[014] Did We Make It?

65 17 0
                                    

Candra berjalan menuju meja di mana Asha dan Luna sudah duduk menikmati makan siang mereka. Elang dan Haidar tak ikut dengannya, kata mereka ada sesuatu yang harus diurus dan Candra tak perlu tahu. Alhasil, Candra pun memilih mengekori Asha seperti biasanya. Luna menautkan alisnya ketika melihat Candra duduk di dekat Asha dengan membawa semangkuk mie ayam dan segelas es jeruk. Asha sendiri malah tak peduli dengan teman sebangkunya itu yang kini menatap makanan milik Asha dengan tatapan penasaran.

“Ngapain tuh mata ngeliatin mulu?” tanya Luna yang tak tahan untuk bertanya. Candra pun menjawab, “gapapa. Tumben aja Asha enggak mesen makanan di Kantin. Bawa bekal sendiri lagi.”

Asha pun meminum air mineral botol yang tadi dibelinya sebelum menjawab pertanyaan Candra, “nyokap gue masak banyak pagi ini. Jadi, daripada enggak kebuang sia-sia mending gue makan lagi di sekolah.”

Candra yang mendengar itu semakin menatap makanan sederhana milik Asha. Tiba-tiba saja teringat bagaimana dulu ibunya memasakkan makanan kesukaan Candra sebab dulu Candra sangat susah dan pemilih dalam urusan makan. Wanita itu dulu selalu memasakkannya makanan dengan segala kreasi yang membuat Candra kecil memekik gembira dan kemudian memakannya.

Makanan yang Asha bawa hanyalah makanan sederhana. Nasi putih biasa, telur dadar yang dicampur dengan bawang lalu tahu tempe goreng dan sambal. Sederhana, tapi entah kenapa Candra bisa merasakan masakan itu dibuat dengan penuh kasih sayang. Candra jadi iri. Setelah kematian ibunya, Candra lebih suka memesan makanan dari luar dan jarang makan masakan rumahan. Jika makan bersama Tirta juga biasanya pria itu hanya bisa memasak yang ia bisa saja atau terkadang membeli di luar dan disajikan di atas meja makan seolah-olah itu adalah hasil masakannya.

“Lo mau?”

Candra tersentak ketika Asha bertanya. Rupanya Asha menyadari tatapan sendu Candra ke arah makanannya. Asha tak mengerti apa masalah Candra, tapi tanpa sadar gadis itu seperti merasakan perasaan yang berat dari tatapan Candra. Seakan-akan tatapan pemuda itu mengatakan padanya bahwa dunia begitu kejam padanya dan Asha merasa bersimpati.

“Lo mau?” Asha mengulang pertanyaannya. Candra menggeleng kecil dan tersenyum tipis. “Gapapa. Lo makan aja. Nanti kalo gue ikutan makan, lo malah enggak kenyang.”

Asha mengangguk acuh dan kemudian kembali menyuap makanan miliknya. Candra juga ikut menyantap mie ayam miliknya. Luna yang sedari tadi memperhatikan pun menggeleng kecil dan menatap sekitar sampai netranya mendapati sosok Haidar yang sedang membeli banyak camilan di rak camilan.

“Eh, Can. Itu temen lo yang suka makan,” ucap Luna. Candra menoleh dan mendapati sosok Haidar sedang mengambil begitu banyak camilan bahkan terlihat sesekali mengangguk cepat ketika ibu Kantin menawarkan camilan yang baru dibuka dari dalam kotak.

“Buset, banyak bener jajannya. Apa kagak sakit perut tuh kebanyakan makan makanan berpengawet? Lagipula itu jajanan enggak sehat.” Luna berucap.

“Dia memang suka makan biar itu jajanan atau bahkan makanan olahan rumah. Saking seringnya kalo lo mampir ke rumah dia yang dulu, mungkin tiap langkah lo bakal nginjak bungkus ciki. Gue sampe pening nyuruh dia beresin rumahnya. Elang apalagi sampe ngomel ngalahin emaknya Haidar sendiri. Emang tuh anak aja yang bodoamatan sama kebersihan, cuma anehnya dia jarang sakit.” Candra menjelaskan.

“Hati-hati tuh. Pola hidup enggak sehat, trus jarang sakit. Nanti pas sakit malah malaria atau bahkan sakit yang parah.” Asha tiba-tiba berceletuk.

“Serem amat doa lo, Sha.” Luna mengejek.

“Bukan ngedoain yang jelek, Lun. Biasanya memang gitu.” Asha menjawab.

Candra terkikik kecil dan membalas, “sejauh ini sih dia jarang sakit yang parah. Paling mentok biasanya cuma batuk pilek aja. Gue juga heran, dia jarang makan makanan sehat, keseringan junk food trus juga jarang jaga kebersihan rumah gitu malah jarang sakit bahkan dia sampe sekarang belum pernah tuh dirawat inap di rumah sakit.”

[END] Did We Make It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang