Dalam cahaya senja yang lembut, Anjani mengantar Kaizer ke gerbang kerajaan yang megah. "Jangan lupa untuk kembali berkunjung, Kai. Apalagi, tak lama lagi aku akan melahirkan," ucap Anjani, senyumnya sehangat sinar matahari pagi.
"Tentu saja, aku akan menunggu surat darimu saat Anjani kecil sudah lahir," jawab Kaizer. Dia berjongkok sedikit dan mengelus perut Anjani dengan lembut. "Anjani kecil, jangan membuat ibumu kesusahan, ya. Ibumu sudah melewati banyak hal," bisik Kaizer dengan penuh kelembutan.
"Aku harus pergi sekarang, Anjani. Sampai jumpa lagi," pamit Kaizer. Dia kemudian menaiki kudanya dan perlahan meninggalkan kerajaan.
Anjani melambaikan tangannya, matanya kemudian tertuju pada perutnya. Dia mengelusnya dengan lembut, seolah berbicara pada bayi di dalam perutnya. "Seharusnya ayahmu yang mengatakan hal itu, padamu anakku," gumam Anjani dalam hati.
Saat Anjani berbalik, tiba-tiba dia melihat Sulo Lino berdiri di belakangnya. "Kamu mengejutkanku, Lino," ucap Anjani, tangannya berada di dada, mencoba meredakan detak jantungnya yang berpacu.
Mata Anjani membulat melihat wajah Sulo Lino yang penuh dengan luka. "Apa yang terjadi, Lino? Bagaimana kamu bisa terluka begitu parah?" ucap Anjani dengan nada khawatir. Dia mencoba menyentuh wajah Sulo Lino, namun dengan kasar, Lino menepis tangan Anjani.
Anjani meringis kesakitan sambil mengusap tangan yang ditampar. "Kamu sangat kasar, Lino."
"Aku tak sudi disentuh oleh orang yang menjijikkan seperti kau," ucap Sulo Lino dengan nada datar.
"Padahal suku kita sangat menjunjung tinggi adat siri na pecce, tapi kamu sama sekali tidak melakukan hal itu, Anjani. Kau bahkan terang-terangan membawa selingkuhanmu ke kerajaan CK. Sungguh memalukan," lanjut Lino sambil tertawa sinis.
Anjani mendongak, menatap Sulo Lino dengan tatapan tajam. "Kamu harusnya bercermin, Lino. Menurutku, cermin di kamarmu cukup besar," ucap Anjani dengan nada dingin. Dia kemudian meninggalkan Lino yang tampak marah, giginya mengeretak dan matanya memandang Anjani dengan penuh amarah.
Anjani kini tengah berbaring di atas kasur empuk miliknya, tubuhnya terbungkus hangat oleh selimut tebal berwarna pastel. Cahaya rembulan yang masuk melalui jendela menambah suasana kamar menjadi semakin tenang dan damai.
"Kita akan baik-baik saja, Anakku," bisik Anjani, tangannya dengan lembut mengelus perutnya yang semakin membesar.
Dia merasakan detak jantung kecil di dalam dirinya, sebuah bukti nyata kehidupan yang tumbuh dan berkembang. "Kita pasti akan melewati ini bersama-sama," lanjut Anjani, suaranya penuh dengan harapan dan kekuatan.
Dia kemudian menutup matanya perlahan, mencoba merasakan setiap detak jantung kecil yang berirama dengan detak jantungnya sendiri.
Dia merasakan rasa damai yang mendalam, sebuah kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dia tahu bahwa meski perjalanan yang akan dia dan bayinya lalui mungkin tidak mudah, tapi mereka akan selalu memiliki satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURNACANDRA (Bulan Purnama) END✓
Ficción históricaJika orang lain menganggap dunia ini sebagai surga, maka bagi saya, dunia ini adalah neraka. _________ Akilah Anastasya adalah seorang gadis berparas cantik yang selalu menjadi sasaran bully dan pelecehan di sekolahnya. Suatu hari, pacarnya menjualn...