1- Benang dan Kenangan

5.7K 548 1.1K
                                    

-Tadinya aku mau nunggu komenan part sebelah 1k baru update, tapi kayanya kalo aku nunggu sampe komentar 1k bakal update bulan puasa atau malah abis lebaran.

-happy reading. Jangan lupa ramein semampu dan semau kalian, aku tidak memaksa.

***

"Berdiri di antara utas benang bukan hanya tentang rapuh tapi juga tajam. Bukan tentang jatuh tapi juga menghancurkan."

Kata kebanyakan orang, di dunia ini ada dua tempat yang meninggalkan banyak cerita. Yang pertama adalah bangku sekolah dan yang ke dua adalah rumah sakit, dua tempat yang menyimpan emosi dan perasaan manusia, bahagia atau kesedihan, pertemuan dan perpisahan. Tidak ada yang tahu berapa banyak orang yang pernah berlalu lalang di tempat itu, lebih dari sekali atau bahkan berkali-kali, terbungkus menjadi kenangan yang bisa dikenang sewaktu-waktu, menjadi cerita baru. Maka di balik itu semua, salah satu dari sekian banyak orang yang tengah menciptakan kenangan tersebut adalah Sandra, seorang perempuan dengan ikatan cepol yang baru saja melepas jas putih kebesarannya dan melempar ke sembarang arah, lalu duduk dengan sedikit hentakan marah.

"Kemarin udah hampir sembuh, udah nggak ada yang luka bahkan nggak perlu diperban atau diplester lagi. Lo udah hampir sembuh tapi liat sekarang!" Oke, sepertinya dia sangat marah hari ini. Jika tanduk bisa dilihat, mungkin tanduk itu sudah tumbuh di atas kepala Sandra untuk menakuti lawan bicarannya.

Sayang, laki-laki yang notabenenya adalah Jonathan tersebut malah tersenyum tipis. Ia tatap tangannya yang terbungkus plester yang ia pasang dari rumah, berantakan, tidak menutup seluruh luka di jari, seadanya, dengan pleaster mainan pula, beberapa bahkan sudah mengelupas karena tidak begitu rekat.

"Ntar gue kasih obat biar nggak infenksi, diminum jangan dibuang. Pake plester medis bukan mainan." Sandra masih terus mengomel sedangkan Jonathan memilih untuk menyimak semuanya tanpa alpa. "Denger, nggak?"

"Iya, denger."

"Denger doang, masuk telinga kanan keluar telinga kiri."

Jangan tanya mengapa Sandra begitu marah, semua dokter juga akan marah melihat pasiennya menganggap remeh setiap pesan yang diberikan. Meski Jonathan bukan benar-benar menjadi pasien resminya di rumah sakit, Sandralah yang dengan suka rela menjadikan dirinya sebagai perawat, dokter, teman, untuk semua yang Jonathan alami beberapa bulan belakangan ini. Sebagai dokter anak, ia perlakuan Jonathan sebagai seorang anak yang butuh diajarkan untuk memahami betapa pentingnya arti sehat dan menyayangi tubuhnya sendiri, sebab Jonathan benar-benar begitu buta untuk melakukan itu semua, ia amat sangat mirip anak-anak yang tidak memahami arti menjaga sesuatu yang begitu susah payah di usahakan semua orang. Sandra tidak menyalahkan sakit pada jiwa Jonathan, Sandra hanya ingin Jonathan menyadari bahwa dirinya, tubuhnya, berharga.

"Kalau setiap hari lo luka dan dateng ke sini cuma buat minta dipasangin plester, besok-besok gue nggak mau ketemu lo dan ngobatin lo lagi."

Sekonyong-konyong ucapan Sandra membuat Jonathan gelagapan. Sejauh ini, benar. Sandra tahu bahwa perasaan tidak diinginkan dan kosong yang Jonathan alami begitu menyakitkan. Dari beberapa sesi konseling yang biasa Sandra lakukan terhadap anak-anak dengan gangguan marah atau keterlambatan tumbuh kembang, Sandra mencoba menerapkan metode ini terhadap Jonathan.

Biasanya, anak-anak yang diajak untuk menjalin obrolan ringan mudah menerangkan perasaannya secara tidak langsung. Apalagi Sandra begitu sabar dan penuh hati-hati untuk menjalin satu persatu langkah supaya lebih dekat. Anak-anak menjadi merasa aman dan nyaman menumpahkan masalahnya yang tak terbaca bahkan oleh orang tua mereka, hal itu juga yang dilakukan Sandra kepada Jonathan. Bedanya, Jonathan bukan anak-anak polos yang akan menceritakan kisah sedihnya dengan cuma-cuma, dia punya banyak penawaran dan harapan seolah-olah setiap obrolan yang ia bagi harus mendapat feed back yang setimpal. Begitu pula ketika Jonathan memutuskan untuk memberikan hatinya, Sandra harus membalasnya juga dengan sesuatu yang sama besarnya.

5. Bintang Senja [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang