Langkahku terhenti, kepalaku berkunang-kunang saat menginjakkan kaki di rumah itu. Aku melihat sebuah bayangan yang memperlihatkan seorang gadis kecil tengah bermain dengan remaja laki-laki yang berusia jauh lebih tua darinya. Dia mengenakan jaket berwarna cokelat, rambutnya sedikit berponi dan memiliki kulit putih seperti keturunan China.
“Arghhh, sakit.” Aku merintih kesakitan, memegang kepalaku yang seperti mau pecah. Aku menjatuhkan tubuhku dan duduk lemas. Aku mencengkeram pintu sambil memejamkan mata, kepalaku berputar-putar dan perlahan pandanganku menjadi gelap.
“Kak Kinan!” Gadis kecil memanggil remaja laki-laki yang berada tidak jauh darinya. Laki-laki itu menoleh dan melambaikan tangan ke arahnya.
“Sini Adiva!” panggilnya.
Gadis kecil berlari mendekati remaja bernama Kinan, kemudian dia memeluknya dengan erat.
“Kakak dari mana?” tanyanya sambil menatap Kinan.
“Kakak dari kuburan Bunda,” jawabnya.
“Kenapa ngga ajak Diva? Diva juga mau ikut,” katanya dengan suara manja.
“Maaf, kakak pikir kamu masih tidur.” Remaja laki-laki itu membelai rambut gadis kecil yang berada di pelukannya. Mereka terlihat seperti kakak-beradik yang saling mengasihi.
“Pokoknya ke mana pun kakak pergi, Diva mau ikut! Kakak jangan tinggali Diva lagi ya?” Dia mengulurkan jari kelingking sebagai janji.
“Iya, kakak janji.” Remaja laki-laki itu ikut mengulurkan kelingking dan berjanji kepada gadis kecil. Mereka saling melontarkan pandangan dan mengukir senyuman indah di bibirnya.
Aku membuka mata dan melihat Pak Arkan yang berada di depan mataku. Aku memegang kepala, merasa pusing dan berkunang-kunang.
“Aku kenapa?” tanyaku mencoba memulihkan penglihatan.
“Tadi kamu pingsan,” jawab Pak Arkan sambil membelai rambutku.
“Kok bisa?” tanyaku bingung. Pak Arkan mengangkat bahunya sebagai pertanda tidak tahu, aku terdiam dan teringat dengan mimpiku tadi.
“Aku tadi mimpi aneh,” ucapku.
“Mimpi apa?” tanya Pak Arkan.
“Kita di masa lalu,” jawabku.
Aku menceritakan tentang mimpiku yang berpelukan dengan remaja laki-laki bernama Kinan. Dia mengenakan jaket berwarna coklat serta celana berwarna hitam. Hidungnya mancung dan matanya sedikit sipit, tapi dia sangat tampan layaknya Pangeran negeri dongeng.
“Kinan?” tanya Pak Arkan. Aku mengangguk kecil.
Pak Arkan beranjak dari kasur dan melangkah menuju lemari, kemudian dia membuka lemari dan mengambil sebuah jaket berwarna coklat.
“Jaket itu ....”
Aku tercengang saat melihat Pak Arkan memakai jaket serupa dengan pria yang masuk ke dalam mimpiku. Apakah dia adalah Pak Arkan? Tapi bagaimana Pak Arkan bisa kenal, bahkan sangat dekat denganku?
“Apa kabar, Adiva?” tanyanya. Dia melangkah mendekatiku.
“Nama saya adalah Kinan Arkan Dirgantara. Saya remaja laki-laki yang masuk ke dalam mimpi kamu,” katanya sambil tersenyum sinis.
“Kamu Kinan?” tanyaku tidak percaya.
Dia menjawabnya dengan sebuah anggukan, dan berdiri tepat di depanku. Dia mencengkeram pergelangan tanganku, kemudian menarik tubuhku hingga terjatuh ke pelukannya.
“Sudah sejak lama aku menantikan ini. Aku menunggu ingatanmu kembali,” katanya dingin.
Aku menelan saliva, tidak mengerti maksud ucapannya. Dia terlihat sangat mengerikan, terutama bola matanya yang menatapku tajam.
“Apa mau kamu?” tanyaku.
“Aku mau punya anak,” jawabnya. Dia mendorong tubuhku hingga jatuh ke tempat tidur, kemudian dia melepas jaket dan memulai permainannya.
Dua jam berlalu, aku duduk di pinggir kasur dan menyeruput secangkir kopi yang telah dibuatkan.
“Sebenarnya apa tujuan kamu menikahi aku? Dan apa hubungan kita di masa lalu? Kamu belum menjelaskannya,” tanyaku.
“Karena aku mencintaimu dan aku juga mau menepati janjiku menikahi wanita yang menemaniku di masa susah. Setelah dipikir-pikir kamulah orangnya, kamu menemaniku dari aku SMP dan kamu orang yang selalu menghiburku setelah kehilangan bunda.” Dia menjelaskan detail.
“Jadi itu alasan kamu memilihku?” tanyaku lagi.
“Iya sayang. Tetap temani aku ya? Sampai Arkan dan Diva junior lahir di dunia,” katanya.
Dia merangkul pundakku dan menyandarkan kepalaku di bahunya. Aku mengendus aroma tubuhnya yang membuatku candu.
“Hidung kamu boleh aku gigit?” tanyaku sambil menunjuk hidungnya yang seperti Pinokio.
“Hidung kamu saja yang aku gigit,” jawabnya. Dia mencubit hidungku dan mengacak-acak rambutku, lalu dia menjepit leherku di ketiaknya.
“Nih cium wangi ketek aku,” katanya.
“Ih jorok!” Aku mendorongnya pelan. Namun, dia menarik dan memaksaku mencium ketiaknya.
Aku berusaha melepaskan diri dari dekapannya, sedangkan dia justru tertawa melihatku yang memberontak dengan sekuat tenaga.
“Lepas atau aku enggak kasih jatah?” tanyaku dengan nada mengancam.
“Ih, kamu mah ancamannya gitu. Ya sudah, aku lepas.” Dia menggerutu, kemudian melepaskan kepalaku dari ketiak kematiannya. Aku mengembuskan napas lega dan menggeser posisiku menjauh darinya.
“Kok geser sih? Sini sayang. Kan mau kakanda peluk,” katanya sambil menepuk paha.
“Ogah! Nanti kamu ketek in lagi,” sahutku.
Aku menatapnya sinis, kemudian menutupi tubuhku dengan selimut. Aku berjaga-jaga takut singa mesum dalam Pak Arkan kembali bangkit. Dia menatapku sambil mengukir senyuman yang mencurigakan.
“Mau ngapain kamu?” tanyaku ketus.
“Kamu galak banget sih, padahal cuman mau ajak ke pantai.” Dia memonyongkan bibir dan menunduk kecewa, aku terkekeh lalu kembali duduk di sebelahnya.
“Pantai mana?” tanyaku.
“Rahasia. Kamu tinggal duduk manis saja,” jawabku.
“Hore! Makasih sayang,” ucapku.Wajahku berubah antusias. Sudah lama aku ingin ke pantai, dulu aku hanya bisa berangan dan kini aku akan mewujudkan melalui liburan bersama Pak Arkan. Tidak salah aku menerima perjodohan ini, hidupku begitu bahagia, bahkan aku merasa sebagai wanita paling beruntung karena mempunyai suami yang diidam-idamkan oleh teman-teman sekolahku.
![](https://img.wattpad.com/cover/360678889-288-k338862.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love My Teacher [END]
Подростковая литератураAdiva Putri Ivana, siswi kelas XI yang menyimpan kemalangan dalam hidupnya. Adiva harus merawat Ibunya yang lumpuh, sedangkan Ayahnya kabur bersama janda setelah Ibunya divonis lumpuh seumur hidup oleh dokter. Adiva terpaksa bekerja untuk memenuhi k...