Part.21

31 11 0
                                    

Assalamu'alaikum semuanya 🤗
Gimana nih, kabarnya?

Sebelum baca ceritanya kalian panggil aku 'Moona' aja yaa. Terus aku panggil kalian 'Mooners' yaaa...

Bantu komen di setiap paragraf nya🙌

Bismillahirrahmanirrahim ...

~•Happy Reading•~

"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk."

[Q.S Huud: 114]


*****

"Ouh iya, Firah. Kamu udah selesai belum beres-beres barangnya?" tanya Ning Fizah setelah menemukan barang yang dicarinya.

"Belum, masih ada yang harus ditata." Sang empu masih fokus dengan barang-barangnya.

"Kalau gitu aku tinggal, yaa?" tanyanya meminta izin.

Firah pun langsung menoleh kala mendengar ucapan Ning Fizah. "Eh ... Mau kemana? Terus aku di sini sendiri dong? Apa tidak pa-pa? Takutnya ada yang ilang." Bukannya menjawab pertanyaannya, Firah malah memberondong pertanyaan dengan raut cemas.

"Aku mau kembali ke kelas, karena barang yang dicari juga udah ketemu. Terus ngaji belum bubar, takutnya aku kena hukum. Kalau sendiri gak pa-pa 'kan? Aku jamin gak bakal ada yang ilang deh. Jadi santai aja, kamu fokus beres-beres barang aja." Ning Fizah menjawab pertanyaan Firah semuanya.

"Tapi, kok kamu sampai bisa dihukum? Ketika melakukan kesalahan. 'Kan, kalau gak salah tadi ... kamu dipanggil 'Ning' sama Ustadzah Ulfa. 'Dan dari novel yang pernah aku baca, kalau gak salah panggilan Ning itu buat anak yang punya pondok, 'kan? masa dihukum?" ucap Firah dengan raut bingungnya

Ning Fizah yang mendengar itu pun tersenyum. Dia pun berucap, "kalau Abi sama Umi gak bakalan seperti itu, Fir. Mereka gak akan membedakan aku sama para santri, semuanya disamaratakan, tidak ada pengecualian. Mungkin mereka khawatir, anaknya nanti bakalan merasa si paling tinggi gitu. Mungkin, yaa? Soalnya itu hanya persepsiku. Gak tahu kalau persepsi Umi sama Abi. Nah ini juga udah ada dalam peraturan kok."

"Owalah gitu toh, yaa." Firah pun sembari mengangguk mengerti dengan apa yang dijelaskan Ning Fizah padanya.

"Fir, nanti aku jelasin semuanya yaa. Soalnya aku sekarang buru-buru. Takut keburu pada pulang. Aku pamit, Assalamu'alaikum." Ning Fizah menutup pintu dan berlalu meninggalkan kobongnya.

Tersisa Firah seorang diri di sana–sibuk dengan barang-barang yang dia bereskan. Sebenarnya dari tadi benaknya terheran-heran.

"Perasaan Aku ... tadi, gak pakai koper ini deh? Mana isinya juga, barang-barang baru semua. Kelihatan dari penampilan luarnya aja udah meneguk ludah. Bagaimana ini? Apa ini ibu yang nyiapin? Tapi ... Masa ibu? 'Kan, tadi aku  lihat juga, ibu gak bawa apa-apa? Lho ... Kalau bukan ibu siapa atuh? Eh ... bentar, apa Pak Ariz? 'kan waktu itu beliau menyuruhku jangan bawa baju banyak-banyak, yaa. Terus ini harganya juga, pasti pada mahal. Kalau iya? Aku gak enak banget sama beliau. Mana masuk ke ponpes ini juga lewat beliau lagi. Apa ada sesuatu, yaa? Atau nanti kalau Aku udah lulus bakal jadi hutang budi? Atau gimana? Jadi bingung 'kan?" Firah bergumam pada dirinya sendiri dengan terus mencecar berbagai pertanyaan untuknya.

"Yasudah, Fir. Jangan dipikirin lagi. Kamu sekarang semangat aja untuk belajar disini, 'kan kamu pengen hafal 30 juz Al-Qur'an? Masa dipikirin terus hal seperti ini. Kamu tunggu aja nanti pas udah 40 hari. Nah, nanti tanyain sama Ibu. Kalau barang-barang ini dari mana? Sekarang mah kita selesaikan dulu merapikan semua barangnya." Gadis itu bermonolog kembali. Mungkin ... Jika, ada yang melihatnya akan terheran-heran akan tingkahnya. Tapi, beruntungnya dirinya sendiri.

NOBLE IDEALS [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang