Aku berjalan tanpa arah disekeliling asrama dan sekolah, Aku baru menyadari juga bahwa ini sangat luar biasa.
Sekali lagi, lingkungan yang cocok. Area hutan ramai, yang bahkan tak pernah aku kunjungi kini ramai pelajar.
"Wah, cantik..." bisik beberapa laki-laki dan mengangguk.
"Hannah, gimana cara dekat sama ketos? Harus tanggung jawab apa dia sama kamu?" desak dua orang gadis didepanku.
Aku mengernyit dan ponselku berdering dengan nomor tak dikenal.
"Ssh" gerutuku sambil jalan.
Dan jika diamati, nomor itu adalah nomor lamaku. Tapi sangat mengganggu saat baru saja panggilan diterima langsung terputus.
Aku mengangguk dan tersenyum kearah lain, Aku terheran beberapa detik kemudian.
Kenapa laki-laki itu mempunyai nomor baruku, "darimana ia tahu?"
"Hahah haha" tawanya puas.
Aku mendekatkan sepiker ponsel di telinga kanannya.
"Anjrit!" sasarnya terkejut.
"RION!" sentakku menyahut ponselku telah pulih.
Aku melihat semuanya, ia mengirim chat pada kakak-kakakku seolah memang Aku.
Kak Hamish bahkan mengirimkan nomor baruku dan dibuat mainan oleh Rion, ketua kelasku.
"Kok bisa ada di kamu? Kapan selesainya?" cecarku.
"Bilang makasih dong, gue yang bayarin hp lu..." balasnya santai.
Aku duduk karena kakiku masih sedikit sakit, Rion menyusul "Si Tsakif anak pelit itu, dia gak mau bayar. Katanya kemahalan buat benerin lcd layarnya." jelasnya.
"Terus?" singkatku.
"Ya gue lah yang ditelpon kang servisnya." jawabnya tak santai membuatku sampai berkedip karena terkejut.
"Berapa harganya?"
"900 ribu"
"Mahal banget!" tolakku.
"Lu berdua nih orang kaya pelit apa gimana, sih?"
"Yang suruh benerin siapa? Orang aku udah punya yang baru..." ejekku memperlihatkan ponsel keluaran terbaru sama seperti miliknya yang dipamerkan beberapa waktu lalu.
"Njirlah, jadi lo berdua gak mau ganti rugi? Uang jajan gue kepotong dah, bulan ini!" keluhnya lemas.
Kita sama-sama terdiam, "Ayolah balikin, gue makan apa?"
"Kan dikantin bisa gesek kartu makan..." sahutku santai.
"Han!" panggil Rurin dari kejauhan.
"Gini deh, lu rundingin sama Tsakif." sarannya gigih.
"Nggak mau, nggak mau urusan lagi sama Tsakif!"
"Nggak daftar eskul?" sapa Rurin terengah.
"Udah, Aku ikut Mathematic games sama keperawatan!"
"Gue kira lo orang yang pendiem, gak mau ikut banyak kegiatan. Padahal lo juga jadi duta anti bullying, bakal sibuk banget pasti." ucap Rion sedikit tenang.
"Iyakah?" potongku.
"Mana bicaranya mirip Tsakif, gue curiga mereka berdua jodoh!" gerutunya jelas.
"Apasih..." tuntutku.
"Plislah, ayo kita temui Tsakif sebagai jalan tengah kalo gitu..." ajaknya memaksa.
"Venda mana? Kamu balik dulu ya, Aku masih ada perlu." pesanku pada Rurin sedang bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara Asrama
Teen FictionKata orang, masa SMA adalah masa paling menyenangkan. Masa yang tak akan pernah terlupakan. Namun sangat berbeda ketika Aku menjalaninya. Aku tidak penah terfikir jika harus sekolah di Asrama. Memang sulit awalnya, tapi sedikit lebih lama Aku mulai...