"Terimakasih untuk semuanya, akhir yang indah selama beberapa hari ini." sambut ketua osis diatas podium.
"Hanya ada beberapa kesalahan dari nama yang saya sebutkan. Hannah Ulyana Galadriel dan Arion Syaikha dari kelas 10 IPA 3!" bebernya membuatku terkejut.
Laki-laki dengan lencana osis di bagian dada itu juga menambahkan, "Silakan ikut saya!"
"Ada apa lagi si Tsakif sama Hannah terus-terusan?" gerutu beberapa teman yang duduk disekitarku.
"Pelanggaran kamu gak sampai 3x, Han! Semangat!" bisik Venda disamping kananku selalu tahu.
Aku beranjak dan melewati Venda yang mulai berkonsentrasi lagi dengan pidato wakil ketua osis.
"Kalian tau, apa kesalahan kalian berdua?" tegas Tsakif, nama yang akhir-akhir ini selalu ku ingat.
Aku dan Rion diam menyimak laki-laki dengan pahatan wajah sempurna itu disamping tangga.
"Mana kita tau..." pasrah Rion terus beradu kening dengan Tsakif.
"Kesalahan Hannah nggak sampe 3x kali kan, Kak? Kenapa dipanggil?" ucapku membuat kedua laki-laki yang sedikit lebih tinggi dariku menatapku.
"Hanya ada 3 siswa yang belum melaksanakan tugas wajib sekolah ini." beber Tsakif terus menatap arah lantai.
"Tugas lari? Kenapa cuma kita berdua yang dipanggil?" keluh Rion berani.
"1 siswa lain ikut upacara bentar lagi, tujuan saya panggil kau berdua agar kalian lari sekarang juga. Saya kasih kesempatan waktu upacara penutupan pengenalan sekolah khusus buat kalian tidak saya ikut sertakan di lapangan depan." jelasnya panjang.
Rion lantas bersujud, "Terimakasih, 1 tempat gak bakal tega liat yang lain kesiksa." balas Rion tak kumengerti.
"Khusus kau berdua, lari dilapangan belakang! Lari minimal 1 putaran atau kalian dihukum!" kekeh Tsakif yakin.
Rion berdiri.
"Waktu kalian hanya sampai besok pagi, jadi nanti malam di jam tangan kalian harus penuh tanda hijau. Lari sekarang!" lanjutnya keras.
Aku berkedip dan Rion terbirit menuruni tangga, "Handphone kau, masih rusak?" cekal Tsakif menahan pergelangan tangan kiriku.
"Masih" singkatku.
"Maaf..." ujarnya.
"Curi-curi kesempatan aja lo, anjrit!" ungkap Rion tiba-tiba muncul lagi.
"Diem nggak kau, anak pungut!"
"Maaf aja nggak bikin layar retak jadi balik lagi." timpalku melepas genggaman tangan Tsakif.
Tak seperti yang Aku bayangkan, lapangan belakang amat luas mirip arena lari aslinya dan aku harus mengelilinginya sebanyak 5x.
"Kurang ajar!" umpat Rion jelas begitu selesai pemanasan.
"Kalian harusnya berterimakasih pada saya, saya menyelamatkan sepatu kalian agar tidak mendapat poin pelanggaran dan disita."
Sebuah fakta mengejutkan lagi, sepatu putih kesayanganku berada ditangan Tsakif.
"Sakit lo bang, ngerjain adek sendiri!" ungkap Rion dengan nada persis seperti kak Harrist.
Aku juga merasa aneh, Rion menutup mulutnya.
"Lari Sekarang!"
~
Aku pulang dan kembali ke kamar dengan keadaan tak beraturan, "Udah pulang?" ucap Brenda fokus bercermin.
Aku duduk dilantai tak berdaya, "Lily, mana?" lirihku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara Asrama
Fiksi RemajaKata orang, masa SMA adalah masa paling menyenangkan. Masa yang tak akan pernah terlupakan. Namun sangat berbeda ketika Aku menjalaninya. Aku tidak penah terfikir jika harus sekolah di Asrama. Memang sulit awalnya, tapi sedikit lebih lama Aku mulai...