[023] Did We Make It?

35 8 0
                                    

Hampir sepuluh hari lamanya Candra dirawat di rumah sakit dengan Mirza yang memaksa Tirta untuk menemani anaknya itu di rumah sakit. Bahkan Mirza sengaja mengambil alih pekerjaan Tirta di kantor dengan bantuan Gibran agar Tirta bisa fokus pada Candra. Mirza berharap agar hubungan ayah dan anak itu akan membaik, tapi memang dasarnya Tirta yang tidak mengerti cara berbaikan dengan anaknya dan Candra yang tak nyaman dengan bagaimana Tirta terlihat bersikap seperti hanya melakukan itu selayaknya tanggungjawab yang harus dilakukan, hubungan keduanya tetap tak berjalan sebagaimana mestinya.

Tirta hanya akan duduk di sofa sambil memeriksa perkembangan saham perusahaan yang ia pegang melalui ponselnya dan hanya akan mendekati ranjang rawat Candra ketika dokter atau perawat datang memeriksa keadaan anaknya itu. Ketika teman-teman Candra datang menjenguk, Tirta akan pergi ke kantin rumah sakit dan baru kembali ke kamar inap anaknya di malam atau sore hari. Ketika ia kembali, biasanya hanya akan ada Elang atau Haidar yang menunggui Candra dan mereka baru akan pergi ketika Tirta kembali atau Mirza datang.

Terkadang Tirta akan pulang ke rumah dan memeriksa keadaan Dicky. Anak tirinya itu mendapat skorsing selama seminggu karena memang terlibat pertengkaran dengan Candra. Awalnya Tirta kecewa dengan Dicky, tapi itu tak sampai seharian penuh. Setelahnya ia akan menasehati Dicky dan memberitahunya untuk tidak bermain tangan dengan saudaranya. Tirta juga memberikan Dicky uang karena ia tahu pasti Mirza akan mencegahnya tidur di rumah dan memaksanya untuk benar-benar fokus pada Candra. Jadi, Tirta selalu memberikan banyak uang kepada Dicky untuk keperluan anak tirinya itu selama ia tak bisa pulang. Bahkan terkadang Tirta akan membelikan makanan dan mengirimkannya ke rumah untuk Dicky. Tentunya tanpa sepengetahuan Mirza dan Candra.

Setelah masa skorsing Dicky selesai, ia mulai mencaritahu informasi mengenai Yusril. Namun, sejak kejadian ia bertengkar dengan Candra dan berita Candra sampai harus dirawat di rumah sakit tersebar di sekolah, membuat Dicky seperti dijauhi oleh banyak murid dan bahkan para guru terkadang menatapnya begitu intens. Walau begitu, Dicky tak mendapati tindak perundungan karena sekolah mereka memang cukup ketat untuk urusan perundungan.

Ya, kecuali Naomi tentu saja. Gadis itu tetap menatap Dicky seolah-olah pemuda itu adalah orang paling suci dan malah dengan tegas mengatakan bahwa Candra adalah orang yang memulai pertengkaran. Bahkan Naomi sempat membalas sindiran Elang yang mengatakan bahwa Dicky itu pembuat masalah. Naomi membalas dengan mengatakan bahwa Dicky takkan emosi jika Candra tak memprovokasi terlebih dahulu. Dicky jelas meminta Naomi untuk tidak ikut campur, tapi gadis itu terus-menerus bertingkah seolah-olah masalah Dicky adalah masalahnya juga dan hanya dia yang boleh membela Dicky.

“Dicky!”

Si pemilik nama jelas memutar bola matanya jengah. Saat ini kelas sedang jam kosong dan ia sedang fokus dengan buku catatan Fisika miliknya sampai teman sebangkunya itu memekik memanggil namanya. Ayolah, mereka duduk bersebelahan. Tidak perlu juga rasanya memanggil namanya dengan nada berteriak seperti itu.

“Ih, dengerin enggak sih? Gue lagi ngomongin tempat wisata lho. Gue mau ajak lo ke sana. Lo mau, 'kan?” ucap Naomi sambil mendekatkan kursinya ke arah Dicky.

“Gue sibuk. Jangan ganggu,” ucap Dicky sambil menutup bukunya dan kemudian berlalu pergi meninggalkan kelas. Ketika Naomi akan mengikutinya, Dicky langsung berkata, “gue mau ke toilet. Lo mau mesum ngikutin gue?”

Mendengar itu, jelas saja Naomi langsung kembali duduk dengan terpaksa. Kelas mereka sedang jam kosong, jadi banyak murid yang pergi ke perpustakaan atau bahkan ke ruang ekskul untuk mengisi waktu kosong tersebut apalagi guru tidak memberikan tugas atau catatan.


Dicky memang tidak pergi ke toilet. Ia justru pergi ke lapangan basket. Di sana sedang ada kelas yang kebetulan sedang jam pelajaran olahraga dan para murid laki-laki memilih untuk bermain basket dengan para murid perempuan duduk di tepi tribun penonton. Dicky duduk di tribun paling atas dan menatap bagaimana asyiknya mereka bermain basket.

[END] Did We Make It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang