"Kenapa si, kita ketemu terus?"

2 1 0
                                    

"Haaah..." keluhku melepas masker.

"Lebamnya sudah tidak terlihat, lepas masker saja sekarang. Keluar dengan percaya diri..." saran Lily melirikku setelah menutup lemari.

"Han, nitip ke laundry ya? Sekarang giliran kamu..." ujar Rurin memberiku tas kain yang berat.

"Mau dibantu?" harap Lily merapikan sepatuku.

Aku menggeleng.

"Kita makan siang apa?" sambar Brenda dari kamar mandi.

"Oh ya, tadi mama bawa masakan itu. Kita makan aja sekarang!" ajakku.

Sudah biasa jika kita berempat makan satu meja, dan kali ini kita merasakan masakan Mama.

"Yaah..." pasrahku ketika saus mengenai seragamku.

"Han, ganti sana..." harap Rurin antusias.

Aku segera mengganti baju dengan celana kulot dan crop top berwarna putih.

"Sudah?" desak Lily dan semua orang menungguku.

Sangat menyenangkan jika makan bersama seperti ini, bahkan rasanya juga lebih lezat.

"Hannah, terimakasih..." ungkap Brenda mengambil potongan daging terakhir.

Itu adalah bagian kesukaanku, bagian daging yang selalu Aku tunggu.

Aku tidak bisa mengambil itu, tapi Aku berpikir Aku masih bisa memakannya lain kali jika Mama memasaknya lagi.

"Mau kemana?" kata Rurin.

"Mau cuci, Aku udah kenyang. Habis itu mau ke laundry." gumamku karena suasana hati menjadi buruk.

Hamish Galadriel

|Adek bocil, kakak minta maaf...
12.17

|Weekend ini kakak gak bisa ikut jenguk kamu, tapi mama mau samperin kamu sama bicara penting katanya.
12.17

|Tunggu ya?
12.18

Lagu? Padahak mama barussaja oulang tadi jengguk|
12.20

Ohya kakk, Hannah daoet undanhan dari penerbit komik perusahaaan yg hannah incar|
12.21

|Iya? Baguss 👍👍 dimana tempatnya
12.22

Lumayan deket dari asrama📍|
12.24

Aku menyempatkan diri berhenti dan menaruh 4 buah tas sembarangan.

Dug!
Sebuah benda keras sedikit membentur dahiku ketika Aku tertunduk.

"Sssh" ungkapku melihat Tsakif tercengang.

"Kenapa si, kita ketemu terus? Area disini luas, tapi yang Aku lihat samaaaa aja!" dengkusku kesal.

Tidak tahu kenapa Aku menjadi temperamen, Aku cepat-cepat mengambil barang yang memenuhi kedua tanganku.

"Eeeit, tunggu!" sergahnya menghalangi jalanku.

"Kasus senioritas anak kelas 10 bahasa sama 12 itu kau tau?" lanjutnya berubah serius.

"Nora sama kak Alvin? Kamu percaya gitu Nora korbannya?" desakku mulai berjalan perlahan karena perutku sakit mulai tadi.

"Ini masalah serius..." cetusnya terus mengikutiku.

Aku masuk dan menunggu nota sedang di proses.

"Kak, ada barang ini di almamater salah satu tas yang kakak bawa." ucap laki-laki muda memberiku kotak pemberian Zane dan nota padaku.

Asmara AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang