Sarapan pagi hari dikediaman Seo berjalan seperti biasanya. Hening dan terasa hambar meskipun hubungan keluarga terpandang itu mulai membaik.
Apa yang terjadi pada Jennie semalam, tak diceritakan Teo karena pria itu tak ingin istri dan juga anak-anaknya khawatir. Teo begitu bersyukur Taehyung datang dan menyelamatkan Jennie.
"Chaeyoung-ah," Lama hanya diam, Teo berujar ketika mengingat sesuatu yang membahagiakan.
Rosé memandanginya.
"Nde. Appa.""Kau tidak lupa kan sayang? Lima hari lagi ulang tahunmu. Appa sudah menyiapkan semuanya termasuk undangan untuk teman-temanmu." Berbeda dengan Teo yang tersenyum, wajah Rosé justru berubah murung.
"Bisakah aku tidak melangsungkannya? Appa, semakin berat rasanya merayakannya setelah mengetahui kebenarannya." Aktivitas dimeja makan itu dalam sekejap berhenti. Jisoo dan Okbin yang ikut menyimaknya kini wajah mereka berangsur sedih.
Teo menghela napasnya. "Appa tau itu menyakitimu, Chaeyoung-ah. Sama sepertimu, itu juga menyakiti kita semua." Meletakkan sendok ditangannya, Teo kemudian beralih memegangi tangan putri ketiganya dan mengusapnya dengan kelembutan.
"Tetapi, bukankah Lisa tak akan senang kau terus sedih karena dia? Kita harus melupakan dan mengikhlaskannya agar---"
Srek~
Rosé bangkit dengan kasar. Sesuatu tampak salah dari yang didengarnya. "Appa melupakannya begitu saja? Wow! Kau bilang kau sangat menyesal padanya!" Rosé memandang Teo dengan ketidakpercayaannya ketika matanya memerah marah.
Jisoo dan Okbin maupun beberapa maid yang sejak tadi berdiri disana terkejut dengan kemarahan mendadak itu. Jisoo akan menenangkan Rosé dengan wajah yang panik tapi Rosé segera menepis kasar tangannya.
"Chaeyoung-ah, Appa hanya ingin--"
"Cukup!" Napas Rosé memburu. Mengangkat tangannya meminta Teo tidak mengatakan apapun lagi.
Pembenaran apa yang ingin dikatakan Teo? Itu jelas adalah kesalahan besar. Mereka tidak seharusnya melupakan Lisa begitu saja setelah kesakitan yang begitu besar mereka berikan pada adiknya.
"Kau tau, Appa? Sikapmu tak sedikitpun memperlihatkan bahwa kau menyesal. Sial..."
Rosé mengusap kasar air matanya yang jatuh tanpa permintaannya. Melihat ayahnya memandangnya dengan wajah sedih, hal itu justru terasa memuakkan bagi Rosé. Dia tak tau itu ketulusan atau justru hanya kebohongan.
"Kau memang selalu diluar dugaan, Appa. Mengapa kau selalu mengecewakan?" Kalimat terakhir yang Rosé tinggalkan pada Teo, mampu menyayat hati pria Seo itu. Sehingga untuk bergerak saja menghentikan Rosé yang pergi dalam amarah, tak bisa dilakukan Teo.
"Aku akan menyusulnya." Jisoo membungkukkan kepalanya lalu pergi meninggalkan ruang makan itu dengan segera.
Teo mendongak memandangi sang istri. Yang ikut menatapnya juga dengan kesedihan dimatanya. Apa ia melakukan kesalahan lagi? Sungguh Teo tak tau kali ini dimana letak kesalahannya.
"Apa yang salah? Aku hanya ingin Lisa tenang dengan berusaha melupakan dan mengikhlaskannya, Okbin-ah." Ucap Teo lemah.
"Benar. Aku tau itu adalah keputusan yang baik, Teo. Tetapi bukankah itu menjelaskan seberapa buruknya kita?" Okbin berujar dengan suaranya yang parau.
"Kebenaran bahwa Lisa tidak bersalah begitu menghancurkan diriku setelah apa yang aku lakukan padanya. Kau maupun aku tak satupun dari kita yang mau mendengarnya. Seburuk itulah kita sebagai orang tua, bukan? Jadi, apa menurutmu pantaskah kita melupakannya?" Okbin merasakan air mata mulai membasahi pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Shelter
Ficção GeralTeka-teki, kebenaran, egois dan kejadian dimasa lalu yang membuat semuanya hancur diantara mereka. Kepercayaan yang seharusnya ada untuk satu sama lain justru tak dimiliki hingga kehancuran besar itu datang dan berakhir saling menyakiti satu sama la...