Harumi menatap polos adiknya. Perlahan ia melepaskan kedua tangannya yang bertaut didepan dada dan mengangkatnya.
"Kamu cukup pintar, ya." Harumi tertawa. Ia menyandar pada besi pembatas dan menyilangkan kakinya santai. "Aku tak menyangka kamu akan sedetil ini dalam kejadian yang menimpamu."
(Name) mendengus sambil tertawa. "Kamu pikir aku (Name) yang dulu? Yang masih pasrah akan segala masalah? Ah, apalah."
Harumi terkikik dan menatap Kaiser dan (Name) gantian. "Kalian mirip." Ujarnya. "Sangat mirip."
(Name) mengerutkan alisnya, begitu pula Kaiser yang mempersiapkan ancang-ancang.
"Kaiser, kamu dan adikku mempunyai banyak kesamaan mutlak. Logika kalian, sifat angkuh kalian, dan cara kalian beranalisis," Harumi berkata, "semuanya identik."
Akhirnya ia menatap adiknya. Ia tersenyum, arogan namun tenang. "Kamu bertanya apa motifku karena mencoba membunuhmu, iya?" Harumi bertanya lagi.
(Name) menganggukkan kepalanya. "Iya. Cepatlah, aku tak ingin mengulur waktu."
Harumi tertawa pelan. "Oke. Akan kujawab," ujarnya. "Dengan cerita juga."
Harumi menurunkan tangannya. Lantas berbalik kearah bawah, menatap bulan purnama yang menyinari langit malam ini.
"Ini berawal saat kamu berkata ingin jadi novelis, (Name)." Harumi memulai cerita panjangnya.
"Aku mengatakan ini kepada Mami dan Papi. 'Mi, Pi, kuharap kalian mendukung (Name) sebagai novelis. Harumi tidak sanggup, karena Harumi ingin jadi idol. Namun, Harumi juga iri karena (Name) bisa merangkai kata-kata seindah itu'. Namun Mami dan Papi menjawab, 'apalah kamu ini. Jangan ikuti hobi aneh itu, novel takkan menghasilkan uang'.
Aku menjadi sangat sedih saat itu. Bagaimanapun, perasaan (Name) adalah perasaanku juga. Aku masih ingat wajah pilu (Name) saat kukatakan bahwa kita berdua hanya boleh menjadi idol.
Namun, kenaheannya mulai muncul."
(Name) tersenyum. Kaiser hanya menatap Harumi heran. "Hey, apa benar cerita itu?" Tanyanya. (Name) melakukan gestur 'ya' dan membuat Kaiser sangat gelisah.
"... Orangtua kita mulai melarang untuk bermain bersama lagi. Kamarku dan kamar (Name) dipisah, tiap kita ketahuan berpapasan atau bahkan bermain bersama, aku selalu dinasehati dan (Name) selalu dipukuli oleh para pelayan. Bahkan, oleh Mami dan Papi sendiri.
(Name) mungkin saja bersekolah seperti biasa. Namun aku terus dituntut untuk mendapatkan yang terbaik dan menjadi Idol cilik yang terkenal. Mami dan Papi bilang, 'kami mendidikmu seperti ini karena kami tak ingin kamu menjadi seorang pembangkang seperti (Name), kami tak ingin kehadiran (Name) di keluarga ini kalau dia menjadi seorang pembangkang'.
Mulai dari situ... Aku benci pada (Name). Aku selalu mengutuk dirinya yang membuatku terjerumus kedalam tuntutan orangtua yang tiada habisnya. Aku selalu mengutuk dalam diriku, 'kalau saja aku menolak membantu (Name) untuk mengatakan dia ingin menjadi novelis pada ayah dan ibu. Pasti takkan seperti ini'.
Mulailah aku menulis banyak sekali kertas caci makian, dan membayar orang untuk mencelakaimu. Namun sepertinya... Kamu terlalu pintar untuk melawanku."
Harumi berhenti berbicara. Sedangkan (Name) menatapnya pilu.
"Kaiser. Berjaga." Bisik (Name). Kaiser melirik gadis itu dan dengan ngeri memasang kuda-kuda dan menatap Harumi waspada.
"(Name)..."
"MATI KAMU, ANAK TERKUTUK!!!"
(Name) menoleh ke kanan. Kearah Isagi, Kunigami dan Chigiri berjaga dengan senapan mereka. (Name) memberikan isyarat untuk menembak, isyaratnya diterima dengan sebuah suara tembakan keras dari arah barat.
(Name) menahan Harumi yang menodongkan pisau padanya. Sambil meraung, Harumi terus-terusan berusaha mendorong (Name) dari hadapannya dan menikamnya. Sementara Kaiser masih sibuk dengan Sora, ia berusaha melepaskan ikatan tali mati yang melilit gadis itu.
