"Hati-hati, Am." Tangan Ansel begitu sigap menyodorkan wadah sebelum kristal perasaan marah langsung menyentuh tangan Am. "Walaupun kamu tidak bisa merasakan efeknya, kekuatannya bisa ikut ke masakanmu selanjutnya."
Am sedang oleng. Pasalnya, ini hari pertama haid di bulan ini dan entah sudah berapa banyak darah yang keluar. Padahal biasanya ia tidak lupa dengan standar operasional sederhana macam itu, tapi hari ini berdiri saja terasa limbung. Apalagi berpikir. Kepalanya konslet.
Tentu saja Ansel si paling peka di seantero Kota Harapan langsung menyadari. "Datang bulan hari pertama?"
Gadis yang tingginya bahkan tak mencapai bahu Ansel itu mengangguk lemas. Si lelaki langsung berdecak. "Kenapa tidak minta cuti haid ke Kak Aya?"
"Kukira aku masih kuat kerja ...." gumam Am lirih. Kebetulan Aya sedang tidak di sana. Hanya ada Am, Ansel, dan juru masak anyar yang menggantikan Felix sejak beberapa hari lalu. Gadis dengan rambut french bob hitam itu mengerjap. "Kok laci-lacinya berbayang, ya?"
"Kamu istirahat sana!" Ansel mendorong bahu mungil Am dengan tangan besarnya ke arah pintu dapur. "Kuat ke lantai dua? Atau perlu digendong?"
"Berlebihan sekali!" Am langsung protes. "Aku cuma kram perut, bukan sakit parah!"
Mendadak, Ansel menulikan diri. Pria blasteran dengan garis wajah Eropa yang cukup kentara itu tahu-tahu saja membopong Am dengan posisi princess carry. Tentu saja yang digendong mengamuk seketika, tapi tenaganya jeas kalah oleh manusia yang sebahunya saja Am tidak sampai.
"Nah, duduk." Tubuh mungil Am digeetakkan begitu saja. "Mau makan apa? Minum apa? Atau mau dimasakkan sesuatu?"
"Kau memperlakukan diriku macam orang sakit aja—aw." Nyeri yang menjalar di perut bagian bawah Am kian menjadi, membuat gadis itu meringis. Ansel berdecak, lantas mengeluarkan ponsel.
"Aku pesankan peppermint tea dan garlic bread ke Kafe Rahasia, ya. Nanti langsung jalur Felix atau Juan pesannya, biar akurat dan cepat. Kubuatkan tamagoyaki juga. Kesukaanmu semua kan itu?" Jemari Ansel mengetik sesuatu di ponselnya, lantas menatap Am lembut. "Ada lagi yang diperlukan?"
Am menggeleng lemah, perutnya tidak bisa diajak kompromi dan sakitnya mulai menyedot semua energi. Ansel melepas jaring kepala Am, lantas mengacak rambut si gadis. "Kalau ada apa-apa bilang lho, ya!"
Diperlakukan seperti itu membuat Am merona. Semakin ia mengenal Ansel, semakin ia sadar anak ini memang ada saja gebrakannya untuk mengungkapkan rasa cinta. Am menyukainya, tapi tidak mau mengakui secara terang.
Anak itu membenturkan dahinya ke dahi Ansel. "Kerja, Ansel." Mata bulan sabit Am menatap bola biru di mata Ansel. "Aku akan kembali segera seteah perut ini mereda dan makanan yang kamu belikan datang. Kamu jangan kelamaan di sini, nanti disemprot Kak Aya kalau dia sudah kembali!"
Ansel tertawa. "Iya, iya. Masih galak aja sih, Am." Lelaki itu bangkit. "Istirahat beneran, ya!"
Aneh rasanya melihat Ansel sebucin itu pada orang yang berstatus rival pada masanya, tapi selama tak ada permasalahan, momen-momen seperti ini memang seharusnya dilestarikan.
—
Tema: bikin cerita pedekate OC dgn crush pakai love language penulisnya
Can you guess?
Also, I use Am-Ansel because u kno lah Felix gamon 🥲
—
—
KAMU SEDANG MEMBACA
Tea Time Stories - Daily Writing Challenge NPC 2024
Short StorySelamat datang. Teh macam apa yang kamu inginkan? Coba kubuatkan, ya. Namun, tidak menjamin rasanya akan aman, karena ini bukan teh biasa ... ia2024.