37. Peperangan

35 21 14
                                    

Author pov's

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Author pov's

"SERANG!!"

Terdengar perintah Yara dengan nada yang penuh keberanian. Dia berdiri di puncak bukit, siluetnya terpahat dengan jelas oleh cahaya bulan yang memantul. Matanya yang tajam memandang ke bawah, ke medan perang yang luas, di mana para prajuritnya siap untuk menyerbu.

Dengan satu isyarat tangannya, pasukan bergerak seperti ombak badai, menerjang ke arah benteng kerajaan yang megah. Suara derap langkah kaki yang berirama, seperti drum perang, menggema di udara malam, menciptakan simfoni yang mengerikan namun mempesona.

Setiap prajurit berlari dengan keberanian dan tekad yang kuat, baju besi mereka berkilauan di bawah sinar bulan, membentuk gambaran yang menakjubkan dan menyeramkan sekaligus. Mereka adalah badai yang siap meluluhlantakkan segala yang berada di jalannya, dan kerajaan itu adalah target mereka.

Di sisi lain, Sulo Lino, pemimpin yang berwibawa dan berani, dengan sigap memobilisasi pertahanan mereka. Dia berdiri tegak di atas benteng, melihat pasukan yang mendekat dengan tatapan tajam dan penuh determinasi.

"Lawan mereka!" teriaknya dengan suara yang menggema melintasi benteng, memberi semangat pada prajuritnya. Kata-katanya seperti petir yang memecah keheningan malam, mengisi udara dengan ketegangan dan keberanian.

Lalu, dia menoleh ke Anjani, istrinya yang cantik dan kuat, yang berdiri di sampingnya dengan wajah penuh kekhawatiran. "Anjani, bawa anak kita ke penjara bawah tanah dan berlindung di sana!" perintah Lino dengan suara yang penuh kekhawatiran namun tetap tegas.

Namun, Anjani menggeleng dengan cepat, rambut hitam panjangnya berterbangan di angin malam. Matanya yang bercahaya menatap Lino dengan tekad yang kuat. "Tidak Lino! Aku akan selalu ada di dekatmu dan melindungi kerajaanku!!" tolaknya dengan suara yang penuh keyakinan.

Dia berdiri dengan gagah, bahu sejajar dengan Lino, menunjukkan bahwa dia bukan hanya seorang ibu dan istri, tetapi juga seorang pejuang. Dia siap untuk berjuang dan melindungi kerajaannya, sama seperti Lino.

"Paman, Jayantaka, tolong bawa anak-anak ke penjara bawah tanah dan lindungilah mereka," pinta Anjani dengan suara yang lembut namun penuh kekhawatiran. Dia menatap paman dan sepupunya bergantian, matanya penuh harapan dan kepercayaan.

Jayantaka, dengan rambut hitamnya yang berombak dan tatapan yang tajam, tampak ragu. "Tapi Anjani, bagaimana denganmu?" tanyanya, suaranya penuh kekhawatiran.

Anjani mendongak, matanya menatap Sulo Lino dan Kaizer bergantian. Dalam cahaya bulan, wajahnya tampak tenang dan penuh tekad. "Lino, prajurit kita tidak bisa melawan semua prajurit Yara dan di antara mereka sudah banyak yang tewas," ujarnya dengan suara yang penuh penyesalan.

"Lino, target mereka adalah kita berdua. Jadi, aku pikir mungkin lebih baik jika kita mengalihkan perhatian mereka dengan berlari ke hutan agar kerajaan ini tidak hancur," lanjut Anjani dengan suara yang tegas. Dia berbicara dengan logika dan strategi, menunjukkan keberaniannya dan kecerdasannya.

PURNACANDRA (Bulan Purnama) END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang