Ela datang lagi ke Kafe Rahasia. Sudah tidak sekacau beberapa hari lalu, tapi anak itu masih menganggap pacarnya belum meninggal. Pesanannya pun masih untuk dua orang.
"Biarkan saja," ujar Felix ketika Juan bertanya apa yang sebaiknya mereka lakukan. "Nanti juga sadar-sadar sendiri."
Juan menghela napas. "Masalahnya, kadang-kadang dia masih histeris kala menyadari pacarnya sudah tiada. Itu kan mengganggu pelanggan lain."
Yah, Ela yang sedang histeris memang sulit ditangani, sih. Akan tetapi, Felix sudah tahu cara menanganinya—setidaknya, untuk saat ini. Saat ini, ia akan melakukan tindak preventifnya.
"Bonus lagi?" Gadis dengan rambut kepang dua itu bertanya saat Felix mengantarkan tiga cangkir teh. Yang ditanya tersenyum simpul, mengangguk. Ela malah menatap Felix penuh kewaspadaan. "Ini bukan karena kamu mau modus atau semacamnya, kan?"
"Nggak, lah!" Felix langsung membantah. "Kamu kan pelanggan setia. Wajar kami memberi bonus."
Cangkir pertama, yang langsung diraih oleh Ela, berisi ocha panas. Cangkir kedua, yang diperuntukkan pada pacarnya yang tak akan pernah datang, berisi earl grey tea. Keduanya tanpa bubuk perasaan. Yang dibubuhi setitik keajaiban adalah cangkir ketiga, chamomile tea dengan bubuk tentram yang baru dikirim dari Dapur Ajaib.
"Teh di sini tidak seenak kedai teh yang kita kunjungi waktu itu," keluh Ela. Yang dimaksud oleh gadis itu adalah kedai tersembunyi di balik warung bakso tempat mereka tak sengaja berpapasan. "Kamu atau temanmu tidak bisa meracik teh seperti mereka, ya?"
Felix berdecak. "Spesialisasiku pattisier, bukan tea sommelier."
Ela tertawa kecil. "Ya, kan sama-sama bisa memasak."
Dengkusan Felix urung demi melihat senyum yang jarang sekali terbit di wajah Ela. Sebetulnya, gadis berkulit pucat itu manis sekali ketika tersenyum. Andai ada racikan bubuk perasaan yang bisa membuat senyum itu muncul lebih sering ....
Oh.
"Ela, kamu suka kukis, tidak?" Felix mengangkat alis sebelah. "Lidah kamu kayaknya peka sama rasa-rasa. Aku mau minta tolong kamu jadi tester, dong."
Keraguan jelas tersirat, namun Ela tetap mengangguk. Felix pun kembali ke dapur dan mengambil setoples kue kacang stok jualan. Dibukanya rak penyimpanan bubuk perasaan dan diambilnya sejumput rasa bahagia. Perpaduan tentram dan bahagia seharusnya menimbulkan efek yang saling mendukung. Felix menaburkan bubuk kuning itu ke dalam toples, dan warna bubuk perasaan seketika melebur ke dalam kukis.
"Nggak ada alergi, kan?" Lelaki berambut pirang itu kembali beberapa saat kemudian, menyodorkan toples tersebut pada Ela. "Kue kacang dan chamomile itu perpaduan yang enak, lho. Cobain deh. Nggak kukasih gula juga tehnya, sesuai seleramu. Nggak akan giung."
Tangan Ela mencomot kukis yang Felix serahkan. Biasanya, butuh waktu beberapa menit sebelum bubuk perasaan mulai bekerja, tergantung orangnya.
Senyum mengembang di wajah Ela. "Enak banget. Ini mau dijual berapa?"
Mulai bekerja efeknya!
"Toples pertama gratis kalau buat kamu, mah." Felix nyengir. Dia tidak bohong. Nanti akan ia minta Juan potong gaji atau mengusahakan lebih banyak stok kristal perasaan dari Dapur Ajaib. Entah mengapa, ia ingin melihat senyum Ela lebih lama lagi. "Coba sambil minum teh chamomile-nya."
Ela menurut. Gadis itu perlahan menyesap minuman yang Felix buatkan.
"Rasanya ingin membagi kue ini ke pacarku juga ...." Jeda sejenak. Raut bahagia memudar. Ela memandang tiga cangkir teh di hadapannya. "Ah, lagi-lagi aku lupa kalau dia sudah meninggal, ya, Lix?"
Ah, ternyata bubuk perasaan pun tidak mampu menghapus duka sepenuhnya kali ini.
—Tema: pilih 1/6 genre gacha. I pick fantasy from my gacha result.
Gacha-ku rada wangy alhamdulillah XD tapi entah kenapa malah mbelok ke romance ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Tea Time Stories - Daily Writing Challenge NPC 2024
Short StorySelamat datang. Teh macam apa yang kamu inginkan? Coba kubuatkan, ya. Namun, tidak menjamin rasanya akan aman, karena ini bukan teh biasa ... ia2024.