20

392 20 0
                                    

°
°
°
°
pagi kembali menyapa jakarta. meninggalkan sang rembulan, menunggu senja menghantarkan malam, seperti itulah siklus dunia. Bernyawa namun tak punya rasa yang sama, tak pernah menetap, berganti sesukanya. menyakiti, berbohong lalu pergi.

POV GRACIA

seperginya shani meninggalkan jakarta pada malam itu, shani menghilang. Ah aku sudah menduganya. seminggu setelah perginya shani ia hanya mengabariku beberapa kali bahkan bisa sampai seminggu sekali.

aku selalu mengajukan pertanyaan mengapa ia sangat sulit di hubungi atau hanya sekedar mengirim email 'apa kabar' lagi dan lagi aku terus mendengar kalimat yang sudah ia lontarkan beberapa kali padaku. ia mengatakan bahwa ia sangat sibuk dan sibuk. Namun aku mempercayainya, dan berusaha menyingkirkan pikiran negatif ku. karna aku yakin, seperginya shani adalah sebuah perjuangan cinta kami berdua.

namun, aku benci pembohong. sangat. shani berjanji akan meninggalkan ku hanya cukup 2 minggu saja, namun sekarang sudah 6 bulan lamanya. aku hampir gila karna kesunyian dan menahan rasa gejolak rinduku pada shani yang tak jelas pergi ntah kemana.

kedua orang tua ku bahkan kedua orang tua shani pun samanya tak mengetahui keberadaan shani saat ini, dan ternyata mereka juga sama seperti aku yang mencari keberadaan manusia satu itu.

kemana sebenarnya shani pergi? apa ia akan baik baik saja? mengapa ia tak mengabari ku? pertanyaan pertanyaan singkat namun dapat dengan mudah mendenyutkan pelipisku.

POV GRACIA END.

Angin malam menerpa wajahku,
kesunyian ini memberikan ku ketenangan sekaligus rasa sakit yang tak bisa di jelaskan melalui lisan.
aku berjalan terpogoh pogoh dengan perasaan bercampur aduk dan larut dalam pikiran yang tak jelas,
kuharap malam ini adalah mimpi buruk ku.

lebam, lengan dan perut putih ku telah rusak tersayat berdarah
seperti tak bersenyawa kembali.
lelah dan pasrah namun tetap ku perjuangkan.

tatapan ku fokus menatap indahnya bulan dan bintang pada malam itu, harapan semu dan hampa itu tak terlihat kembali di saat aku membayangkan sesosok gadis yang kini ada di benak ku.

shania gracia, kamu lah relungku. tunggu aku disana.

BRUGGG

di ambang kesunyian, shani terjatuh lemas. tangannya terus bekerja menekan pendarahan yang terus menerus mengalir tak henti. samar buram, shani melihat seseorang menghampirinya sembari berlari kecil. Namun sayang, ingatannya hanya berhenti di sana karna harus kehilangan kesadarannya.

***

"ah, kamu sudah sadar?"

shani mengedarkan penglihatannya.

"saya.. dimana" ucap shani diiringi oleh suara seraknya

shani menatap kearah insan yang berada di dalam ruangan yang sama dengannya, wanita tua dengan kacamata lansia merah maroon menyangga di hidung mancungnya, kini menampilkan senyuman tipisnya kearah shani. ia mendekati shani lalu memberikannya segelas air berisikan teh hangat. shani tak meminumnya dan malah menatap ragu kearah wanita itu.

wanita itu hanya tertawa ringan saat melihat wajah shani yang nampak kebingungan.

"gaada racunnya nak." ucapnya

mendengarnya, meski perasaannya kini di hantui oleh rasa ketidakpercayaan,mau tidak mau ia harus menerimanya karna merasa kerongkongannya membutuhkan asupan mata air.

"kamu dari mana nak, dan kenapa bisa sampai seperti itu?" tanya wanita itu.

shani meraba bagian badannya yang kini sudah di lapisi oleh kain kasa. terlihat darah segar menembus kain itu.

Atma trangganaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang