Bab 25 - The Oath

220 12 5
                                    

Keesokan harinya, Sheila menatap ponselnya dengan kegelisahan yang memenuhi hatinya. Tidak ada kabar dari Agung, tidak ada panggilan telepon, tidak ada pesan. Sebuah ketakutan yang tak terlukiskan merayapi pikirannya saat dia membiarkan kegelapan ruangan apartemennya menyelubungi dirinya.

Saat itu, ia tahu dengan pasti bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi. Agung tidak akan diam begitu saja tanpa memberi kabar, terlebih setelah pertemuan yang menegangkan dengan Amelia. Pikirannya dipenuhi oleh khawatir dan kecemasan, namun ia juga tahu bahwa dia harus tetap tenang dan bertindak dengan cepat.

Tiba-tiba, bel pintu berbunyi, memotong keheningan yang menyelimuti ruangan. Sheila menatap pintu dengan ketegangan yang mendalam, hatinya berdegup kencang dalam antisipasi akan apa yang mungkin terjadi.

Dia berjalan perlahan menuju pintu, mencoba menekan rasa takut yang memenuhi dirinya. Dengan gemetar, dia membuka pintu dan menemukan sebuah paket besar tergeletak di depan pintu apartemennya. Sebuah paket yang tidak diduga, mungkin sebuah pertanda akan sesuatu yang tak terduga.

Tanpa ragu, Sheila membawa paket tersebut masuk ke dalam apartemennya. Dengan gemetar, ia membuka paket itu dan menemukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memulai kehidupan baru: identitas baru, buku tabungan, dokumen-dokumen palsu, dan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyamar.

Di antara segala barang itu, terdapat sebuah surat yang membuat jantung Sheila berdegup dengan cepat. Dengan gemetar, ia membuka surat itu dan membaca setiap kata dengan hati yang penuh dengan emosi.

"Sheila, Kalau kamu menerima surat ini, cepatlah pergi dari apartemenmu. Aku sudah mengatur semuanya dengan sekretaris pamanmu. Bersembunyilah dengan identitas ini sampai situasi tenang. Aku mencintaimu, sampai nafas terakhirku."

Air mata mengalir deras dari mata Sheila saat dia membaca surat itu. Dia merasakan campuran antara rasa kehilangan dan cinta yang mendalam. Agung, orang yang dicintainya dengan sepenuh hati, telah mengatur segalanya untuk melindunginya, bahkan jika itu berarti harus mengorbankan dirinya sendiri.

Namun, di tengah-tengah kesedihan dan kehilangan yang menyelimuti hatinya, Sheila tahu bahwa dia harus bertindak cepat. Dia harus pergi, meninggalkan tempat yang pernah ia panggil sebagai rumah, dan memulai kehidupan baru yang tidak pasti namun harus dihadapi.

Dengan langkah-langkah yang gemetar, Sheila mulai mengemas barang-barangnya. Dia mengumpulkan segala sesuatu yang dia anggap penting, meninggalkan belakang kenangan-kenangan yang manis dan pahit dari masa lalu. Setiap benda yang dia sentuh membawa kenangan, setiap sudut apartemen itu penuh dengan cerita yang pernah mereka alami bersama-sama.

Namun, di tengah-tengah kepergian ini, Sheila juga merasa lega. Lega karena tahu bahwa Agung telah berusaha sekuat tenaga untuk melindunginya, meskipun itu berarti harus menempatkan dirinya dalam bahaya. Lega karena tahu bahwa dia tidak sendirian dalam perjalanan ini, dan bahwa cinta mereka akan tetap menguat meskipun diuji oleh rintangan-rintangan yang sulit.

Dengan hati yang berat namun penuh dengan tekad, Sheila meninggalkan apartemennya. Dia menutup pintu dengan lembut di belakangnya, membiarkan ruang kosong yang kini menjadi saksi bisu dari perpisahan mereka.

Sheila menangis di dalam taksi yang membawanya menjauh dari apartemennya yang sepi. Dalam keheningan yang menyedihkan, dia merenungkan semua yang telah terjadi, meratapi kehilangan yang begitu mendalam. Air mata terus mengalir tanpa henti, menciptakan sungai kepedihan yang mengalir di dalam hatinya.

"Sungguh, hidup itu begitu rumit, ya?" ucap Sheila dengan suara parau di tengah-tengah tangisannya yang tak terhentikan. "Kadang-kadang, kita harus kehilangan sesuatu yang sangat kita cintai untuk menemukan diri kita sendiri."

Dia menatap jendela taksi dengan tatapan kosong, melihat bagaimana kota yang pernah menjadi tempatnya berlari, berlalu dengan cepat. Segala kenangan manis dan pahit yang pernah terjadi di tempat-tempat itu kini menjadi sejarah yang akan dia simpan di dalam hatinya selamanya.

Namun, di tengah-tengah kepedihan dan kehilangan itu, ada kekuatan yang muncul dari dalam dirinya. Ada tekad yang tumbuh, membara dalam hatinya untuk bertahan, untuk bangkit kembali dari puing-puing kehancuran yang melanda.

"Aku akan baik-baik saja," ucap Sheila dengan suara yang gemetar, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Aku harus kuat. Kak Agung telah melakukan segalanya untuk melindungiku, dan aku tidak akan membiarkan usahanya sia-sia."

Ketika taksi itu terus melaju menuju arah yang tak dikenal, Sheila merasa seperti dia meluncur ke dalam jurang yang gelap dan dalam. Namun, di dalam kegelapan itu, ada sebuah cahaya kecil yang memancar, memandunya melewati kegelapan dan keputusasaan.

Ketika akhirnya taksi itu berhenti di sebuah sudut jalan yang sepi, Sheila menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Dia merasakan betapa hidupnya telah berubah begitu cepat, betapa semua yang dia tahu dan percayai telah dirobek oleh kekuatan yang tak terlihat.

Namun, di tengah-tengah keheningan yang menyelimuti jalanan, ada sebuah suara yang lembut dan hangat yang memecah keheningan itu.

Sopir taksi dengan suara penuh empati. "Saya tahu bahwa kehilangan itu sulit, tapi Anda adalah wanita yang kuat. Anda akan menemukan jalan keluar dari kegelapan ini."

Sheila menatap sopir taksi itu dengan tatapan penuh terima kasih. Kata-katanya menyentuh hatinya, memberinya kekuatan yang dia butuhkan untuk bertahan. Dalam kegelapan yang menyelimuti jiwanya, ada cahaya yang muncul, cahaya yang mengarahkannya menuju kehidupan baru yang akan datang.

Saat Sheila akhirnya sampai di tempat yang baru, dia merasa seperti dia menemukan sebuah pulau di tengah lautan yang bergelombang. Tempat ini adalah tempat yang tidak dikenal baginya, namun di sanalah dia harus memulai kembali, membangun kembali hidupnya dari nol.

Dengan langkah-langkah yang ragu namun penuh dengan tekad, Sheila melangkah keluar dari taksi. Dia menatap bangunan tua yang berdiri di hadapannya, merenungkan apa yang mungkin menantinya di tempat baru ini.

Namun, seiring dengan langkah-langkahnya yang gemetar, ada sebuah kekuatan yang tumbuh dalam dirinya. Ada sebuah keyakinan yang memandu langkah-langkahnya, membimbingnya melewati setiap rintangan yang akan dia hadapi di masa depan.

"Demi Tuhan, aku bersumpah akan membalas semuanya," ucap Sheila dengan suara yang penuh tekad. "Aku akan bangkit dari kehancuran ini, dan aku akan membuktikan bahwa saya bisa bertahan."

Luc(k)ursed Sheila [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang