Sheila merasa berat hati setelah mengalami malam yang tegang dengan Agung di apartemennya. Meskipun situasi akhirnya teratasi, dia masih merasa terganggu dengan ketidaknyamanan yang dia alami. Namun, takdir memiliki cara yang aneh untuk menghadirkan perspektif baru dalam hidup seseorang.
Beberapa hari setelah kejadian di apartemen, Sheila bertemu dengan salah satu temannya dari masa sekolah menengah. Temannya itu ternyata adalah salah satu korban kecelakaan parah yang melibatkannya. Dalam kecelakaan itu, temannya mengalami hipotermia parah yang menyebabkan dia kehilangan satu jemari.
Sheila merasa terkejut dan sedih melihat temannya yang dulu begitu aktif dan bersemangat harus mengalami penderitaan yang begitu besar. Melihat kondisi temannya membuat Sheila merenung tentang hidup dan betapa rapuhnya manusia di hadapan takdir.
Dalam percakapan mereka, Sheila mencoba menunjukkan rasa bersalahnya atas apa yang terjadi pada temannya. "Maafkan aku, aku merasa sangat bersalah atas kecelakaan yang menimpa kamu," ucapnya dengan suara yang penuh penyesalan.
Namun, temannya menanggapinya dengan sikap yang luar biasa. "Tidak, Sheila, kamu tidak bisa menyalahkan dirimu sendiri untuk ini. Itu adalah kecelakaan, dan itu bukanlah salah siapa pun. Aku tidak pernah merasa kamu salah," kata temannya dengan lembut.
Sheila merasa lega mendengar kata-kata itu, tetapi dia juga merasa tergerak oleh keberanian dan keteguhan hati temannya. Meskipun mengalami penderitaan yang begitu besar, temannya itu masih bisa memaafkan dan berdamai dengan nasibnya.
Kembali ke rumahnya, perasaan Sheila terasa lebih ringan. Dia merasa terinspirasi oleh kekuatan dan keteguhan hati temannya. Sheila merasa bersyukur atas kehidupannya dan bertekad untuk memanfaatkannya sebaik mungkin.
Keesokan harinya, Agung mengajak Sheila keluar untuk minum kopi. Mereka duduk di salah satu kedai kopi favorit mereka, menikmati aroma kopi yang harum dan suasana yang tenang.
Saat mereka duduk bersama, Agung tiba-tiba bertemu dengan salah satu temannya. Agung agak kikuk saat mengenalkan Sheila pada temannya itu, namun Sheila menyambutnya dengan senyum hangat.
"Senang bertemu denganmu," sapa teman Agung itu ramah.
Sheila tersenyum sopan. "Senang bertemu denganmu juga," jawabnya dengan lembut.
Teman Agung itu kemudian mulai bercerita tentang perusahaan startup yang baru saja didirikannya. Dia bersemangat menceritakan visi dan misi perusahaannya, serta inovasi-inovasi yang mereka kembangkan.
Namun, dalam pembicaraannya, teman Agung itu mulai meledek Agung dengan cara yang tak sengaja. Dia menyebutkan beberapa kejadian lucu yang melibatkan Agung di masa lalu, membuat Agung merasa sedikit tidak nyaman.
Sheila melihat ekspresi Agung yang sedikit canggung dan berusaha membantu. "Tampaknya kamu memiliki teman yang sangat lucu, Agung. Ini menyenangkan bisa mendengar ceritanya," ujarnya dengan senyum hangat.
Agung tersenyum lega mendengar dukungan Sheila. Meskipun merasa agak malu dengan pembicaraan temannya, dia juga merasa bersyukur memiliki seseorang seperti Sheila di sisinya yang selalu mendukungnya.
Setelah pertemuan itu, Sheila merasa semakin dekat dengan Agung. Mereka berdua tertawa dan berbagi cerita tentang kehidupan mereka, merasakan kehangatan dan keakraban dalam kebersamaan mereka.
Namun, di balik keceriaan mereka, Sheila merasa ada sesuatu yang harus dia selesaikan. Dia merasa bahwa dia harus berdamai dengan masa lalunya dan mengatasi rasa bersalah yang masih menghantuinya.
Setelah banyak pertimbangan, Sheila memutuskan untuk mengunjungi temannya yang kehilangan jemari karena kecelakaan. Dia ingin meminta maaf secara langsung atas perasaannya yang bimbang dan meminta restu darinya untuk melanjutkan hidupnya dengan tenang.
Ketika dia bertemu dengan temannya, Sheila dengan tulus mengungkapkan rasa penyesalannya. "Maafkan aku atas segala rasa bersalahku, teman. Aku ingin memperbaiki kesalahanku dan berdamai dengan masa laluku," ucapnya dengan suara penuh kerendahan hati.
Teman Sheila mengangguk dengan hangat. "Tidak ada yang perlu dimaafkan, Sheila. Kita semua memiliki masa lalu yang sulit, tetapi yang penting adalah bagaimana kita belajar darinya dan melangkah maju. Aku tidak punya dendam padamu, dan aku hanya ingin kamu bahagia," jawabnya dengan tulus.
Sheila merasa lega mendengar kata-kata itu, dan dia juga merasa terinspirasi oleh kekuatan dan kedewasaan temannya. Dia tahu bahwa dia bisa belajar dari pengalaman masa lalunya dan menggunakan pengalaman itu untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.
Setelah Sheila bertemu dengan temannya dan berhasil mendamaikan diri dengan masa lalunya, dia merasa beban berat telah terangkat dari pundaknya. Rasanya seperti dia telah menemukan kedamaian dalam dirinya sendiri, dan dia siap melangkah maju tanpa beban yang membebani pikirannya.
Ketika dia kembali ke rumah, Agung melihat perubahan dalam dirinya. Dia merasa Sheila lebih tenang dan damai, dan itu membuatnya bahagia. Agung merasa bangga melihat bagaimana Sheila berani menghadapi masa lalunya dan tumbuh dari pengalamannya.
Agung memutuskan untuk mengajak Sheila keluar untuk minum kopi, seperti yang mereka lakukan sebelumnya. Mereka duduk di kedai kopi favorit mereka, menikmati minuman mereka sambil menikmati suasana yang tenang.
Saat mereka duduk bersama, Agung merasa ingin mengungkapkan perasaannya kepada Sheila. Namun, dia juga merasa ragu dan khawatir. Dia tidak ingin merusak hubungan persahabatan mereka yang sudah begitu baik.
Namun, Agung tahu bahwa dia harus berani mengambil langkah itu. Dia tidak bisa terus menyimpan perasaannya sendiri dan berharap bahwa Sheila akan membacanya. Dia harus mengungkapkan perasaannya dengan jujur dan terbuka.
Dengan hati yang berdebar-debar, Agung memandang Sheila dengan penuh keyakinan. "Sheila, ada yang ingin aku katakan padamu," ucapnya dengan suara yang bergetar sedikit.
Sheila mengangkat kepalanya, matanya bertemu dengan mata Agung yang penuh dengan keberanian. "Apa yang ingin kamu katakan, Agung?" tanya Sheila dengan lembut.
Agung menelan ludah, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya. "Sheila, aku ... aku merasa..." Dia terdiam sejenak, menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. "Aku merasa sangat beruntung memiliki seseorang sepertimu dalam hidupku."
Tanpa ragu, Sheila tersenyum dan mencerna kata-kata Agung dengan penuh kebahagiaan. "Agung, aku juga merasa hal yang sama. Aku merasa sangat beruntung memiliki seseorang sepertimu dalam hidupku.," jawabnya dengan suara yang penuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luc(k)ursed Sheila [Completed]
RomanceTerkadang bertahan hidup tidak terasa beruntung. Terutama ketika Anda satu-satunya yang selamat... Enam belas tahun yang lalu. Pada usia tujuh tahun, Sheila selamat dari rubuhnya sebuah hotel mewah yang menewaskan ratusan orang-termasuk ibunya. Keti...