[8] Malam Pertama

12 1 0
                                    

Suasana bar terasa lebih ramai dari beberapa malam sebelumnya. Kaki jenjang seorang wanita mulai masuk, disambut hangat oleh seorang pelayan dan mulai mengarahkannya ke tempat duduk.

Wanita itu duduk di konter. Ia melepas cepolan rambutnya dan tergerai lah surai sepinggang yang ikal itu. Kukunya yang dipoles cat kuku berwarna marun mengetuk-ngetuk meja, berandai alkohol mana yang enak diminum saat jam-jam seperti ini?

"Apa pesananmu nona?" Tanya bartender. Wanita itu mengetukkan kukunya lagi dan akhirnya memutuskan untuk memesan segelas wine.

Bartender dengan telaten membuka tutup botol wine yang baru saja dikeluarkan itu. Botolnya bersih, begitu pula wine yang dituangkan kedalam gelas terlihat sangat enak.

"Silahkan nona. Ini adalah rekomendasi wine dari bar kami." Ucap si bartender. Ia menunduk pada sang hawa atas tanda hormat lalu pergi untuk melayani beberapa pelanggan lainnya.

Wanita bersurai coklat itu menggoyangkan gelas winenya. Bagus, pikirnya. Dengan telaten ia mendekatkan gelas kepada bibirnya yang dipoles lipstik merah, setelah selesai meminum beberapa teguk wanita itu mengelap ujung gelas wine miliknya agar tak tersisa warna lipstik disana.

"Hey, minum lagi?"

Wanita itu menoleh pada seorang gadis disampingnya. Gadis dengan surai merah muda pucat dan juga mata ungu. Ameko Naomi.

"Seperti yang kamu lihat saja." Respons si wanita. "Naomi, apa yang kamu lakukan disini? Kamu masih 17 Tahun. Kamu tak boleh minum alkohol dulu."

"Peduli sih. Ini bar juga punya ayahku, ya nggak? Hahaha..." Tawa Naomi, berusaha menghibur si wanita disampingnya.

"Duh, astaga."

Si wanita tersenyum dan menegak wine nya lagi. "Oh ya, bar ini tutup jam berapa?"

"Biasanya jam 2 sudah tutup." Jawab Naomi kepada wanita disebelahnya. Ia melirik jam di ujung konter, "lihat, tuh. 10 menit lagi."

"Oke, oke." Ujar si wanita. "Omong-omong, aku boleh pinjam tempat ini? Untuk aku berbicara denganmu?"

Naomi mengernyit. "Bicara apa?" Tanya gadis itu. Si surai coklat hanya terkekeh dan menghabiskan beberapa tetes wine dari gelasnya. "Tak ada apa-apa. Aku hanya ingin berbicara soal misi milikmu."

"Apa ada tambahan?" Naomi memutar tubuhnya, menghadap tubuh si wanita. Naomi menyilangkan kakinya kesal.

Wanita itu menggeleng. "Tidak. Tunggu saja sampai semua orang bersiap untuk pulang dan kita akan membicarakannya."

****














Itulah beberapa menit sebelum Naomi berlari terbirit-birit keluar bar. Ia menatap seseorang yang mengejarnya dibelakang dengan ngeri. Namun gadis bermarga Ameko itu tak bodoh-bodoh juga. Ia mengecoh wanita itu agar berputar di sekeliling gang sempit yang mereka tempati.

Naomi masih saja berlari terburu-buru bak dikejar sebuah mimpi buruk. Tak salah, sih. Naomi terlihat sangat ketakutan, peluh bercucuran dari dahinya saking kencamg gadis itu berlari.

Ketika dirasa aman, Ia menoleh kebelakang, dan akhirnya berhenti berlari.

"Ah... Dia sudah pergi." Ujarnya. Surai merah muda pucat itu ia kibaskan, mengusir bulir keringat yang mengganggu.

"Aku tak bisa mati ditangannya."

Gadis itu berjingkrak ekstra waspada di sepanjang gang sempit itu. Waktu menunjukkan pukul 02.33, hampir dini hari.

Akhirnya ia tiba di sebuah bar kecil. Ia masuk, namun penerangan disana sudah padam semua. Padahal, saat beberapa menit yang lalu, bar itu masih terang meski sudah ditutup.

"Apa yang---"

"Halo."

"Siapa--- HAH?!"

JLEB

Cipratan darah mengenai wajahnya. Sekilas, ia melihat wanita cantik dengan rambut panjang tergerai sedang memegang sebuah pisau yang digunakan untuk menikam perutnya.

𝐬𝐭𝐚𝐫'𝐬 𝐥𝐞𝐭𝐭𝐞𝐫 • 𝐛𝐥𝐮𝐞 𝐥𝐨𝐜𝐤. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang