[5] Balas dan Membalaskan

9 1 0
                                    

(Name) keluar dari mobil rolls royce phantom miliknya. Ia menaikkan kacamata hitamnya, lantas menggantungkannya di kepala bak bandana.

"Ayo mulai."

Ia tak berpenampilan seperti biasanya. Surai pirang sepunggung yang biasa diikat messy bun ataupun digerai kini terganti dengan rambut palsu berwarna cream. Mata ungu anggur penuh semangat kini terganti dengan softlense berwarna hijau limau.

Yah, singkatnya (Name) sedang menyamar. Ia menggunakan nama Fionna Rosalline sebagai nama palsunya.

Ia menatap bar besar dihadapannya. Ia tersenyum lantas masuk kesana. Matanya yang kini menjadi hijau limau memandang kesana kemari. Mencari seorang oknum.

"Aha, itu dia." (Name) tersenyum ketika melihat Kaiser--- orang yang dicarinya--- duduk sendirian di konter palung pojok sembari menggoyangkan gelas wine miliknya bosan.

Dengan sengaja (Name) duduk di bangku konter samping Kaiser.

"Pelayan, aku ingin segelas Vermouth."

Kaiser yang ada disampingnya menoleh saat mendengar suara yang familiar. Ia lantas menghampiri gadis disampingnya dan cepat-cepat mencengkram dagunya.

"(Name), don't be naughty. I know it's you."

(Name) tersenyum. "Kaiser, aku sudah 18 Tahun." Ujarnya sok polos. Dalam hati ia bertanya bagaimana Kaiser bisa mengenalinya.

"Tetap saja. Kamu belum legal untuk minum alkohol. Pulang atau aku menarikmu ke mobil." Kaiser mengintimidasi.

"Santai." (Name) melepas rambut palsunya dan membuang kontak lensanya ke sembarang tempat. "Kamu juga, kok. Kamu masih 19 Tahun dan sudah minum. Wah, kamu sama br*ngseknya denganku, dong?"

"Jangan memanipulasi kepercayaan orangtuamu karena memberimu SIM dan membelikanmu Rolls Royce." Kaiser memutar netranya kesal.

"Pulang, (Name). Kamu tak ada urusan disini." Tegas lelaki itu sekali lagi.

"Oh ya? Aku ingin melihatmu bertemu dengan gadis itu." Ujar (Name). Ia tersenyum teduh misterius.

"Mari mulai pertunjukkan analisisnya, Michael."

*****



















Surainya berkibar-kibar diantara angin yang berhembus. Ia menatap santai pemandangan yang indah dari atas sini, yaitu lampu-lampu gedung dan juga kendaraan yang berlalu-lalang.

"Berakhir sudah, Sora," ujarnya. Ia menodongkan pistol di tangannya ke kepala gadis itu.

"Naomi, kamu, dan terakhir, dia." Ujar gadis dengan surai sepinggang itu. "Ah, aku ingin menatap irisnya lagi. Apakah masih segembira beberapa tahun lalu?"

Sora menggeleng. Gadis itu menggeliat, berusaha terlepas dari ikatan yang si 'mawar' buat. Sora berdehem-dehem, berusaha berbicara sebab mulutnya ditutup solatip.

"Shushushu, bicara apa?" Si gadis pertama pura-pura tak mendengar. "Diamlah kamu b*jingan. Kita akan ketahuan."

*****



















Gumaman pelan yang sedaritadi Kaiser dengarkan akhirnya selesai jua. Ia sekarang berada di kamar serba ungu, ya. Kamar (Name).

Semua orang disana terkesiap mendengar cerita (Name). Ya, semuanya berada di Mansion Gadis itu sekarang. Girl'shine dan Six'star masih disana.

"Be-benarkah?" Tanya Karen tak percaya. "Tak mungkin. Dia gadis yang baik, (Name)! Kamu bilang... Kamu selalu didekap olehnya?!"

"Diam." (Name) menopang dagu. Mungkin wajahnya terlihat kacau namun irisnya menatap dalam.

"Saat lampu panggung jatuh, aku pikir aku akan mati tanpa membalaskan dendam," ujarnya.

"Namun ternyata, aku salah." Gadis itu beranjak menuju jendela kamarnya dan membuka tirai. Menatap bulan purnama itu.

"Aku berharap balas dendam waktu itu. Tapi, saat aku mulai menyelidiki satu persatu dari kejadian yang menimpa diriku, lalu obrolan Mami dan Papi di malam-malam yang lalu, lantas beberapa kertas caci makian yang kalian temukan," (Name) menarik napas.

"Semua itu, adalah hal yang membuatku harus balas dendam, bukan membalaskan dendam."

𝐬𝐭𝐚𝐫'𝐬 𝐥𝐞𝐭𝐭𝐞𝐫 • 𝐛𝐥𝐮𝐞 𝐥𝐨𝐜𝐤. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang