Sheila merasakan getaran teleponnya di dalam saku jaketnya, menyadarkannya dari lamunan yang mendalam. Dengan hati yang berdebar, dia mengeluarkan ponselnya dan melihat panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Tanpa ragu, dia menjawab.
"Ya, halo?" suaranya gemetar, mencerminkan kecemasan yang menyelimuti pikirannya.
"Apakah ini Sheila?" suara lembut seorang wanita terdengar di seberang sambungan.
Sheila mengangguk meskipun dia tahu bahwa si penelepon tidak bisa melihat gerakannya. "Iya, aku Sheila. Siapa ini?"
"Aku Alia, adik Kak Agung," jawab wanita di seberang telepon. "Aku tahu kamu pasti sedang khawatir tentang kakakku. Dia mengalami kecelakaan dan sekarang dia di rumah sakit."
Mendengar kabar itu, Sheila merasa dunianya berputar. Nafasnya terhenti sejenak saat kebenaran menyerangnya. "Oh tidak, bagaimana dia sekarang?" tanyanya dengan suara yang hampir tercekik.
"Kondisinya cukup serius, tapi dokter mengatakan dia akan baik-baik saja. Dia sedang dalam perawatan medis sekarang," jelas Alia dengan suara yang penuh dengan kekhawatiran.
Sheila merasa lega mendengar bahwa Agung sedang dalam perawatan medis. Namun, kecemasannya belum sepenuhnya hilang. "Di mana dia sekarang? Aku harus pergi ke sana," ujarnya dengan cepat.
Alia memberikan alamat rumah sakit dan nomor ruang tempat Agung dirawat. "Aku akan menunggu di sana," ucapnya dengan lembut sebelum menutup panggilan.
Tanpa ragu lagi, Sheila bergegas meninggalkan tempatnya dan menuju rumah sakit. Pikirannya dipenuhi oleh kekhawatiran untuk Agung saat dia melangkah dengan cepat melewati lorong-lorong yang sepi.
Ketika dia tiba di rumah sakit, dia merasa hatinya berdebar-debar. Dia berjalan dengan cepat menuju ruang perawatan yang telah Alia tunjukkan padanya, berharap untuk melihat Agung dan memastikan bahwa dia dalam keadaan baik-baik saja.
Namun, ketika dia memasuki ruangan, dia terkejut melihat Alia berdiri di sana, menatapnya dengan ekspresi yang penuh kekhawatiran. Ini pertemuan pertama mereka, dan Sheila merasa tidak nyaman dengan keadaan yang tidak pasti.
"Sheila, aku senang kamu datang," ucap Alia dengan suara yang lembut.
Sheila tersenyum lemah, merasa lega melihat wajah yang akrab di antara kerumunan orang-orang yang sibuk di rumah sakit. "Terima kasih, Kak Alia. Bagaimana keadaan Kak Agung?" tanyanya dengan suara yang penuh dengan kekhawatiran.
Alia menarik Sheila ke sudut ruangan yang lebih tenang, membiarkan mereka berdua bercakap-cakap tanpa gangguan dari orang lain. "Kak Agung sedang dalam perawatan medis sekarang. Dia mengalami banyak cedera serius, tapi dokter mengatakan dia akan baik-baik saja," jelasnya dengan lembut.
Sheila merasa lega mendengar berita bahwa Agung dalam perawatan medis dan akan pulih. Namun, kecemasannya belum sepenuhnya hilang. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya dengan mata yang penuh dengan ketidakpastian.
Alia menghela nafas, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Dia mengalami kecelakaan mobil. Mobilnya ditabrak oleh mobil lain di persimpangan yang sibuk," jawabnya dengan nada yang lembut.
Sheila merasa terguncang mendengar keterangan Alia tentang kecelakaan itu. Pikirannya langsung terbayang oleh gambaran kecelakaan mengerikan yang mungkin dialami Agung. "Oh tidak, aku selalu berakhir tidak tahu apa yang harus kulakukan," gumamnya dalam hati.
Alia menyadari kebingungan Sheila dan mencoba memberinya sedikit dukungan. "Sheila, Kak Agung sering menceritakan tentangmu, tentang betapa pentingnya kamu baginya. Dia sangat khawatir padamu," ujarnya dengan suara yang penuh dengan empati.
Sheila merasa hatinya hangat mendengar kata-kata Alia. Dia tidak pernah tahu betapa dalamnya perasaan Agung padanya. "Dia ... dia sering berbicara tentangku?" tanyanya dengan suara yang hampir tidak percaya.
Alia mengangguk, senyum lembut terukir di wajahnya. "Ya, dia selalu mengatakan betapa beruntungnya dia memiliki seseorang seperti kamu di hidupnya. Dia benar-benar peduli padamu, Sheila."
Sheila merasa air mata mengaburkan penglihatannya. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Agung begitu peduli dan khawatir padanya. Rasanya seperti beban yang besar telah terangkat dari hatinya, menyerupai rasa cinta yang mendalam.
Namun, di balik kebahagiaan itu, Sheila merasa hatinya dipenuhi oleh rasa takut dan kecemasan. "Aku takut, Kak Alia. Aku takut kehilangan Kak Agung. Semua orang yang aku cintai selalu terluka," bisiknya dengan suara yang penuh dengan rasa sedih.
Alia merangkul Sheila dengan lembut, mencoba memberinya sedikit kenyamanan dan dukungan. "Kamu tidak sendirian, Sheila. Kita akan melalui ini bersama-sama," ujarnya dengan suara yang penuh dengan keyakinan.
Sheila merasa hangat oleh kehadiran Alia di sisinya. Dia merasa bersyukur memiliki seseorang seperti Alia yang peduli padanya dalam saat-saat sulit seperti ini. Dan meskipun masa depan masih penuh dengan ketidakpastian, dia tahu bahwa dia tidak akan pernah sendirian dalam menghadapi tantangan yang menunggu di depan.
Dengan hati yang berat, Sheila akhirnya melepaskan pelukan Alia dan mengarahkan langkahnya menuju ruang perawatan tempat Agung berada. Dia merasa perasaan takut dan kecemasan memenuhi setiap serat tubuhnya saat dia memasuki ruangan itu, tidak tahu apa yang menunggunya di sana.
Sheila memasuki ruang perawatan dengan hati yang berdebar-debar, merasa tegang dan cemas tentang apa yang mungkin dia lihat. Namun, ketika matanya menatap sosok Agung yang terbaring di tempat tidur rumah sakit, dia merasa hatinya hancur.
Agung terbaring di tempat tidur, tubuhnya dipenuhi dengan berbagai perangkat medis yang terhubung padanya. Wajahnya pucat dan terlihat lemah, jauh dari gambaran pria tangguh yang biasanya dia kenal. Sheila merasa air mata membanjiri matanya saat dia melihat keadaan Agung yang sedemikian rapuh.
Dia menghampiri tempat tidur Agung dengan langkah gemetar, tangannya gemetar saat dia meraih jemarinya yang pucat. "Kak Agung, ini aku," bisiknya dengan suara yang penuh dengan rasa sedih dan kekhawatiran.
Namun, tidak ada jawaban dari Agung. Dia terus terlelap dalam tidurnya, tanpa menunjukkan tanda-tanda kesadaran. Sheila merasa hatinya terasa hancur melihat keadaan Agung yang sedemikian rapuh, dan dia merasa tidak kuat untuk menghadapinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luc(k)ursed Sheila [Completed]
RomanceTerkadang bertahan hidup tidak terasa beruntung. Terutama ketika Anda satu-satunya yang selamat... Enam belas tahun yang lalu. Pada usia tujuh tahun, Sheila selamat dari rubuhnya sebuah hotel mewah yang menewaskan ratusan orang-termasuk ibunya. Keti...