Sepuluh hari telah berlalu sejak Sheila pergi, meninggalkan Agung dengan kekosongan yang tak terisi dan kekhawatiran yang menggerogoti hatinya. Setiap detiknya terasa seperti abad yang lalu, terisi oleh ketidakpastian dan rasa kehilangan yang tak terungkapkan. Meskipun Agung berusaha kembali ke rutinitasnya yang normal dengan pergi ke kantor dan pulang ke rumah, kegelisahannya terhadap nasib Sheila terus menghantuinya.
Tiap hari, Agung mencoba menghubungi Sheila, berharap mendengar suaranya atau mendapatkan jawaban atas pesan-pesan yang telah dia kirimkan. Namun, panggilannya hanya dijawab oleh pesan suara yang datar atau tidak ada jawaban sama sekali, meninggalkannya dalam keadaan yang semakin penuh kecemasan dan ketidakpastian. Setiap kali ponselnya berdering, hatinya berdebar-debar dalam harapan palsu, hanya untuk dihancurkan lagi oleh kekecewaan.
Dalam upayanya untuk mencari jawaban, Agung berkunjung ke apartemen Sheila setiap hari. Dia berharap akan menemukan jejak Sheila di sana, mungkin sebuah pesan atau petunjuk tentang keberadaannya. Namun, setiap kunjungannya hanya menemui kekosongan dan kehampaan yang melengkung di dalam apartemen itu, mengingatkannya pada kepergian Sheila dan meninggalkannya dalam kebingungan yang semakin mendalam.
Waktu terus berlalu, dan dua puluh hari telah berlalu tanpa kabar dari Sheila. Agung masih setia menunggu di depan apartemen itu, memelihara harapan yang semakin pudar dengan setiap hari yang berlalu. Baginya, setiap detik yang berlalu tanpa Sheila terasa seperti sebuah siksaan yang tak tertahankan, memaksa dia untuk mempertanyakan apa yang mungkin terjadi padanya.
Dalam kegelisahannya yang semakin meningkat, Agung merasa terjebak dalam siklus tanpa akhir dari kekhawatiran dan kecemasan. Pikirannya terus melayang kepada Sheila, mencoba memahami alasan di balik kepergiannya dan memikirkan apa yang mungkin telah terjadi padanya. Setiap mimpi malamnya dihantui oleh gambaran-gambaran yang menakutkan tentang keadaan Sheila, meninggalkannya terjaga dalam kegelapan yang menyelimuti pikirannya.
Namun, di tengah semua kekhawatiran dan ketidakpastian itu, satu hal yang tetap menghantui Agung adalah rasa penyesalan. Dia merasa seperti ada banyak hal yang bisa dia lakukan untuk mencegah Sheila pergi, banyak kata yang bisa dia ucapkan untuk membuatnya tinggal. Tetapi sekarang, semua itu hanya menjadi daftar panjang dari kesalahan yang telah dia buat, membebani hatinya dengan beban yang tak tertahankan.
Dengan setiap hari yang berlalu, keinginannya untuk menemukan Sheila semakin kuat. Dia berharap bahwa suatu hari nanti, dia akan melihat wajahnya lagi, mendengar suaranya lagi, dan memeluknya lagi. Dan meskipun kegelapan masih menyelimuti jalan di depannya, Agung bertekad untuk tetap setia menunggu, karena cinta sejati tidak pernah pudar, bahkan di tengah badai yang paling gelap sekalipun.
Saat itu, suasana sekitar apartemen terasa hening dan sunyi. Agung duduk di tangga depan apartemen, memandang pintu masuk dengan harapan yang masih membara dalam hatinya. Dia merenungkan semua momen indah yang telah mereka lewati bersama, dan setiap detik yang dilewatinya tanpa kehadiran Sheila terasa seperti siksaan.
Tiba-tiba, suara langkah kaki yang dikenalnya memecah keheningan. Agung menoleh, dan rasa lega yang tak terhingga menyelimuti hatinya saat dia melihat Sheila melangkah keluar dari pintu apartemen. Seolah dunia kembali berputar di jalurnya, dia merasa seperti mendapatkan kembali sepotong dari dirinya yang hilang.
Tanpa ragu, Agung berlari mendekati Sheila, hatinya berdebar kencang dalam kegembiraan. Dia tidak bisa menahan kebahagiaan yang meluap-luap saat melihat Sheila hadir kembali di depannya. "Jangan pernah kamu hilang dari hadapanku lagi," ucapnya dengan suara yang penuh dengan rasa haru dan kelegaan.
Sheila menangis saat melihat Agung, segala emosi yang terpendam meledak di dalam dadanya. Dia merasakan kelegaan dan rasa sakit yang mendalam pada saat yang bersamaan. Tanpa berkata apa-apa, dia memeluk Agung dengan erat, merasa aman dan dilindungi oleh kehangatan pelukan sang kekasih.
Agung membalas pelukan Sheila dengan erat, merasakan getaran emosi yang saling beradu di antara mereka. Dia bisa merasakan betapa dalamnya rasa cinta dan kerinduan yang mereka miliki satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap hembusan napas, semuanya terasa seperti adegan dari mimpi yang menjadi kenyataan.
Setelah beberapa saat, mereka berdua melepaskan pelukan mereka, tetapi tidak bisa melepaskan pandangan satu sama lain. Mata mereka bertemu, saling mengungkapkan perasaan yang tak terucapkan namun begitu dalam. Mereka tahu bahwa meskipun perjalanan mereka mungkin berliku dan penuh tantangan, cinta mereka akan tetap bertahan.
Sheila menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengatur pikirannya yang masih terombang-ambing oleh gelombang emosi yang melanda. "Ayo, kita pergi dari sini," ujarnya akhirnya dengan suara yang lembut.
Agung mengangguk setuju, merasa bahwa ini adalah saat yang tepat untuk meninggalkan tempat yang penuh dengan kenangan yang sulit itu. Dia meraih tangan Sheila dengan lembut, membiarkan sentuhan itu menjadi titik pijakan bagi mereka berdua untuk melangkah maju bersama.
Mereka berjalan bersama, merasakan getaran energi positif yang memenuhi udara di sekitar mereka. Setiap langkah mereka membawa mereka lebih dekat satu sama lain, menghapus jarak yang terbentang selama beberapa waktu terakhir. Meskipun banyak hal yang tidak dikatakan, mereka tahu bahwa cinta mereka akan menjadi kekuatan yang membawa mereka melalui segala rintangan yang ada di depan.
Sheila membawa Agung ke sebuah kafe kecil di sudut jalan, tempat yang sunyi dan tenang di tengah kegemparan kota. Mereka duduk di meja yang terpencil, menatap satu sama lain dengan rasa haru dan rindu yang mendalam di mata mereka.
Tidak ada kata-kata yang perlu diucapkan saat itu. Mereka duduk bersama, terdiam dalam keheningan yang nyaman namun penuh makna. Hanya dengan berada dalam kehadiran satu sama lain, mereka merasa lengkap dan bahagia.
Setelah beberapa saat, Sheila mengambil tangan Agung dengan lembut di tangannya, menyelipkan jari-jarinya di antara jari Agung dengan penuh kasih sayang. "Aku merindukanmu," bisiknya dengan suara yang penuh dengan emosi.
Agung tersenyum lembut, merasa kehangatan dari kata-kata Sheila. "Aku juga merindukanmu, Sheila. Tidak ada yang bisa menggantikan tempatmu dalam hatiku," ucapnya dengan suara yang tulus.
Sheila menatap Agung dengan mata yang penuh dengan kasih sayang. "Kita telah melewati banyak cobaan, tapi aku yakin kita bisa melewati semuanya selama kita bersama," ujarnya dengan penuh keyakinan.
Agung meraih tangan Sheila dengan erat, merasa bahagia karena bisa merasakan kehangatan dan kasih sayangnya lagi. Dia tahu bahwa meskipun masa depan mungkin masih penuh dengan ketidakpastian, selama mereka bersama, mereka akan mampu menghadapi segala sesuatu yang datang menghampiri mereka.
Duduk di bawah sinar matahari yang hangat, mereka berdua menikmati momen kebersamaan mereka, merayakan kesempatan untuk saling berbagi cinta dan dukungan satu sama lain. Meskipun perjalanan mereka mungkin akan berliku dan penuh tantangan, mereka tahu bahwa selama mereka bersama, mereka akan mampu mengatasi segala rintangan dan menjalani hidup dengan kebahagiaan dan kedamaian yang mereka impikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luc(k)ursed Sheila [Completed]
RomanceTerkadang bertahan hidup tidak terasa beruntung. Terutama ketika Anda satu-satunya yang selamat... Enam belas tahun yang lalu. Pada usia tujuh tahun, Sheila selamat dari rubuhnya sebuah hotel mewah yang menewaskan ratusan orang-termasuk ibunya. Keti...