#21. A Cuckoo's Analogy

7 1 0
                                    

Aku terluka lagi.

Bilamana sepasang netra kita bertemu, bersama engkau yang lantas mematri tatap pada luka yang teramat jelas di tanganku, sorot matamu menjelma kelu berikut kau yang lamat meraih lenganku dalam bisu.

Sejenak kau mengarahkan atensi padaku sebelum kembali ke tanganku, beberapa detik berlalu, kau perlahan berbicara kendati suaramu seakan hendak saru. "Apa bibimu memukulmu lagi?"

Seraya mengunci air mata yang menggenangi pelupuk netra, larik-larik kalimat segera meluncur begitu saja, serupa membebaskan diri dari rasa sesak yang telah lama mendera.

"Ya, bibi memukulku lagi karena mengira aku menggoda paman. Padahal...," Aku menjeda, berusaha mengeja rasa yang tak dapat aku utarakan kepada dunia. "..., padahal aku tidak melakukan apa pun. Bukan aku yang ingin paman menyentuhku. Aku tidak ingin terus dipukul oleh bibi. Aku ... aku tidak ingin semua rasa sakit ini."

"Hei, tolong katakan padaku, apa aku pantas mendapat rasa sakit ini? Apa Tuhan sudah tidak mencintaiku lagi? Apa memang semestinya, orang-orang seperti kita, pantas disakiti oleh dunia?"

Netra kita bertautan tanpa engkau yang mengangkat bicara, akan tetapi aku dapat membaca rona persetujuan dari sana. Matamu selalu berbicara jujur alih-alih mulutmu sendiri yang melakukannya, sebab jujur di dunia yang mencerca kami berdua tidak ada gunanya, hanya bermuara pada kata sia-sia.

Tuhan berkata, jika manusia ialah makhluk yang Ia ciptakan dengan sebaik-baiknya. Namun mengapa manusia tak suka apabila ada manusia lain yang berbeda dari mereka? Bukankah itu sama saja dengan mereka membenci Tuhan, karena membenci apa yang Tuhan telah ciptakan.

Kita berdua terkunci oleh sunyi, mata kita tak saling bertautan lagi. Kita memandangi cakrawala, kerumunan mega di atas sana bergulung-gulung yang lambat laun menjelma hujan bagi mayapada. Tangan kita saling berkelindan sementara kita belum hendak bicara.

Di dunia, kita berdua sama sakitnya. Aku perlahan meramu terka, mengapa kita, manusia yang sebaik-baiknya dicipta oleh Ia, terus-menerus didera rasa sakit tanpa jeda?

Dunia tidak pernah menjanjikan kita bahagia, tapi mengapa kita harus dilahirkan dan mendapat banyak cerca oleh mereka? Kita ialah sepasang pendosa yang mengharapkan bahagia barang sekelumit saja.

Ya, kita adalah pendosa, dan pendosa tidak akan pernah mendapat cinta dari-Nya.

Senja segera terlukis pada kaki angkasa bersama cericit burung kukuk dari selisik pohon-pohon di sekitar kita, akhirnya, kamu bersuara.

"Hei, ayo kita pergi. Ke tempat dimana tidak ada yang memandang kita sebelah mata. Ke tempat yang menerima kita berdua. Ke tempat dimana kita seharusnya bahagia."

──

Tema hari ini gacha lagi! Tapi kali ini gacha genre, kebetulan dapat fiksi realitis. Mulanya kepikiran bikin soal isi kepalaku yang penuh macam-macam, tapi gak jadi pas abis baca manga A Home Far Away, sedih bgt demii terus ceritanya realistis juga, jadilah DWC hari ini terinspirasi dari manga itu ╥﹏╥

Romantika [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang