• 09

24 2 0
                                    

   Ana saat ini terlihat celingak-celinguk saat duduk di hadapan Raga dengan Papahnya, ditambah posisinya di rumah Ana sendiri. Ana duduk di tengah-tengah Karan dan Arya.

"Diminum kopi nya, saya juga habis buat bolu, silahkan dimakan," Ujar Shafa yang datang membawa nampan berisi bolu dan kopi, untuk dihidangkan.

Jaya pun berdeham, "Ekhm, gimana kalau langsung intinya saja?" Ucapnya, mencolek lengan Raga seperti memberikan suatu kode.

Sadar akan kodean dari Papah nya, Raga langsung mematikan handphone nya.

"Apa kamu masih ingat dengan janji kita waktu itu, Ran?" Tanya Jaya pada Karan selaku Ayahnya Ana, lantas ia menggelengkan kepala nya dan sedikit bingung.

"Janji, kalau di antara kita jika memiliki anak laki-laki dan perempuan? Kita akan menjodohkannya, aku harap kamu dan Shafa, paham maksudku." Jelas Jaya,

Karan pun mengangguk seolah paham apa yang dimaksud Jaya, ia pun tersenyum dan menoleh ke arah Ana. "Aku paham dan masih ingat, aku juga berniat dari awal saat tau kamu memiliki seorang putra tunggal," Jawabnya, Ana mencoba mencerna obrolan mereka. Yang ia tangkap, ini perjodohan. Di satu sisi harusnya dia bahagia, tetapi mengingat sosok Aurel di hati Raga sudah membuat Ana, putus asa duluan.

"Bagaimana, Shafa?" Tanya Jaya ke Shafa selaku ibu dari Ana, mendengar itu Shafa langsung meraih tangan Putri nya dan menggenggam erat, "Semua keputusan ada di Ana, aku gak bisa maksa kalau dia menolak perjodohan ini. Dan kembali lagi dengan Raga, apakah sudah benar-benar siap mencintai Ana? Menjaga Ana seumur hidup? Ana tidak pernah kekurangan kasih sayang dan cinta dari aku ataupun Ayah nya, jadi aku tidak mau Ana suatu saat disakiti oleh Raga," Jawab Shafa,

Ana pun tersenyum mendengar pengakuan dari Shafa, kemudian tatapannya tertuju dengan Raga yang terlihat serius mendengar jawaban dari Shafa.

"Sekarang dari Ana sendiri, bagaimana?"

Kini, Ana yang ditanyain oleh Jaya, "Ana, terima perjodohan ini tanpa merasa keberatan..." Jawab Ana, final keputusannya.

"Alhamdulillah!" Ucap mereka bersamaan, kecuali Raga ataupun Ana hanya sama-sama diam. Mereka larut dalam pikiran masing-masing, tak hanya itu Karan dengan Jaya saling berpelukan satu sama lain.

"Jadi, akad nya dimulai kapan?" Tanya Shafa,

"Bulan depan, rencana ku sih cukup diadakan di rumah ku saja dan dihadiri oleh kerabat dekat kita saja, gimana? Ada tambahan?" Usul Jaya,

"Aku setuju, pesta nanti saja ketika Raga dan Ana siap untuk mempublikasikan hubungan mereka. Karna, gimana pun, menjadi bagian keluarga Widyatama itu suatu kehormatan." Jawab Karan, yang mendapat anggukan dari istri dan anak-anaknya.

"Ohh pantes, halaman rumah di renovasi ternyata emang rencana awal toh..." Gumam Raga dengan pelan, kemudian ia mengetikkan suatu pesan untuk Ana.

[•••]

Anaurel

Na, bisa keluar?
Gue pengen cari angin.
Mungkin, ada yang mau lo omongin sama gue?
Sebelum jadi istri gue?

Bentar Kak, aku izin sama mereka.
Aku masih shock berat.
Ini, lo tau dari awal?

Iya.
Gue, gak bisa nolak karna ini permintaan Papah juga.
Ngapain lo, shock?
Bukannya ini yang lo mau dari awal?

RAGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang