"Aku bakal update lagi setelah vote 1k dan coment 1k, jangan cuma jago nagih updatean dong, ayo effort juga kaya aku. Mari saling mendukung satu sama lain."————
"Tidak ada yang tahu sekokoh apa raga itu berdiri. Semua orang tahu, dia sangat kuat, tak terhancurkan."
Kepulan asap rokok memenuhi ruang kerja milik Sagara sebelum jendela dibuka. Di balik pintu utama, Narda berdiri lalu masuk setelah terdengar suara jawaban singkat dari si pemilik ruangan, kemudian menyapa Sagara singkat dan duduk di salah satu sofa yang tersedia.
"Ada apa? Berantem sama Missel?" Sagara langsung bertanya, menoleh pada Narda yang baru muncul batang hidungnya.
Narda menunduk sambil menatap ponsel, ia menyalakan benda pipih itu lalu menemukan wajah Missel sebagai wallpaper layar kunci, begitu cantik meski wajahnya pucat. Senyumnya manis meski bibirnya kering, Misselian cantik meski rambutnya harus ditutup oleh topi beanie karena semakin menipis dan rontok.
"Oh, kayanya lebih dari berantem. Dia ngajak lo udahan?" Sagara menoleh kepada Narda lalu tersenyum. Setelah rokok yang ia sulut habis, ia melangkah untuk bergabung dengan Narda. "Akhir-akhir ini anaknya banyak drop, Nar. Hari rabu kemarin dia pingsan 24 jam, dan sempet dinyatakan koma tapi nggak lama. Mungkin dia pikir kalian harus udahan karena dia ngerasa capek."
"Capek jalin hubungan sama gue?"
Sagara menggeleng pelan. "Capek sama penyakit ini."
Mengapa Sagara begitu tenang membahas apa yang terjadi? Padahal, Narda sangat tahu bahwa Sagara tengah diserang dari berbagai sisi. Perihal adiknya yang belum juga membaik, perihal cinta yang entah bagaimana kabarnya.
"Terus gue harus gimana, Gar?"
"Nggak perlu gimana-gimana. Dia emang udah sering ngajak lo menyudahi hubungan ini karena mikirin lo seandainya dia kalah ngelawan penyakit yang dia derita. Lakukan seperti biasa, biarkan permintaan itu jadi permintaan kosong."
Bukankah Sagara juga tengah merasakannya? Ia abaikan pemintaan kosong Ghea seolah-olah ia akan mengiyakan pinta perempuan itu. Tapi siapa yang akan menyerah? Sagara tak akan menyerah untuk Ghea dan Narda pun tak akan menyerah untuk Misselian, mereka harus memperjuangkan cinta yang tumbuh di hatinya entah sampai kapan.
"Tadi Mama juga bilang Missel abis pangkas rambut, jangan kaget ya kalau dia kirim foto udah plonto—
"Gar." Narda menginterupsi dengan wajah resah, lalu meletakkan ponselnya ke meja. "Dia selalu cantik. Gimanapun keadaannya. Tapi tolong lo jangan nyerah buat kasih yang terbaik buat Missel."
Sagara tersenyum, merasa lega karena Narda tak melangkah sedikit pun untuk memberikan dukungannya untuk sang adik. Ia tidak pergi bahkan ketika Missel terus meminta pergi, ia tak lelah memberitahukan keseriusannya alih-alih pasrah mendengar untaian putus asa dari Misselian. Sekalipun yang ada di kepala gadis itu hanya mati, mati dan mati, Narda terus menjawab dengan sembuh yang tak habis-habis.
"Tapi lo tau, Nar. Misselian nyuruh lo pergi karena dia nggak bisa menjamin kebahagiaan lo."
Kebahagiaan yang seperti apa yang Narda butuhkan? Narda sendiri bahkan tidak tahu. Sebab di kepalanya, mendengar Misselian masih sanggup bicara sudah cukup, mendapatkan balasan pesan sudah cukup, bisa melihat senyuman dan matanya yang bercahaya, sudah cukup. Narda tidak butuh kebahagiaan yang besar, ia hanya ingin merasa cukup. Maka Misselianlah kecukupan itu, cukup terus bernapas untuk Narda.
KAMU SEDANG MEMBACA
5. Bintang Senja [END]
Roman d'amourBAGIAN KELIMA 'Semesta dan rumahnya' "Akulah bintang senja yang bersinar paling terang, namun tak bisa melihat cahayaku sendiri." Bahkan, seindah rupa pun tak bisa menjamin manusia bahagia, seperti Jonathan. Dia tak peduli dengan kata 'tampan' yang...