Bab 9 - Senile Instructions

216 12 4
                                    

Sheila dan Agung terus menjalani petualangan bersama, berharap bisa menemukan jawaban atas semua misteri yang mengelilingi kehidupan Sheila. Salah satu misteri terbesar yang masih menggantung adalah tentang tempat kelahirannya. Dalam diary ibunya, Sheila menemukan foto rumah sakit di mana dia dilahirkan. Ibu Sheila mencatat bahwa seorang dokter yang merupakan teman dekat Mas BC menunggu kelahirannya. Dengan harapan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka, Sheila dan Agung memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut tentang dokter tersebut.

"Mungkin kita bisa mencari tahu tentang dokter obgyn yang merawat ibumu," saran Agung saat mereka duduk bersama di apartemen Sheila, memegang foto rumah sakit yang terdapat dalam diary ibunya.

Sheila mengangguk setuju, wajahnya penuh dengan harapan. "Ya, itu mungkin bisa menjadi petunjuk yang berguna untuk menemukan jawaban yang kita cari," ucapnya dengan suara penuh semangat.

Dengan bantuan teknologi modern, mereka mulai mencari informasi tentang dokter obgyn yang bertugas di rumah sakit pada waktu itu. Setelah beberapa penelitian, mereka menemukan bahwa dokter tersebut masih hidup dan tinggal di kampung halamannya di Sukabumi.

"Dia masih ada!" seru Sheila, kegembiraan menyelip di antara nada suaranya. "Ayo, kita pergi ke Sukabumi dan mencarinya!"

Agung setuju dengan senyum. "Tentu, kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan jawaban."

Perjalanan ke Sukabumi tidaklah mudah, tetapi mereka berdua bersikeras untuk melanjutkannya demi mendapatkan jawaban yang mereka cari. Setelah perjalanan yang panjang, mereka tiba di kampung halaman dokter obgyn tersebut. Mereka bertanya-tanya apakah dokter tersebut masih memiliki ingatan yang cukup kuat untuk mengingat peristiwa yang terjadi bertahun-tahun yang lalu.

Mereka menemui rumah kecil di pinggiran kota tempat tinggal dokter tersebut. Dengan hati yang berdebar, mereka mengetuk pintu dan menunggu dengan harapan. Seorang pria berusia lanjut membuka pintu, wajahnya yang penuh keriput menunjukkan tanda-tanda usia yang sudah lanjut.

"Maaf, apakah Anda Dokter Soegianto?" tanya Agung dengan lembut.

Pria tersebut mengangguk perlahan. "Ya, itu saya," jawabnya dengan suara lemah.

Sheila dan Agung menatap dokter Soegianto dengan harapan besar, meminta bantuannya untuk mengungkap misteri yang mengelilingi kehidupan Sheila. Namun, saat melihat keadaan dokter yang renta dan pikun, harapan mereka hancur berantakan.

Dokter itu, dengan mata yang buram dan wajah yang penuh dengan keriput, menatap Sheila dan Agung dengan pandangan kosong. Dia mencoba untuk mengingat, menggali memori-memori yang terpendam di dalam ingatannya yang semakin pudar.

Namun, usahanya sia-sia. Dia menggelengkan kepala dengan sedih. "Maafkan saya, saya sudah terlalu tua untuk mengingat banyak hal. Saya tidak bisa membantu kalian," ujarnya dengan suara yang gemetar.

Sheila merasa dunianya runtuh di hadapannya. Dia merasa seolah-olah tidak ada lagi harapan bagi dia untuk menemukan jawaban yang dia cari selama ini. Air mata mulai mengalir di pipinya, mencerminkan kekecewaan dan putus asanya.

Agung merasakan rasa sakit yang mendalam dalam hatinya saat melihat Sheila terpuruk seperti itu. Dia ingin sekali bisa menghapus semua penderitaan dan kekecewaan yang dialami Sheila, tetapi dia merasa tidak berdaya di hadapan situasi ini.

"Dokter, terima kasih atas waktu dan usahanya," ucap Agung dengan suara rendah, mencoba untuk tetap bersikap sopan meskipun hatinya hancur.

Dokter itu mengangguk dengan lemah, menatap mereka dengan simpati. "Semoga kalian berdua bisa menemukan jawaban yang kalian cari," ujarnya dengan suara yang lemah.

Setelah meninggalkan rumah dokter, Sheila dan Agung berjalan dengan hati yang berat dan langkah yang lambat. Mereka merasa seperti terombang-ambing di lautan keputusasaan, tidak tahu ke mana harus melangkah selanjutnya.

Sheila merasa putus asa, tidak bisa menahan air mata yang terus mengalir di pipinya. "Aku merasa seperti tidak ada gunanya lagi mencari jawaban," desisnya dengan suara serak.

Agung menatapnya dengan penuh empati, merangkulnya dengan erat. "Kita tidak boleh menyerah, Sheila. Kita akan menemukan cara untuk mengatasi semua ini, bersama-sama," ujarnya dengan tekad yang kuat.

Meskipun hati mereka penuh dengan kekecewaan dan putus asa, Sheila dan Agung tahu bahwa mereka harus tetap berjuang. Mereka tidak boleh menyerah pada rasa putus asa, karena mereka tahu bahwa di balik awan kelam, matahari akan bersinar lagi suatu hari nanti.

Agung mencoba menghiburnya, menekankan bahwa mereka telah melakukan segala yang mereka bisa. "Kita mungkin tidak mendapatkan jawaban dari dokter ini, tetapi itu tidak berarti bahwa petualangan kita berakhir di sini," ujarnya dengan penuh semangat.

Sheila mengangguk, mencoba menguatkan hatinya sendiri. "Kamu benar, Agung. Kita harus terus maju dan mencari jawaban di tempat lain."

Agung mengusulkan untuk menjelajahi sekitar Sukabumi untuk menghilangkan sedikit kekecewaan Sheila. "Mungkin kita bisa menjelajahi kebun teh di sekitar sini. Siapa tahu, kita bisa menemukan keindahan yang akan menghibur hatimu," kata Agung dengan senyum.

Sheila setuju, merasa bahwa menghabiskan waktu di alam terbuka mungkin bisa membantunya merasa lebih baik. Mereka berdua meninggalkan rumah dokter dengan harapan baru di hati mereka.

Mereka tiba di kebun teh yang luas dan hijau, dan segera mereka merasa seperti terhubung kembali dengan alam. Mereka berjalan-jalan di antara barisan pohon teh yang tinggi, menikmati angin sepoi-sepoi dan pemandangan yang menakjubkan di sekitar mereka.

Sheila merasakan hatinya menjadi lebih ringan saat dia memandang sekeliling. "Terima kasih, Kak Agung. Tempat ini benar-benar menakjubkan," ucapnya dengan senyum.

Agung tersenyum, merasa senang bisa menghibur Sheila. "Tidak perlu berterima kasih, Sheila. Aku senang bisa membuatmu merasa lebih baik," ujarnya dengan tulus.

Mereka berdua duduk di bawah pohon teh yang rimbun, menikmati kedamaian dan keindahan di sekitar mereka. Sheila merasa lega bisa melupakan sejenak kekecewaannya dan hanya menikmati momen yang indah bersama Agung.

Namun, ketika matahari mulai terbenam di ufuk barat, Sheila merasa sedikit cemas. "Aku harap kita bisa menemukan jawaban atas misteri hidupku," ucapnya dengan suara lembut.

Agung menyentuh bahunya dengan lembut. "Kita akan menemukan jawabannya, Sheila. Kita hanya perlu terus maju dan tetap percaya bahwa segalanya akan menjadi jelas suatu hari nanti."

Sheila tersenyum, merasa didukung oleh kehadiran dan dukungan Agung. Mereka berdua tahu bahwa petualangan mereka belum berakhir, tetapi mereka siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang bersama-sama. Dengan hati yang ringan dan semangat yang kuat, mereka melangkah maju, tidak pernah kehilangan harapan bahwa suatu hari nanti, mereka akan menemukan jawaban yang mereka cari.

Luc(k)ursed Sheila [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang