Aku Adalah Dirimu di Masa Depan

24 2 1
                                    

Abah Yai menatap lekat Dewa. Sosoknya makin samar diselimuti kabut tipis. "Abah..."

***

"Apa maumu?"

Sosok pemuda itu berusaha melepaskan cengkraman Dewa yang cukup kuat. "Akan kutunjukkan padamu, siapa sebenarnya sosok Aryo!" sungut Dewa. "Apalagi sih yang kamu mau?" Pemuda itu terlihat gusar.

"Sstt...." Dewa meminta pemuda tersebut tidak berisik. "Bersembunyi di sini..." bisik Dewa.

Dewa menarik lengan pemuda itu ke pojok ruangan, mereka bersembunyi di balik tumpukan meja dan bangku.

Terdengar langkah kaki tak beraturan. Tak berapa lama kemudian, Aryo bersama dua orang masuk ke dalam ruangan. Mereka sedang merencanakan sesuatu.

"Kamu masuk ke barisan pertama. Provokasi mereka agar menyerang polisi. Dan kamu, masuk ke barisan tengah. Provokasi massa untuk menjarah pertokoan, termasuk memperkosa perempuan-perempuan Tionghoa itu!" desis Aryo.

Dewa menarik napas panjang. Ubun-ubunnya telah memanas. Dewa berulang kali mengambil napas untuk mengendalikan emosinya. Tangannya mulai mengepal. Sementara sosok pemuda di samping Dewa melotot menatap Aryo dari balik tumpukan meja dan kursi. Dewa membekap mulut pemuda itu dan menahan pemuda itu agar tidak membuat gerakan maupun suara yang bisa memancing keributan.

Aryo dan kedua orang tersebut berlalu meninggalkan ruangan. Pemuda di samping Dewa menatap Dewa nanar.

"Mengapa kau menahanku?" sungut pemuda itu.

"Bukankah sejak awal kau memang nggak percaya betapa busuk temanmu itu?" dengus Dewa.

Pemuda itu mengepalkan tangannya. "Kurang ajar kau Aryo!"

"Apa kau juga masih nggak percaya si bajingan itu yang mencelakaimu?" Dewa menatap tajam pemuda tersebut.

"Katakan siapa dirimu? Mengapa kau tahu banyak sesuatu?" Pemuda itu membalas tatapan Dewa.

"Aku adalah dirimu di masa depan..." ucap Dewa. Sorot matanya menatap lekat pemuda di hadapannya itu. Keduanya kini saling berhadapan.

"Hah? Bagaimana bisa?" Pemuda itu terperanjat. Ia menatap dirinya sendiri lalu beralih pada Dewa.

Pemuda itu tidak percaya. "Jangan berkhayal!" Ia tersenyum sinis. Namun tak lama kemudian, pemuda itu kembali menatap Dewa dengan tajam. Ia menemukan beberapa persamaan dengan dirinya. Rambut lurus, sorot mata elang, lesung pipi, dan juga perawakan tubuh yang sedang, bahkan cara bicaranya. Hanya saja, sosok di hadapannya itu sudah mulai beruban dan juga terdapat kerutan di area mata dan kening.

"Tinggalkan teman semacam itu! Mereka perusak negeri ini!" desis Dewa. Ia berdiri dan bermaksud meninggalkan sosok dirinya yang masih duduk di sampingnya.

"Tunggu! Ini tidak bisa dibiarkan! Ini harus dihentikan!" teriaknya.

Dewa tidak menggubris perkataan dirinya. Ia teringat ibunya. Ia harus menyelamatkan ibunya.

*** 

Aryo berkacak pinggang. Ia tertawa lebar di hadapan Dewa. "Lo sudah tahu siapa gue, trus lo mau apa?"

Dewa menyeka kedua sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. "Jangan berlagak sok pahlawan, Wa!"

"Biadab kau, Yo! Kau benar-benar tega melakukan semua ini!" desis Dewa. Dewa berusaha melepaskan tali yang mengikat kedua tangannya.

Aryo terkekeh membuat Dewa makin geram. Tangannya mengepal, namun Dewa tidak bisa melayangkan tinjunya ke wajah Aryo. Tali yang mengingat kedua tangannya membelit dengan erat.

"Idealisme kalian nggak bakal bisa membuat kalian bertahan hidup!" cibir Aryo.


Perkataan Aryo membuat Dewa muak. Laki-laki itu mendengus. "Setidaknya kami punya harga diri!" seru Dewa.

Aryo menatap Dewa nanar lalu melayangkan tamparan keras ke muka Dewa. Dewa menahan nyeri. Kedua sudut bibirnya kembali meneteskan darah segar. Luka di sekujur tubuhnya membuat Dewa merasakan sakit yang luar biasa.

"Harga diri loe nggak bisa nyelamatin hidup loe!"

Aryo menarik dengan kasar kerah baju Dewa lalu dibalas Dewa dengan meludahi muka Aryo. Darah laki-laki itu mendidih. Aryo melayangkan tendangan ke perut Dewa membuat Dewa terkapar tak sadarkan diri[]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FLASHBACK 1998Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang