#19. Kesedihan Manusia

6 2 0
                                    

Distrik Pawana ini sungguh menyimpan banyak anomali yang terasa begitu khayali, tapi pada kenyataannya, semua yang ada ialah sebentuk realita tanpa adanya bayang maya.

Lagi-lagi, nona penjaga Vivid memberiku rekomendasi. Ia mengatakan ini kala tengah mengaduk kuali berisi aroma enak di dalamnya. "Coba pergilah ke taman distrik di barat daya. Berjalan-jalan sebentar tidak ada salahnya, bukan? Kamu akan dapat melihat keindahan laut Jiri sepanjang mata memandang."

Aku menuruti perkataannya sebab aku juga tidak melakukan hal lain selain terus dirundung duka. Akhirnya, aku bersua lagi dengan dunia. Sang surya teramat terik di atas cakrawala sementara para mega hilang tanpa sisa.

Cuaca hari ini benar-benar panas bukan main.

Sejenak sepasang mataku menjenguk mentari sebelum kembali berfokus ke jalanan yang sepi. Entah mengapa di distrik ini sangat sunyi serupa tidak ada warga sama sekali. Namun, sunyi ialah sebaik-baiknya tempat terbaik untukku.

Sepasang kakiku melangkah pasti menuju barat daya, ke arah tubuh laut Jiri yang disana teramat indah bila sang surya tepat berada di atas kepala. Biru lautnya 'kan terlihat bening bilamana bias cahaya matahari memantul ke tubuhnya. Dan lagipula, aku sangat senang melihat lautan, mengingatkanku pada benang-benang kenang, kepadanya yang telah tiada.

Mara ... ah, lagi-lagi aku bersedih karenanya.

Hampir tiba ke taman yang nona penjaga Vivid sebutkan, ternyata di sana terlihat nyaman sebab ada banyak pohon yang membuat kesan tempat itu teduh. Tanpa diduga, aku bertemu tiga orang di sana.

Satu keluarga.

Kala aku sampai di taman itu, serentak tiga pasang mata mengarah padaku. Tatapan mereka merahimkan rona ambigu, terutama sang anak yang sungguh mematrikan atensinya ke arahku.

"Ah, ada manusia," ujar sang anak yang agaknya mencoba berkata dengan nada pelan, tapi sia-sia, aku mendengarnya.

"Tidak apa-apa, kita bisa mempelajarinya sambil liburan, kan? Itu akan sangat menarik," sahut ayahnya kemudian.

Aku tidak mengerti apa yang keluarga itu bicarakan. Obrolan mereka terdengar aneh, akan tetapi aku memilih tidak ambil pusing. Aku duduk di kursi yang agak jauh dari keluarga itu. Menyepi seraya memandangi lautan.

Kembali, aku teringat kepada Mara.

"Apa kau sedang bersedih, Tuan?"

Tubuhku tersentak tatkala suara anak kecil mengacaukan benang maya di kepala. Anak perempuan itu tersenyum kecil sembari mengambil tempat kosong di sampingku.

"Jawab, Tuan, apa kau sedang bersedih?"

Aku melirik enggan ke anak perempuan itu, lalu bersuara kaku, "Tidak."

"Jangan berbohong, Tuan, aku bisa melihat itu dari matamu," ujar anak itu lagi, mau tak mau aku segera menatapnya, apa maksudnya?

"Manusia itu sangat mudah ditebak, Tuan, bahkan hanya lewat lirikan mata," kata anak itu, kaki kecilnya asyik mengayun ceria serupa tak ada beban.

"Apa manusia selalu seperti itu? Maksudku, mereka terlalu terpaku pada kesedihan seakan hidup mereka bisa hancur kapan saja karena kesedihan itu. Padahal adakalanya manusia harus mencoba ikhlas. Manusia itu dinamis: ada yang pergi, begitu juga yang tiba.

"Kau tidak bisa memaksa seseorang untuk selalu bertahan denganmu ataupun tidak mencoba ikhlas kepada mereka yang telah tiada. Mereka akan tidak tenang di atas sana. Alih-alih bahagia, mereka justru sedih karena kamu tidak mencoba mengikhlaskannya."

Anak itu berkata panjang lebar hingga aku tak dapat menangkap semua apa yang ia katakan, akan tetapi aku rasa ucapannya memang ada benarnya. Aku terlalu larut pada kesedihan, sampai kesedihan itu menghancurkanku secara perlahan-lahan.

"Hei, anak kecil, katakan padaku, bagaimana kau tahu jika aku tengah bersedih?" tanyaku pelan.

Anak itu menyahut. "Mudah saja, hanya lewat matamu, Tuan."

"Mataku?" Ia mengangguk ceria.

"Apa kau ... sungguh manusia?"

Ia menggeleng.

"Kami hanya entitas lain yang tengah mempelajari tentang manusia."

──

Tema hari ini collab antara tokoh hari ke-3 dengan hari ke-15! Lumayan menarik  terus dibikin merenung juga, aduh jadi kangen lanjutin Forevermore ╥﹏╥


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Romantika [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang