gadis itu adalah murid yang tak peduli dengan sekitar selama itu tak mengganggu dirinya bahkan tadi saja saat Elang mengganggunya, ia hanya diam dan menikmati makanannya di mejanya bersama Candra dan teman-temannya.
Dicky menatap pembalut luka di tangannya dan kemudian memasangkan kepada luka kecil di telapak tangannya itu. Ya, setidaknya dengan begini maka Tirta takkan curiga. Dicky bisa beralasan bahwa ia tak sengaja terluka atau tergores sudut meja.
Ah, gue lupa bilang makasih. Nanti deh gue bilangnya. Batin Dicky lagi.
Dicky berjalan menuju kelasnya dimana hanya ada beberapa murid di sana karena memang masih jam istirahat. Ada Asha di sana yang sedang menulis entah apa. Dicky tak melihat ada Candra, Elang atau Haidar di kelas. Ini kesempatannya untuk mengucapkan terima kasih kepada Asha.
Saat Dicky akan berjalan menuju meja Asha, tiba-tiba saja Naomi datang dan langsung menarik tangannya Dicky.
“Kok perbannya dibuka sih? Kalo lukanya infeksi gimana? Mana cuma lo tutup pake plester luka doang. Kalo kena air trus kebuka gimana? Nanti perih tau!” ucap Naomi.
Dicky menatap Naomi dengan tatapan malas. Ia sebenarnya malas berurusan dengan gadis yang merupakan teman sebangkunya ini. Naomi itu cerewet dan kadang membuat Dicky risih ketika gadis itu mencoba mendekatinya. Dicky bahkan terang-terangan memberikan gestur bahwa ia tak suka berdekatan dengan Naomi, tapi sepertinya gadis itu abai dan memilih tak peduli.
Dicky menarik tangannya dari tangan Naomi dan memilih kembali duduk ke bangkunya. Naomi yang melihat itu hanya bisa mengembuskan napas panjang dan ikut duduk. Ia meletakkan susu kotak di atas meja Dicky dan berkata, “buat lo. Gue tadi mau beliin roti, cuma rotinya abis. Jadi, susu aja gapapa?”
Dicky menatap susu kotak itu dan kemudian menggesernya ke meja Naomi. “Enggak usah,” ucap Dicky.
Naomi tak menyerah. Ia kembali menggeser susu kotak itu ke meja Dicky yang lagi-lagi digeser oleh Dicky. Sampai akhir susu kotak itu diambil oleh seseorang. Naomi dan Dicky mendongak hanya untuk mendapati susu kotak itu diambil oleh Haidar dan langsung diminum tanpa izin.
Karena geram, Naomi pun menggebrak mejanya dan membentak, “maksud lo apaan? Itu bukan buat lo!”
Haidar tak peduli. Elang dan Candra yang ada di belakang Haidar pun menyeringai. Naomi tahu bahwa sepertinya ketiga orang ini akan merundung Dicky lagi. Kali ini, Naomi takkan tinggal diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Did We Make It?
Teen Fiction[ B E L U M R E V I S I ] Candra yang merasa bahwa semesta begitu kejam kepadanya dipertemukan dengan Asha yang mencoba melawan dunia. Rapuh dan rusak. Keduanya tanpa sadar saling melengkapi dan menghadapi segala hal yang menerpa hubungan mereka. Ca...