Bab 2. BERJALAN DI ATAS MATA PEDANG

747 112 3
                                    

Disc : Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Genre : Fantasy, Romance, Enemy to Lover, Adult, Kingdom

Rated : M+

Warning : OOC, gender switch

Catatan : Fanfiksi ini terinspirasai dari novel Cina berjudul Feng Huo Hong Xiao

.

.

.

Mendengar penuturan sang ayah, Mei meminta Naruto untuk menunggunya di luar. Pernikahan bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh, terlebih pernikahan dengan Klan Uchiha.

Wanita cantik berusia tujuh belas tahun itu berdiri dengan gugup. Jemari tangannya saling bertaut sementara sang ayah berdiri mondar-mandir di dalam ruangan. Di luar, langit mulai gelap. Matahari perlahan turun, tugasnya digantikan oleh rembulan yang sudah mengintip malu, bersiap menuaikan tugasnya malam ini.

"Ayah, sebenarnya apa yang Anda maksud tadi?" Suara Mei terdengar parau saat bertanya. Ujung matanya mengikuti pergerakan Fuguki yang kini berhenti berjalan lalu duduk dan dihelanya napas panjang yang terdengar berat.

Alih-alih sang ayah menjawab, justru Nyonya Terumi yang angkat bicara. Wanita berusia empat puluh tahun itu mengangkat sebuah dokumen yang dibungkus dengan kain sutra terbaik dan disulam menggunakan benang emas. Dokumen itu digulung lalu diikat dengan simpul dari benang sutra merah.

Mengambil dokumen dari tangan sang ibu, Mei lalu membaca isinya. Tangan wanita muda itu perlahan gemetar setelah selesai membaca. "Kenapa tiba-tiba sekali?" tanyanya. Mei menatap ibu dan ayahnya bergantian. "Mereka akan marah jika kita menolak lamaran ini."

Menjeda singkat, Mei menelan susah payah. Merasa kedua kakinya kehilangan kekuatan, Mei memutuskan mendudukkan diri di kursi terdekat. Kepalanya terasa pusing. Mei menarik napas berkali-kali untuk mengisi kembali paru-parunya yang terasa kosong.

"Hidupmu akan sangat menderita jika menjadi menantu Uchiha." Fuguki sudah bisa membayangkan bagaimana perlakuan Sasuke terhadap putri kesayangannya.

Kedua klan sudah saling membenci dan bermusuhan sejak beberapa generasi. Pendahulu mereka saling membunuh karena kebencian itu dan Fuguki masih menyimpan dendam hingga detik ini. Pria itu beranggapan jika Klan Uchiha pun memendam kebencian yang sama seperti halnya dirinya.

"Ayah sudah memutuskan untuk mengirim pengantin pengganti." Fuguki menggantung ucapannya beberapa saat. Kening pria itu ditekuk dalam. "Naruko menjadi sosok paling tepat untuk menggantikanmu."

"Ayah—"

Fuguki menggantung satu tangannya tinggi, menghentikan ucapan putrinya yang semakin melambat. Melihat ekspresi serius sang ayah, hati Mei merasa dingin. "Tidak ada gunanya membicarakan masalah ini lagi. Keputusan ayah sudah bulat, Naruko akan pergi menggantikanmu untuk menikah dengan Marquis Sasuke."

Ekspresi Mei terlihat sangat tertekan. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi tahu pendapatnya tidak akan membuat keputusan sang ayah berubah.

"Walau bagaimanapun, statusnya hanya sebagai budak di kediaman ini." Pernyataan Fuguki berhasil menutup mulut Mei, rapat. "Jika bukan karena permintaanmu untuk membelinya bersama Kyuubi, kita tidak tahu bagaimana nasib Naruko dan adiknya saat ini. Karena itu sudah menjadi kewajibannya untuk membalas budi."

Fuguki kembali menjeda. Dia memasang ekspresi berpikir, tangannya mengusap janggut tipisnya yang sudah memanjang. "Namun, kita tidak bisa mengirimnya tanpa persiapan. Klan Uchiha bisa curiga. Selain itu, kita harus membuat alasan masuk akal mengenai dirimu."

Keheningan menggantung untuk beberapa saat. Walau diselimuti perasaan bersalah, Mei pun tidak mau dikirim ke Ame untuk menikah dengan sang marques. Mei sudah memiliki tambatan hatinya sendiri dan kekasihnya sudah memiliki rencana melamarnya di awal musim semi tahun depan.

"Suamiku, wajah Naruto biasa saja sementara Mei terkenal akan kecantikan dan kepandaiannya. Apa hal itu tidak akan menjadi masalah?" Nyonya Terumi mengutarakan kekhawatirannya. Dia tidak mau perang terjadi karena pernikahan ini. "Anda harus mencari jalan keluar untuk hal itu!" sambungnya sungguh-sungguh.

.

.

.

Wajah Sasuke memperlihatkan ketidaksenangan setelah pria itu membaca isi surat yang dikirim oleh ibunya. Tubuhnya masih dibalut oleh baju zirah. Aroma besi bercampur darah tercium sangat menyengat darinya.

Menggertakkan gigi, mata tajam pria itu tertuju ke langit malam yang semakin gelap. Kesunyian di sekitarnya membuat aura pria itu terasa menakutkan.

Sai yang hendak datang menghadap pun berhasil dibuat ragu. Ia ingin berbalik badan, tapi laporan yang dibawanya tidak kalah penting. Sai lebih tua lima tahun dari Sasuke. Namun, pria itu sangat menghormati sepupunya yang kini menjadi tumpuan kejayaan Klan Uchiha.

"Apa terjadi sesuatu?" Pada akhirnya Sai memberanikan diri untuk bertanya. Ia berdiri dua langkah di belakang punggung sepupunya itu, sedikit enggan melangkah lebih dekat.

Sikap diam Sasuke membuat perasaan Sai semakin tidak nyaman. Bibirnya mengerucut, ia memilih memalingkan kepala ke arah lain demi menghindari pandangan sepupunya.

"Ibu mengatur pernikahanku dengan putri sulung Klan Terumi." Suara Sasuke syarat kebencian saat bicara. Surat di tangannya digenggam sedemikian erat hingga terlihat kusut. Penjelasan singkat Sasuke berhasil menjawab pertanyaan yang tidak terucap Sai. Yang lebih tua masih memalingkan wajah ke arah lain lalu mengusap wajahnya sendiri.

Peperangan yang mereka hadapi sudah berlangsung lebih dari dua bulan. Setiap harinya, pedang mereka meneteskan darah musuh. Sasuke selain menjadi pemimpin perang juga bertugas mengatur strategi perang karena Shikaku Nara terluka hebat di pertempuran sebelumnya dan ditinggalkan di Ame untuk beristirahat total.

Sai tahu, berita itu bukan sesuatu yang ingin didengar oleh sepupunya. Sudah sejak lama keluarga mereka bermusuhan dengan Klan Terumi. Sasuke masih menyimpan dendam atas kematian ayahnya beberapa tahun lalu. Kepengecutan pemimpin Klan Terumi yang sebelumnya menyebabkan kekalahan besar Klan Uchiha saat berperang melawan Iwa. Dalam perang itu Fugaku tewas, sementara Itachi terluka parah hingga cacat.

Sasuke masih menyalahkan Klan Terumi untuk kemalangan itu dan sekarang dia harus menikahi putri sulung mereka? Oh, yang benar saja!

Menunduk, Sai menatap lekat ujung sepatunya yang kotor oleh lumpur dan basah oleh darah. "Kau bisa tetap menikahinya lalu buat hidupnya sengsara."

Sasuke menolek ke arah Sai. Ekspresinya tidak terbaca. Pandangan mereka pada akhirnya bersirobok.

Dengan santai Sai menggendikkan bahu acuh tak acuh. "Kau hanya diperintahkan untuk menikahinya, bukan menyenangkannya. Bukan begitu?"

Pernyataan Sai tidak membuat ekspresi Sasuke melunak. Sebaliknya, ekspresi Uchiha bungsu masih terlihat dingin sekaligus menakutkan. "Kapan pernikahan kalian akan dilangsungkan?"

"Ibu mengatur pernikahan itu di akhir bulan ini."

Sai menekuk keningnya. "Itu berarti kau harus memenangkan perang dalam minggu ini?" Memasang ekspresi tidak percaya, Sai lanjut bicara. "Kau tidak akan bisa tiba di Ame tepat waktu jika perang ini masih berlangsung hingga minggu depan."

Perjalanan dari Kumo ke Ame memerlukan waktu paling cepat tiga minggu. Sai khawatir Sasuke akan sengaja mengulur waktu dengan memperpanjang perang melawan Kumo.

Melepas napas panjang, Sasuke menggulung surat di tangannya lalu mengikatnya lagi hingga rapi. "Aku akan menikahinya di Otto. Setelah menikah, aku akan kembali ke Kumo lalu mengirimnya ke Taki."

Sai tertawa renyah. "Kau benar-benar keji." Telunjuk kanannya bergerak di depan wajah. "Kau akan meninggalkan pengantin wanita di malam pengantin kalian lalu mengirimnya pergi satu hari setelah pernikahan?" Ia bertanya dengan nada tidak percaya. "Sepupu, kau terdengar sangat kejam!"

Mendengkus, Sasuke menaikkan satu kaki berbalut sepatu bot ke atas sebuah batu di bawah pijakannya. Pandangan pria itu menerawang jauh. "Bukankah kau yang mengatakan jika aku tidak berkewajiban untuk menyenangkannya?"

.

.

.TBC

Prisoner of The Heart - SasuFemNaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang