Part 33

1K 89 5
                                    

"Mas, mau kemana?" tanya Nabilla mencegah lengan Rajif yang hendak keluar rumah.

"Hari ini mas libur kan?" tanya Nabilla memastikan.

Rajif menoleh, "iya saya libur. Saya mau pergi sama Mas Agung sebentar."

"Mas bisa gak nanti jam 10 an mas dirumah aja. Ada yang mau ketemu sama Mas Rajif soalnya."

"Penting banget ga?"

"Sangat penting!" Balas Nabilla cepat.

"Oke, saya usahakan jam 10 sudah ada dirumah."

"Siap mas makasih ya."

Nabilla tersenyum senang menatap kepergian Rajif.

Dari jauh datang Mayor Teddy bersama Pak Pradana yang sudah lengkap dengan baju dinasnya.

"Hari ini gak ada kuliah kan Nabil?" tanya Pak Pradana.

Nabilla menggeleng.

"Enggak pa, kenapa?"

Pak Pradana tersenyum, "biar Teddy aja yang jelasin. Papa tinggal dulu."

Pak Pradana menepuk pundak Mayor Teddy dan pergi menuju ruang kerjanya.

Nabilla beralih menatap Mayor Teddy.

"Kenapa mas?"

"Nanti sore kalau kamu gak sibuk mau mas ajakin buat ambil cincin. Mas udah pesen seminggu yang lalu, jadi kita tinggal ambil," jelas Mayor Teddy.

Nabilla tersenyum malu-malu.

"Jadi nikah nih kita?"

Mayor Teddy menyipitkan mata, "jangan bercanda Nabil, tanggal udah ditentuin loh."

"Yah gak jadi nunggu aku S1 dulu dong?"

"Kalau nunggu kamu S1 keburu banyak drama lagi, kelamaan."

Nabilla tertawa ringan, "hehe maaf ya mas sering bikin kamu capek sama sikap aku. Harap maklum ya."

Mayor Teddy mengacak rambut Nabilla.

"Udah mas maklumin dari dulu kali."

Nabilla mengangguk paham.

"Mas lanjut kerja dulu ya," ucap Mayor Teddy tersenyum simpul menampilkan lesung pipi andalannya.

"Iya, semangat ya calon suami," goda Nabilla.

"Apaan sih kamu," Mayor Teddy menoel hidung Nabilla dan  terlihat menahan senyum.

"Aku suka banget tahu mas lihat kamu nahan-nahan senyum gitu. Kayak ada yang manis tapi bukan gula hehe."

"Udah kan gombalnya? Cukup ya, mas ke ruang kerja papa dulu."

"Iya sayang silahkan," balas Nabilla dan mendapat cubitan gemas dipipinya.

Nabilla terkeheh geli menatap punggung Mayor Teddy yang semakin menjauh.

∆∆∆∆

"Jadi apa nih tujuan kalian manggil saya?" Rajif menatap Nabilla dan Alena bergantian.

Ruang makan siang itu mereka gunakan untuk meeting pribadi.

"Jadi gini mas, alasan Alena datang kemari adalah untuk meminta maaf sama Mas Rajif perihal masalah yang ada di cafe waktu itu," jelas Nabilla memulai pembicaraan masalah inti.

Rajif mengepulkan asap rokok yang ia nikmati sejak tadi. Ia mengangguk paham, namun tatapannya tetap sinis kepada Alena.

"Emang temanmu bisa berbicara sesuai norma kemanusiaan tanpa melibatkan emosinya?" Rajif melirik Alena sekilas sebelum ia menatap Nabilla serius.

Bukan Tentang UsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang