"Manusia diciptakan untuk menanggung banyak rasa. Mereka melampiaskannya dengan banyak cara."
"Kalau tadi gue nggak bangun lagi, lo sedih, nggak?"
Sudah berlalu begitu lama saat pertanyaan itu terlontar. Petang yang menghitam bahkan mulai samar oleh dendang nyanyian alarm dari kamar sebelah, bersuara ayam berkokok nan lantang, menggemparkan seluruh lantai bahkan hingga ke kamar yang ditempati Ghea. Perempuan itu, benar-benar tak bisa tidur entah karena memikirkan apa. Apakah karena pertanyaan Jonathan yang terdengar aneh? Atau karena merasa canggung harus berada di satu kamar yang sama setelah kejadian itu?
Suara berisik alarm masih berdering nyaring saat Ghea menilik wajah Jonathan yang masih bengkak, tidur begitu pulas dengan mulut terbuka dan dengkuran halus, menguasai seluruh tempat tidur padahal ia sudah menjanjikan tempat di sebelahnya untuk Ghea.
Sebelum sinar matahari berani menelisik fentilasi, Ghea berjalan keluar sambil membenarkan pakaian milik Jonathan yang ia pinjam. Yang mengejutkan adalah, Jonathan punya banyak baju tidur dengan warna-warna lembut seperti biru dan merah muda, bermotif boneka atau bahkan polos seadanya, ukurannya pun tak begitu kebesaran karena Jonathan bilang baju-baju itu sudah tak lagi muat di tubuhnya.
Lalu mengapa Jonathan masih menyimpan baju-baju sempit ini? Hanya Jonathan yang tahu.
"Narda?" Ghea menemukan Narda sudah bangun, sibuk membuat secangkir kopi di dapur. "Udah bangun?"
"Barusan, mau ngapain?" Narda sibuk mengaduk kopi yang baru ia seduh sambil sesekali menoleh kepada Ghea yang terlihat canggung. "Mau kopi juga?"
Ghea menggeleng pelan. "Aku udah nggak minum kopi lagi sejak lulus kuliah," katanya kemudian, sedikit canggung.
Narda mengangguk pelan lalu duduk di salah satu kursi meja makan. "Padahal dulu mood booster lo Americano."
Ghea tidak menemukan tatapan Narda saat laki-laki itu bicara perihal tentangnya yang telah berlalu. Ketimbang beradu tatap, Narda malah sibuk menatap secangkir kopi yang telah larut dengan gula dengan kadar manis yang rendah, tampak begitu biasa saja saat mengatakan keadaan Ghea saat masih menjalin hubungan dengannya.
Mungkin, hubungan mereka hanya berjalan seminggu. Tapi untuk mendekati Narda—Ghea membutuhkan waktu dua bulan itu pun melalui bantuan Jonathan dan Haikala pada masa itu. Dua bulan yang terdengar lebih panjang sepertinya membuat mereka saling tahu satu sama lain. Ghea yang tahu bahwa Narda menyukai mi ayam dan kopi hitam hangat alih-alih dengan es, Narda yang tahu bahwa Ghea sangat menyukai Americano dan pandai membuat roti selai nanas.
Apa yang membuat Narda akhirnya membalas cinta Ghea? Hanya Narda yang tahu jawabannya. Sebab Ghea hanya perlu mendapatkan cinta itu lalu meninggalkannya seperti kesepakatan, dan ia akan mendapatkan kembali flashdisk berisi banyak kumpulan tugas mahasiswa yang ia kerjakan, lalu mendapatkan uang untuk bertahan hidup. Mungkin, sampai hari ini, Narda akan terus menilai Ghea perempuan brengsek, tapi biarlah tetap seperti itu karena masa lalu tak lagi berarti untuk hari ini.
"Lambungku udah nggak kuat nerima kafein, aku juga harus jaga kesehatan karena harus kerja."
Setelah berada dalam kecanggungan, Ghea membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa bahan masakan yang Jonathan miliki. "Kamu mau sarapan apa? Aku mau buatin bubur untuk Jonathan, kayanya dia juga masuk angin karena nggak mau pake baju."
KAMU SEDANG MEMBACA
5. Bintang Senja [END]
RomanceBAGIAN KELIMA 'Semesta dan rumahnya' "Akulah bintang senja yang bersinar paling terang, namun tak bisa melihat cahayaku sendiri." Bahkan, seindah rupa pun tak bisa menjamin manusia bahagia, seperti Jonathan. Dia tak peduli dengan kata 'tampan' yang...