November Rain

722 37 2
                                    

🥀🥀

"Kim Namjoon, aku memilih engkau untuk menjadi suamiku. Aku berjanji akan setia kepadamu dalam keadaan untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan aku mau mencintai serta menghormati engkau di seumur hidupku," Seokjin yang berdiri tegap di hadapan Namjoon itu terdengar lantang suaranya saat dia melontarkan serentetan kalimat janji suci tadi. Sorot mata lelaki bertubuh jangkung itu pun tampak memancarkan kesungguhan yang nyata tatkala si tampan mengunci pandangannya pada Namjoon yang kelihatan sangat menawan dalam balutan tuksedo berwarna putih bersih---pakaian yang juga senada dengan apa yang dikenakan oleh Seokjin pada hari yang sakral ini.

Namjoon yang diam-diam tengah gugup setengah mati itu mencoba untuk bersikap setenang mungkin. Maka, diambilnya napas panjang selama sejenak dan genggaman tangannya spontan mengerat di atas tangan Seokjin ketika si jelita akhirnya membalas, "Kim Seokjin, aku memilih engkau untuk menjadi suamiku. Aku berjanji akan setia kepadamu dalam keadaan untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan aku mau mencintai serta menghormati engkau di seumur hidupku."

Perasaan mengharu-biru tentunya semakin kental di dalam gereja tersebut. Beberapa di antara tamu bahkan sampai ada yang menitikkan air matanya saat kedua mempelai pengantin yang berdiri berdampingan di depan altar gereja itu sukses juga mengucapkan janji suci mereka masing-masing.

Dari sana, acara kembali berlanjut pada prosesi pemasangan cincin.

Seulas senyuman ramah terpampang di wajah keriput sang Imam ketika pasangan Kim itu menghadap tepat ke arahnya. "Cincin ini bulat, tanpa awal dan akhir, sebagai lambang kasih Kristus, yang tanpa awal dan tanpa akhir. Atas dasar itu, tirulah kasih Kristus dalam kehidupan rumah tangga; dengan mengasihi pasangan tanpa awal, juga tanpa akhir," tuturnya dengan panjang lebar ketika itu.

Atmosfer yang senyap berikut dengan debar jantung penuh ketegangan itu lalu dipecah oleh Seokjin lewat kata-kata, "Kim Namjoon, cincin ini aku berikan kepadamu sebagai lambang cinta kasih dan kesetiaanku."

Kepercayaan diri Seokjin yang luar biasa besar itu terpancar jelas lewat suara tegas serta bahasa tubuhnya yang jumawa. Gurat wajah dari pria yang berumur dua tahun lebih tua daripada Namjoon itu tampak amat bersahaja dengan sunggingan senyum kalem yang ikut terkembang di bibir tebalnya.

Namun, tepat sesaat setelah Seokjin buka suara, keadaan di dalam gereja yang semula tenang dan syahdu mendadak saja berubah menjadi kacau-balau. Entah datang dari mana, hujan lebat yang disertai dengan angin kencang tiba-tiba saja menyerbu keseluruhan ruangan ibadah yang berukuran terlampau luas dan langsung memporak-porandakan segala sesuatu yang berada di dalamnya dengan tanpa ampun.

Tak cukup sampai di sana, Seokjin kembali dibuat terkejut ketika dia malah mendapati Namjoon yang sekujur tubuhnya tampak bersimbah oleh darah.

"Namjoon---"

Anehnya, entitas pria berparas ayu tersebut menjadi melebur disaat Seokjin hendak meraih Namjoon dalam genggamannya. Serbuan panik lantas menghantui diri Seokjin ketika wujud laki-laki manis tersebut berakhir lenyap seutuhnya. Bersamaan dengan hal itu, kerusuhan yang sempat terjadi kini telah berganti dengan kekosongan yang pekat. Tiba-tiba sekali, Seokjin telah menginjakan kakinya di tempat antah-berantah.

Tak ada apapun yang tampak di sana kecuali hanya kegelapan yang mengitarinya. Segalanya menjadi sangat asing bagi Seokjin, dan kesunyian yang tidak wajar itu membuat Seokjin tergerak untuk mencari keberadaan Namjoon yang telah raib.

Di tengah hati yang tidak karuan, Seokjin membawa sepasang kaki panjangnya untuk melangkah ke sembarang arah. Dia hanya mengandalkan intuisinya yang tumpul selagi berkelana, dan tak henti-hentinya memanggil-manggil nama Namjoon di setiap langkah.

Blessed be the Mystery of Love [JinNam]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang