Kerusuhan Mei 1998 adalah salah satu fragmen sejarah terburuk yang pernah dialami Indonesia sesudah merdeka. Setahun sebelum tragedi Mei 1998, nilai tukar rupiah jatuh ke titik nadir, mencapai Rp16 ribu per dolar Amerika. Dalam waktu bersamaan, Indonesia gagal membayar utang dalam kurs dolar Amerika. Tak sampai 12 bulan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia terpangkas 13,5 persen. Di tengah himpitan ekonomi, pemerintahan Orde Baru menaikkan harga jual BBM hingga 70 persen. Alhasil, pemutusan hubungan kerja marak terjadi, memicu lonjakan jumlah rakyat menganggur. Ketidakpuasan masyarakat pada kebijakan Presiden Soeharto selama mengelola krisis ekonomi menyulut demonstrasi dan seruan terbuka agar kepemimpinan rezim militeristik Orde Baru diakhiri.
"Turunkan Suharto!"
Gema suara mahasiswa masih terdengar saat Dewa duduk di tepi jalan. Kepalanya pening.
"Habisi Marta! Dia itu etnis Tionghoa!"
Entah suara siapa yang Dewa dengar, membuat mata lelaki itu membulat dan ia langsung mendekat ke sumber suara. Ia ingat, di tengah momen frustasi akibat krisis ekonomi, etnis Tionghoa yang menguasai perekonomian negeri ini dianggap menjadi biang kerok kesenjangan ekonomi. Sejak saat itu, sentimen anti Cina berkobar lewat serangkaian aksi penculikan aktivis, pemerkosaan, dan kerusuhan yang disebut banyak pakar dan peneliti sebagai hasil operasi yang rapi dan terstruktur.
"Marta bisa mati di tangan orang-orang laknat itu..." batin Dewa. Ia melihat gerombolan lelaki seperti preman sedang berbicara dengan orang yang sama dengan orang yang bertemu dengan Aryo.
"Hoi, Pak Tua! Cepat menyingkir! Polisi datang!" Rombongan mahasiswa mendorong tubuh Dewa menjauh.
"Ini semua karena Dewa. Dasar jancuk! Orang modelan dia gak bisa dipercaya!" kelakar salah satu demonstran.
"Apa? Dewa? Hei, Nak! Dari mana kau tahu itu?" tanya Dewa penuh selidik.
"Yah, informasi seperti itu bisa didapat di mana saja, Pak. Hati-hatilah dengan orang bernama Dewa. Bisa-bisa kau ditangkap polisi sia-sia kalau berurusan dengan anak itu!"
Dooor.....
Tembakan gas air mata mulai menguat di dekat Dewa. Lelaki itu mau tidak mau harus segera meninggalkan lokasi tersebut secepatnya. Ia jelas tidak mau kalau dirinya ditangkap.
Kepala Dewa kembali terasa pening. Dewa masih tidak percaya, mendengar Aryo merencanakan fitnah atas dirinya dengan memfitnahnya sebagai provokator. Ingatan Dewa mulai mengalir kembali. Samar ia bisa mengingat kejadian penyekapan dirinya waktu itu. Ia tidak bisa kemana-mana dan pasca dibebaskan ia dikejar-kejar polisi tanpa tau apa kesalahannya.
"Dasar licik! Brengsek! Tak punya hati nurani orang itu! Tapi apa alasannya? Mengapa Aryo? Mengapa harus aku?" umpat Dewa.
Ketiga orang suruhan Aryo tampak pergi meninggalkan Trisakti. Dewa bergegas mengikuti ketiga orang itu. Dewa berharap bisa menemukan lokasi dirinya yang disekap. Dia membulatkan tekad untuk bisa menyelamatkan dirinya sendiri.
Dewa juga bertekad menyelamatkan rekan-rekannya. Ia ingin membersihkan nama baiknya. Dewa tersadar, kelompok aktivis yang dia ikuti dulu ternyata bukanlah kelompok baik-baik. Ia seharusnya menjauhi orang-orang tersebut, terutama sosok bernama Aryo!.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLASHBACK 1998
Historical FictionSetelah 25 tahun mengalami koma, Dewa [45] akhirnya tersadar. Ia mengalami kecelakaan hebat di tengah demonstrasi 1998. Terbangunnya Dewa dari tidur panjangnya membuat sahabat-sahabatnya semasa kuliah mulai gelisah. Dewa menyimpan rahasia besar sepu...