Peluru dari senapan yang ditembakkan Kunigami meluncur cepat. (Name) Menatap kesana-kemari, sekali ke Harumi dan sekali lagi kearah tempat peluru itu akan datang.
"(NAME)! ULUR WAKTUNYA!"
Suara keras dari Kaiser menyadarkan (Name). Ia lantas menepis pisau dari tangan Kakaknya dan menatap Kakaknya sebal.
"MATI KAMU! MATI!" Amuk Harumi. (Name) bisa memaklumi, ia tahu ini adalah segala kesedihan dan amarah Harumi yang ditahannya selama bertahun-tahun.
(Name) mulai menggigiti bibirnya. Ia menatap peluru yang semakin mendekat kearah mereka. Ia harus menenangkan Harumi sebelum ikut tertembak.
"AKU BISA MATI, TAPI TIDAK DITANGANMU!" Jerit (Name) tak kalah keras dari Harumi. Gadis itu mulai menginjak kaki Harumi dengan sepatu hak tinggi miliknya.
"OH, YA? AKU BISA MEMBUNUHMU!" Harumi tertawa-tawa dan mulai menyerang (Name).
"Gawat. Aku mulai kewalahan." Gumam (Name) didalam hatinya. Lantas ia menatap Harumi dan memegang kedua bahunya saat ada kesempatan.
"MAUMU APA, SIH?! HAH?!" Seru (Name) pada Harumi. Harumi berhenti meraung karena suara keras dari adiknya, lantas ia mulai terisak.
"Kamu... Masih bertanya, (Name)?
Aku hanya ingin merasakan kebahagiaan... Yang orang lain rasakan..."
(Name) terbelalak. Gawat.
Pelurunya semakin dekat. Dan akhirnya menembus pagar besi pembatas, dan mulai mendekati Yoshiko bersaudara itu.
(Name) menggeram, ia lantas mengeluarkan pistol dari sakunya dan membelokkan arah tembak peluru itu. Berhasil, peluru itu melayang ke tanah dan menembak lantai rooftop.
(Name) bersama Harumi jatuh ke tanah. Harumi masih terisak, sementara (Name) masih ngos-ngosan karena telah membelokkan alur tembak peluru itu sekuat tenaga.
(Name) menatap iris hazelnut yang sesekali terlewat kilat ambisi, namun diiringi oleh kilatan pilu dan rasa kasih sayangnya kepada (Name). Mungkin pertarungan hati dan logika Harumi-lah yang membuatnya agak linglung dan ragu untuk menikam (Name).
(Name) Menatap Harumi sedih. Ia mengusap air mata kakaknya dan memeluk raga rapuh itu. Dibawah tangan (Name), ia bisa merasakan tubuh Harumi bergetar dan juga kasarnya bekas luka cambukan dari balik kemeja tipis yang dipakainya.
"Kakak, maafkan aku." Ujar (Name).
"Sedari dulu... Aku paham bagaimana perasaan kakak. Kakak dituntut habis-habisan──bahkan sampai menerima sebuah kekerasan, untuk jadi idol sementara aku tidak dipedulikan. Bisa-bisanya aku iri kepada kamu dulu."
Harumi terisak di bahu Adiknya. Ia perlahan mengulurkan tangan, balik memeluk adiknya. Mereka mulai terisak bersama. Mereka tahu, mereka sama-sama ingin bahagia. Namun apalah daya, orangtua mereka tak memperbolehkan. Mereka sama-sama ingin bahagia, namun mereka harus saling menjatuhkan terlebih dahulu.
"Kakak. Kakak tak apa 'kan, dipenjara sementara waktu?" Tanya (Name). Karena masih terisak, Harumi menjawabnya dengan anggukan.
"Oke. Jaga diri baik-baik disana, ya, kak." Ujar (Name), dan melepas dekapannya. Suara isakan pilu sang Kakak sekarang mulai diselingi suara sirine polisi yang berdengung di setiap sudut. Malam menjadi saksi bisu atas bertemunya dua orang kakak beradik yang sebenarnya saling menyayangi, namun terhalang oleh keadaan sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐬𝐭𝐚𝐫'𝐬 𝐥𝐞𝐭𝐭𝐞𝐫 • 𝐛𝐥𝐮𝐞 𝐥𝐨𝐜𝐤.
Mystery / Thriller𐙚 ˖ ݁𖥔 | starlight last sequel !' teori-teori itu terus berlanjut, bukan begitu, Yoshiko [Name]? yah, begitulah. aku yakin, tapi apakah itu benar? tentang [Name] yang tak mau mati ditangan kakaknya. © Muneyuki Kaneshiro #!! - blue lock x fem!ido...