"Kalian balik ke dorm aja, Aku masih ada perkumpulan eskul" perintah Rurin di lapangan basket.
Aku dan Venda berbalik, kita berjalan santai dan Aku melihat layar ponsel.
"Aa!" dengkusku saat kepala kiriku terkena bahu Venda karena bola mengenaiku.
Rurin yang berpakaian baju cheer leader itu lantas mengelus kepalaku pelan dan Venda menarik agar segera duduk.
"Mana yang sakit?" desak Rurin.
"Kamu gak kenapa-napa kan?" ujar Venda panik. Jujur tulangnya sangat keras, Aku sedikit pusing dibuatnya.
"Maaf..." kata laki-laki bersuara berat mendekat.
Aku melihatnya dengan seringai, lalu ia berinisiatif. "Panggil anak keperawatan, suruh cepat balik!" sarannya.
Ia juga menatap Rurin sini, "Kau balik lagi latihan!" lanjutnya membuat kedua temanku itu bubar.
Kalian sudah pasti mengetahuinya, Tsakif yang selalu ada disetiap kegiatan apapun di sekolah.
Aku menyangga kepalaku, "Takut ya, kemarin ku tunggu lama kau gak datang?" ledeknya.
Aku diam tak berkata apapun, lalu suara beberapa kaki mendekat membuatku terduduk sempurna.
"Nggak usah, nggak usah. Kalian kembali aja ke klinik!" perintahku membuat Venda heran.
"Venda, tolong beli air minum..." lirihku dan Venda mulai berpaling.
"Nanti aja bisa nggak? Kemarin Aku lupa..." pesanku menatap Tsakif.
Ia semakin terkekeh, "Bilang aja takut!" ejeknya.
Aku menatap arah lain kesal.
"Gabisa kayaknya, setelah basket masih ada jadwal osis. Tapi..., tetep diusahakan buat kamu." bebernya kembali ke lapangan dengan serius.
"Dih! Sssh"
~
Sepertinya memang tidak datang, Aku bahkan telah menunggu hingga hari mulai gelap.
"Balik aja kita" saran Rion menatapku.
"Tempatnya sepi..." ujarku belum usai.
"Emang sepi, tempat ini cuma dibuka tiap weekend sampe senen!" ungkapnya berbalik.
Aku tetap ke sana kemari tanpa tujuan hingga jam setengah 9 tepat. Aku terpaksa kembali atau dihukum ibu penjaga.
"Besok bisa kita umumin waktu kumpul!" suara Tsakif membawa kertas bersama temannya.
"Oke, ketemu lagi di rapat pleno besok!" pamit laki-laki yang kulihat dari kejauhan.
Aku tetap berjalan dengan kesal, dan Tsakif melihatku dan membuntutiku.
"Kau beneran nunggu?" katanya riang.
"Enggak!" tolakku berjalan bersama.
Bintang yang jelas, Aku mengangkat tangan kiriku dan kuberi minuman dingin yang mulai tadi kubeli.
"Belinya kelamaan, airnya nggak dingin lagi..." gerutuku.
Tsakif heran.
"Buat kamu aja kak, Aku masuk dulu" pamitku lesu.
~
Beberapa hari berlalu, Rion mengawaiku ketika ia berdiri di jembatan bersama kakaknya.
"Lu berdua kapan bayar utang 900 ribu? Udah jatuh tempo hari ini, jangan pura-pura lupa gue ingetin btw!" ucap Rion panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara Asrama
Novela JuvenilKata orang, masa SMA adalah masa paling menyenangkan. Masa yang tak akan pernah terlupakan. Namun sangat berbeda ketika Aku menjalaninya. Aku tidak penah terfikir jika harus sekolah di Asrama. Memang sulit awalnya, tapi sedikit lebih lama Aku mulai...