Bab 10 - Continue to Reveal the Veil

215 12 4
                                    

Setelah kekecewaan yang mendalam dari pertemuan dengan Dokter Soegianto, Sheila dan Agung tidak menyerah dalam pencarian mereka. Mereka terus mencari jawaban atas misteri yang mengelilingi kehidupan Sheila, dan satu-satunya petunjuk yang mereka miliki adalah foto rumah sakit di mana Sheila dilahirkan. Dengan tekad yang kuat, mereka berdua memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut tentang teman ibu Sheila yang disebutkan dalam diary.

"Mungkin kita bisa mencoba mencari informasi tentang Bu Yuli, teman ibumu, di media sosial," saran Agung ketika mereka duduk di apartemen Sheila, sementara dia menggenggam ponselnya.

Sheila mengangguk setuju, wajahnya penuh dengan harapan. "Ya, itu bisa menjadi ide yang bagus. Mari kita coba."

Mereka mulai menyelusuri Instagram dengan harapan menemukan informasi yang berguna. Setelah beberapa saat, mereka menemukan akun seorang wanita bernama Yuli, yang sepertinya merupakan teman ibu Sheila. Sheila menemukan bahwa anak Yuli telah mengunggah foto ibunya yang sangat mirip dengan foto yang ada di diary ibunya.

"Tampaknya kita menemukan sesuatu," ucap Agung, matanya bersinar-sinar dengan antusiasme.

Sheila mengirimkan pesan langsung kepada anak Yuli, meminta bantuan untuk bertemu dan berbicara dengan ibunya. Setelah beberapa pertukaran pesan, mereka mengatur pertemuan di Yogyakarta, tempat tinggal Yuli dan keluarganya.

Agung mengusulkan agar mereka pergi dengan mobil, sehingga mereka bisa memiliki waktu yang lebih fleksibel dan berkesempatan untuk berbicara satu sama lain selama perjalanan. Sheila setuju, dan mereka berdua memulai perjalanan panjang menuju Yogyakarta.

Di perjalanan, Sheila dan Agung berbagi cerita tentang keluarga mereka masing-masing. Sheila merasa terenyuh mendengar tentang keluarga Agung yang penuh kasih, sementara Agung merasa senang bisa membagikan cerita-cerita masa kecilnya dengan Sheila.

"Dia selalu menjadi panutan bagiku," ucap Agung dengan senyum, ketika dia menceritakan tentang ayahnya yang gigih dan ibunya yang penyayang.

Sheila merasa terinspirasi oleh kekuatan dan keteguhan keluarga Agung. "Keluargamu sepertinya menyenangkan," ucapnya dengan penuh penghargaan.

Mereka melanjutkan perjalanan mereka sambil terus berbagi cerita dan tertawa bersama, menemukan koneksi yang semakin dalam satu sama lain. Namun, dalam keceriaan mereka, bayangan ketidakpastian masih menggelayuti pikiran mereka. Mereka tidak tahu apa yang akan mereka temui di Yogyakarta, atau apakah pertemuan dengan Yuli akan membawa mereka lebih dekat ke jawaban yang mereka cari.

Setelah perjalanan yang panjang, mereka tiba di Yogyakarta menjelang tengah malam. Agung mengatur akomodasi di sebuah hotel, dan Sheila merasa lega bisa istirahat setelah perjalanan yang melelahkan.

Agung meminta kamar yang terhubung agar dia bisa mengawasi Sheila dengan lebih baik. "Aku akan memastikan bahwa kamu aman," ucapnya dengan penuh perhatian.

Tengah malam, di dalam kamar hotel yang tenang, Sheila tiba-tiba terbangun dari tidurnya dengan teriakan keras. Dia terguncang oleh mimpi buruk yang menghantuinya, merasa terjebak dalam gelombang ketakutan dan kecemasan yang tak terkendali.

Agung segera bangun dari tempat tidurnya, terkejut dengan teriakan Sheila. Dia mendekatinya dengan cepat, mencoba menenangkannya. "Sheila, apa yang terjadi? Apakah kamu baik-baik saja?"

Sheila menangis, gemetar di bawah cakar ketakutan yang masih memegangnya erat. Agung meraihnya dengan lembut, memeluknya dengan penuh kasih. "Tenanglah, aku di sini. Kamu aman," bisiknya dengan lembut, mencoba meredakan kecemasan Sheila.

Setelah beberapa saat, Sheila mulai tenang. Dia merasa malu dengan reaksi emosionalnya dan mencoba menenangkan dirinya sendiri. Namun, ketika Agung bertanya tentang apa yang membuatnya takut, Sheila menolak untuk berbagi.

"Kak Agung tidak perlu khawatir. Itu hanya mimpi buruk biasa," ucapnya dengan suara serak, mencoba menyembunyikan ketakutannya.

Agung merasa bahwa ada sesuatu yang Sheila sembunyikan, tetapi dia memilih untuk tidak mendorongnya. Dia hanya ingin membuat Sheila merasa aman dan nyaman, tanpa memaksa dia untuk berbagi lebih dari yang dia mau.

Sheila dan Agung menghabiskan sisa malam itu dalam ketenangan yang terganggu oleh kegelisahan dan ketidakpastian. Meskipun mereka berdua berusaha kembali tidur, tetapi bayangan mimpi buruk yang masih menghantui Sheila membuatnya sulit untuk mengatasi rasa cemasnya. Agung, meskipun mencoba memberikan dukungan dan kenyamanan, juga merasa cemas dengan apa yang mungkin telah mengganggu Sheila.

Di dalam kamar yang remang-remang, suasana hening terasa berat di antara mereka. Sheila berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri, berulang kali mengingatkan dirinya bahwa itu hanya mimpi dan tidak lebih dari itu. Namun, setiap kali dia hampir terlelap, bayangan-bayangan ketakutan itu kembali menghantui pikirannya.

Agung, yang tidak bisa diam melihat Sheila menderita, mencoba menenangkan hatinya yang gelisah. "Sheila, aku di sini untukmu. Jika ada yang ingin kamu ceritakan atau jika kamu butuh dukungan, aku di sini," ucapnya dengan lembut, tangannya mengusap-usap punggung Sheila dengan lembut.

Sheila merasa tersentuh oleh kehangatan dan perhatian Agung, tetapi dia masih merasa terikat oleh rasa malu dan ketakutan akan mimpi buruknya. "Terima kasih, Kak Agung. Aku menghargainya," jawabnya pelan, dengan suara yang terisak.

Keduanya berdua kemudian memutuskan untuk hanya duduk bersama di dalam keheningan, saling merangkul satu sama lain dalam ketenangan yang damai. Agung mengusap punggung Sheila dengan lembut, memberinya rasa kenyamanan yang sangat dia butuhkan dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian.

Setelah beberapa saat, Sheila merasa lebih tenang dan nyaman karena Agung. Dia merasa bersyukur memiliki seseorang seperti Agung di sisinya, seseorang yang selalu ada untuknya dalam saat-saat sulit seperti ini.

Mereka berdua kemudian memutuskan untuk mencoba tidur lagi, dengan harapan bahwa malam yang baru akan membawa kedamaian dan ketenangan bagi mereka berdua. Meskipun masih ada ketidakpastian dan rasa takut yang mengganggu pikiran mereka, tetapi mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapinya. Dengan saling merangkul satu sama lain, mereka memasuki dunia mimpi dengan hati yang lebih tenang dan pikiran yang lebih damai.

Luc(k)ursed Sheila [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang