Part 14

1.5K 118 5
                                    

Setelah dokter menangani Nabilla akhirnya ia dibiarkan istirahat sendiri. Sementara Mayor Teddy berusaha menghubungi Bu Widya dan Pak Pradana agar segera kerumah sakit. Sedari awal Mayor Teddy memiliki firasat buruk tentang Nabilla. Hingga ketika ia mendapat kabar kalau jam 9 pagi Nabilla akan pulang ia langsung menuju ke bukit sikunir. Ia sempat menunggu lama Nabilla dipos pendaftaran, tapi entah dapat dorongan dari mana akhirnya ia memutuskan untuk naik. Dan ketika ia bertemu rombongan teman sekelas Nabilla ia pun menanyakan keberadaan Nabilla. Namun temannya menjelaskan kalau Nabilla sendirian dibelakang karena tali sepatunya lepas. Alena pun menjelaskan kalau Nabilla sudah hafal jalur sikunir jadi mereka memutuskan untuk meninggalkan Nabilla sendirian.

Akhirnya Mayor Teddy naik sendiri dan sampai diwaktu yang tepat. Mungkin telat sebentar saja keadaan sudah berbeda.

"Halo pak," sapa Mayor Teddy ketika Pak Pradana mengangkat teleponnya.

"Iya Ted? Gimana keadaan Nabilla? Baik-baik aja kan?"

"Alhamdulillah baik pak, sudah ditangani dokter. Sekarang anaknya lagi istirahat."

"Syukurlah. Ted sepertinya saya dan ibu belum bisa kerumah sakit sekarang. Sedang ada kunjungan dari tamu Malaysia. Saya percayakan Nabilla sama kamu ya Ted," tutur Pak Pradana.

Mayor Teddy menghela nafas pelan.

"Baik pak, akan saya jaga."

Setelah itu Mayor Teddy masuk kedalam ruang rawat. Ia mendekat kearah ranjang Nabilla. Ditatapnya wajah sayu perempuan yang berbaring tak berdaya. Lalu ia duduk disebelah Nabilla, ia menggenggam tangannya dengan lembut.

"Maaf kan saya Nabilla, saya tidak bisa mengontrol perasaan saya ke kamu," gumam Mayor Teddy menunduk.

"Mungkin bapak akan kecewa jika beliau tahu saya memiliki perasaan ini ke kamu."

"Usia kita terpaut dua belas tahun, saya juga sadar akan hal itu. Tapi saya tidak bisa mengatur apa yang ada dihati saya Nabilla," gumamnya lirih.

Lelaki gagah itu kini terlihat lemah didepan perempuan yang ia cintai. Bahkan ia ikut merasakan sakitnya ketika melihat Nabilla. Ia bersyukur Nabilla belum sempat dihancurkan oleh Zico. Namun ia tak akan membiarkan Zico bebas begitu saja. Ia akan membus jalur hukum.

Tiba-tiba Mayor Teddy dikagetkan dengan pergerakan jemari Nabilla. Ia segera melepas genggamannya. Dan menatap wajah cantik Nabilla yang masih terpejam.

Mayor Teddy yang sedang menatap Nabilla dikejutkan dengan raut wajah Nabilla yang mendadak menjadi sedih. Hingga terdengar isakan kecil disana. Mungkin mimpi buruk itu masih menghantuinya.

"Jangan...tolong hentikan..." rintih Nabilla dalam tidurnya.

Mayor Teddy pun berusaha membangunkannya.

"Nabilla, bangun!" seru Mayor Teddy sambil mengguncang tubuh Nabilla.

Isak tangis makin terdengar jelas, air mata mulai membasahi pipi putihnya.

"Nabilla ayo bangun!" Mayor Teddy meninggikan suaranya hingga Nabilla terkaget dan langsung bangkit dari tidurnya.

Dengan nafas terengah Nabilla duduk sambil menatap takut Mayor Teddy. Keringat dingin membanjiri pelipisnya. Dengan sigap Nabilla memeluk erat Mayor Teddy.

"Pak saya takut," ucapnya lirih.

Mayor Teddy mendekap hangat tubuh mungil Nabilla. Ia membelai lembut surai hitam gadis manis itu.

"Kamu sudah aman sekarang, saya janji saya akan menjaga kamu mulai sekarang."

"Bunuh laki-laki itu pak, saya tidak mau dia hidup didunia ini dengan tenang!" ucap Nabilla penuh emosi.

"Tenang ya, itu sudah menjadi urusan polisi. Lebih baik sekarang kamu tenang dan istirahat lagi."

Nabilla mendongak menatap Mayor Teddy. Rasa hangat dari pelukannya mampu mengurangi rasa takut Nabilla.

Mayor Teddy mengusap air mata yang luruh bersama traumanya. Ia melihat Nabilla sangat rapuh. Mayor Teddy tidak bisa membayangkan jika hal itu sudah terjadi mungkin keadaan Nabilla akan lebih buruk. Beruntungnya ia datang diwaktu yang tepat.

"Jangan nangis lagi dong, kan ada saya sekarang," Mayor Teddy mencoba menghibur Nabilla dengan menampilkan senyum termanisnya.

Nabilla mengangguk lalu melepaskan pelukannya perlahan. Gadis itu duduk dengan wajah belum baik-baik saja.

"Pak, mungkin kalau bapak tadi terlambat datang bisa jadi sekarang saya gak disini lagi," ucap Nabilla sedih.

Dengan cepat Mayor Teddy menempelkan telunjuknya dibibir Nabilla. Bermaksud tak ingin mendengar kata buruk darinya.

"Hust! Jangan ngomong kaya gitu, gak baik!" tegur Mayor Teddy.

Nabilla tidak tahu sepanik apa Mayor Teddy saat dirinya kenapa-kenapa.

"Mulai sekarang, kemanapun kamu pergi harus ada penjagaan. Kalau bukan bodyguard ya saya," ucap Mayor Teddy tegas.

Nabilla hanya mengangguk paham. Ia masih berusaha melupakan kejadian mengerikan itu dengan susah payah.

"Makan dulu yuk, saya suapin," ucap Mayor Teddy lalu mengambil semangkok bubur diatas nakas.

"Belum pengen makan pak," balas Nabilla menggeleng kecil.

"Kamu pengen cepet pulih ga?" tanya Mayor Teddy sedikit mengancam.

Nabilla mendengus kesal, "iya deh makan. Tapi dikit aja."

Mayor Teddy segera menyuapkan bubur untuk Nabilla. Saat itu Nabilla malah gagal fokus karena melihat tangan kekar Mayor Teddy yang dihiasi jam tangan hitam. Nabilla tampak setia memandangi tangan Mayor Teddy yang sudah beberapa kali menyuapkan makanan.

"Udah liatnya? Nanti kamu pegang deh kalo ngefans sama jam tangan saya," ucap Mayor Teddy membuat Nabilla memutarkan matanya.

"Gimana si, orang yang gue sukain tangannya malah disuruh pegang jamnya, hadeuh," batin Nabilla.

"Nabilla mulai sekarang kamu coba lupain kejadian itu ya. Bisa kamu hibur dengan hobi-hobi kamu atau kegiatan yang bermanfaat ketika dirumah. Kayaknya kamu bakal cuti kuliah semingguan deh," tutur Mayor Teddy sambil fokus menyuapkan makanan.

Sementara yang disuapi sudah menahan ingin muntah karena sudah kekenyangan. Namun Nabilla segera menelan suapan yang mungkin ia bakal berhenti makan lagi karena kenyang.

"Tunggu-tunggu!" ucap Nabilla menahan tangan Mayor Teddy yang hendak menyuapi kembali.

"Kenapa kenyang?"

"Iya kenyang, tapi tadi saya denger bapak manggil saya Nabilla?" tanya Nabilla heran.

"Oh maaf saya lupa. Kurang sopan ya?"

Nabilla mengulum senyum, "enggak pak, justru lebih enak didengar kalau bapak manggil saya pake nama, tanpa embel-embel nona," jelas Nabilla menekankan kata nona.

Mayor Teddy mengalihkan pandangannya menahan salting. Ia mengambil tisu dan membersihkan sudut bibir Nabilla yang cemong karena bubur.

"Udah gede makan belepotan," cibir Mayor Teddy.

"Dih kan bapak yang suapin saya, berati bapak aja yang gak bisa suapin orang," balas Nabilla.

Mayor Teddy terlihat tersenyum sedikit. Sedikit menahan maksudnya, mungkin ia berusaha supaya terlihat cool.

"Cie bapak salting ya?" goda Nabilla sambil menunjuk muka Mayor Teddy yang sedikit memerah.

"Enggak, ngapain saya salting sama kamu? Kamu itu sudah saya anggap seperti adik sendiri ya Nabilla," balas Mayor Teddy.

Dalam hati Mayor Teddy ingin jungkir balik saat merasa sinyal cintanya seperti akan berbalas. Namun ia tak mau terburu-buru.

Bersambung...

∆∆∆∆

See u on the next part ✨

Bukan Tentang UsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang