Hannah yang lain...

2 2 0
                                    

"Cantik, semangat ya." pesannya.

Zane menghampiriku dan duduk merangkulku dari samping.

Beberapa waktu kemudian, "Halah!" keluh kak Harrist kembali setelah menerima panggilan.

Aku menghapus air mataku setelah menceritakan keluhku, betapa melelahkannya berada disini.

"Kak Hamish masih sibuk syuting, belum ada waktu sekarang. Kakak sudah cerita dan weekend ini kakak kesini..." jelas kak Harrist panjang.

"Udah gelap, Dek! Kamu masuk, sana!" perintah kak Harrist setelah kita bertiga keluar dari restoran.

"Hp Hannah gimana?" dengkusku.

Kak Harrist terus menatapku, diantara semua kakakku hanya kak Hamish yang mengerti Aku.

Hanya kak Hamish yang hangat padaku, jadi Aku takut melihat tatapan kak Harrist saat ini.

"Kita balik, ya?" pamit Zane lembut.

Aku tak menghiraukannya dan berjalan masuk menuju gerbang utama.

Saat Aku melewati sebuah toko, seseorang dengan jaket tak asing terus kesana kemari tak jelas.

"Akhirnya, kutunggu kau mulai tadi. Mana ponsel kau, aku tanggung jawab!" katanya

Aku melihat sekeliling dan hanya beberapa orang sibuk lewat disekitar kita.

"Pinjam ponselmu kak, boleh nggak?" tanyaku.

Laki-laki bernama Tsakif, nama yang sering Aku dengar itu memberi ponselnya padaku ragu.

Aku mengangkat ponselnya tinggi, "Kalo Aku jatuhin ini, kita impas. Kakak nggak perlu tanggung jawab!"

"Eyy, jangan dong!" tegasnya membuatku terkejut.

Tanpa disadari, tangan laki-laki yang tinggi badanya sedikit diatasku menggengam tanganku juga.

Aku cepat-cepat melepas dan menjatuhkan ponsel tak sengaja karena perasaan tak enak.

"Shit!" ungkapnya marah.

Ia mengambil ponselnya dan Aku meninggalkan laki-laki itu.

Aku merogoh ponselku yang sudah tak berharga itu, Aku berpikir bahwa membenahi benda itu sama saja dengan membeli yang baru. Mungkin akan sangat mahal harganya.

Tangan kananku ditahan dan Tsakif masih bersikeras mengambil ponselku.

"Mama!" panggilku ketika ponselku disahut dan tanganku mengeluarkan darah karena sedikit goresan layar.

~

"Rin! Rurin, bangun!" panggilku mengejutkan gadis terlihat lelah.

"Tumben udah siap..." pujinya terduduk lemas.

"Udah jam 6 lebih..." balasku.

"Apa?" kejutnya, ia lantas terbirit masuk dalam kamar mandi.

"Rin, duluan ya... Kakak-kakak..." kataku belum usai.

Pintu terbuka, Lily masuk membawa 4 makanan. Dan Brenda membawa air minum dan susu.

"Jangan berangkat dulu, Han! Tunggu bentar!" teriak Rurin

"Sarapan dulu..." perintah Brenda.

~

"Iniloh, Han! Teman kelas kita juga, namanya Venda!" ujar Rurin mengenalkan wajah yang tak asing.

"Kita, satu kelas?" singkatku.

"Iya, dia duduk paling belakang deret meja kita." yakin Rurin disamping kiriku.

Asmara AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang