6. Laura

790 44 5
                                    

"Untuk menjalin kerja sama yang baik dengan Roosevelt's Company, Tuan Zenya mengundang Anda untuk datang menghadiri acara ulang tahun perusahaan mereka pada Sabtu malam," jelas Dewa. Ia sedang membacakan sebuah undangan yang datang dari salah satu perusahaan di Rusia.

"Ditambah mereka juga ingin membahas masalah kerja sama antar perusahaan di malam yang sama," sambungnya.

"Hmm, siapkan saja semuanya," balas Rafael.

"Baik tuan."

Rafael terdiam sejenak. Ia baru saja selesai membaca informasi lanjutan mengenai pemuda itu. Universitas tempat sang pujaan hatinya terdengar tidak asing. Rasanya ada orang lain yang ia kenal juga bersekolah di sana.

"Dewa, panggilkan Ardian kemari," ucapnya.

"Baik, permisi tuan." Dewa menunduk sebelum pergi dari sana.

.
.
.

"Lu bisa kerja ga sih? Gini doang ga bisa, guna lu pada apaan di sini?" Omelan menyebalkan itu asalnya dari Ardian. Salah seorang manager di Arjuna's company.

"Maaf bos."

3 orang yang dimarahi itu hanya bisa menunduk, terlihat menyesal dan menyembunyikan kekesalan mereka.

"Haish, pekerja ga guna. Sana perbaiki, 5 menit gue minta udah jadi yang benernya."

3 orang itu segera pergi dari hadapan Ardian. Jean sedari tadi memperhatikan kejadian itu, namun ia memilih diam saja. Toh, temannya ini sudah besar, tahu mana yang salah dan mana yang benar. Lagipula apa yang dilakukan temannya itu tidak berlebihan kok, mereka saja yang lembek. Meskipun begitu, ia tetap akan menasehati temannya itu.

"Napa sih lu? Sensi amat," ucap Jean.

"Tuh, ngeselin banget, padahal udah kerja lama, hal kecil gitu aja ga bisa," balas Ardian.

"Sabar elah, orang sabar pantatnya lebar." Jean menaikturunkan alisnya menggoda Ardian.

"Lu aja, gue bukan boti njir."

Jangan heran, mereka sebenarnya masih remaja. Lihat saja gaya bicara mereka, seperti anak belasan tahun, padahal sudah umur 20-an. Gini nih, ga ingat umur.

"Permisi, tuan Ardian," ucap Dewa yang baru saja sampai.

"Kenapa Dew?" Tanya Ardian tanpa memandang Dewa. Ia sedari tadi memutar kursi yang ia duduki untuk menghilangkan rasa jengkelnya terhadap pekerja - pekerja tadi. 

"Dipanggil tuan muda," ucapnya lagi.

"Oh, oke. Dah lama gue gak kunjungan ke ruang pak CEO." Ia langsung meloncat dari kursinya.

"Bawa bingkisan ya Ar!" Ucap Jean setengah berteriak.

"Omelan pak bos noh gue bawa!"

Tawa Jean melengking setelah Ardian berucap demikian. Tak mau membuang waktu, Dewa dan Ardian pun masuk lift menuju ke lantai 15. Fyi, tempat kerja mereka di lantai 8.
.
.
.

"Yo, pak bos!" Sapa Ardian yang baru saja masuk ke ruangan CEO Arjuna's company

"Hmm." Sapa hangatnya hanya dibalas deheman oleh Rafael.

"Ck, tadi nyuruh datang, giliran datang malah dicuekin," gerutunya.

"Awas!" Teriak Rafael.

'Brak'

Gawat. Ardian tidak memperhatikan jalannya dan ia melewati lantai yang masih basah karena baru saja di pel.

"Eh?" Mata Ardian mengerjap lucu melihat wajah Dewa di atasnya.
Syukurlah, bokongnya selamat karena dewa menangkapnya.

Samuel Atlanta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang