Tiga bulan kemudian, Pak Arkan masih belum sadar dan terbaring di ranjang pesakitan dengan alat-alat medis yang semakin banyak. Aku duduk di samping ranjang pesakitan sambil menggendong Arva. Aku sengaja membawa Arva supaya Arva bisa melihat Ayahnya yang tengah berjuang melawan penyakitnya.
“Ayah kamu ganteng banget, kan? Persis kayak kamu.” Aku berbicara dengan Arva, dia memandangku dan Pak Arkan secara bergantian.
“Permisi, Ibu.” Tiba-tiba dokter datang menghampiriku sambil membawa sesuatu di tangannya.
“Iya, ada apa?” tanyaku sambil menatap dokter.
“Mohon maaf, Ibu. Saya ingin berbicara tentang kondisi Pak Arkan,” ucapnya. Nada bicaranya terdengar pelan, dan wajahnya sedih.
“Bicara apa?” tanyaku. Firasatku tidak enak, seolah ada hal buruk yang menimpa Pak Arkan.
“Pak Arkan sudah terlalu lama berada di ruang ICU dan kondisinya semakin memburuk, bahkan dia tidak bisa hidup tanpa alat yang terpasang di tubuhnya.” Dokter itu berhenti sejenak dan menatap wajahku yang menjadi tidak karuan setelah mendengarnya.
“Maksudnya?” tanyaku bingung.
“Jika Ibu bersedia, kami akan mencabut alat yang terpasang di tubuhnya. Namun, Pak Arkan tidak akan bangun untuk selamanya,” jawab dokter sambil menunduk.
“Tidak! Saya tidak mau! Anda gila? Suami saya masih hidup! Dia pasti bangun!” tolak aku kasar.
“Tapi kemungkinan Pak Arkan selamat sangat kecil, apalagi kondisinya yang semakin menurun. Kemungkinannya hanya satu persen,” tutur dokter.
“Pokoknya saya enggak memberikan izin kepada kalian untuk mencabut alat-alat di tubuh Pak Arkan! Kalau perlu saya akan pindahkan alat-alat ini ke rumah saya!” seruku dengan tegas.
“Baik, Bu.” Dokter berbalik dan pergi meninggalkanku.
Aku memandangnya dengan wajah sinis, lalu aku kembali memandang wajah Pak Arkan dan menggenggam tangannya.
“Dokter bodoh! Bisa-bisanya dia mau bunuh kamu,” tuturku.
Aku terisak, air mataku mengalir dengan deras. Aku tidak terima dengan ucapan orang-orang yang mengatakan kalau Pak Arkan akan meninggal. Aku yakin Pak Arkan bisa melewati masa komanya, dia pria terhebat sepanjang hidupku dan aku sangat mencintaimu.
“Bangun, sayang. Besok ujian kelulusanku selesai dan aku harap kamu datang ke wisudaku.”
Keesokan harinya, aku terbangun dari tidur. Aku beranjak dari kasur dan menuju kamar mandi. Aku bersiap-siap untuk berangkat sekolah karena hari ini adalah hari terakhir ujian dan sebentar lagi, aku akan lulus sekolah. Aku berniat melanjutkan pendidikanku di Jepang dan semoga Pak Arkan bisa menemani serta membimbingku dalam menempuh pendidikan.
Setelah selesai mandi, aku memakai seragam dan menyisir rambutku.
Kemudian aku mendekati Arva yang tidur di kasur bayi. Aku menggendong Arva dan membawanya keluar, aku berjalan menuruni anak tangga dan menghampiri Bunda juga Ibu yang tengah mengobrol di ruang tamu.
“Selamat pagi,” ucapku.
“Selamat pagi, sayang.” Bunda dan Ibu tersenyum memandangku, kemudian mereka beranjak dari sofa dan mendekatiku.
“Kamu mau berangkat sekolah?” tanya Bunda.
“Iya, aku titip Arva ya. Nanti aku ambil lagi,” jawabku.
“Iya, Nak. Kamu tenang saja, kami akan menjaga Arva dengan baik.” Ibu tersenyum dan mengusap rambutnya dengan lembut.Aku membalas senyumannya, merasa bersyukur karena memiliki Ibu dan Bunda mertua yang baik serta peduli dengan perjuanganku menempuh pendidikan.
“Isi soalnya yang benar supaya dapat nilai bagus dan bisa banggakan kita,” ujar Bunda.
“Iya, Diva pamit ya.”
Aku berpamitan kepada Ibu dan Bunda, lalu aku berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman depan. Aku melihat Gala sedang mengelap kaca mobil.
“Halo, Pak sopir. Tumben rajin banget, kesurupan apa lo?” tanyaku.
“Berisik lo! Buruan naik, sebelum gue berubah jadi monster.”
Gala melirikku sekilas, kemudian kembali mengelap kaca mobil. Aku terkekeh kecil, lalu masuk ke dalam mobil. Setelah itu, Gala ikut masuk dan duduk di sebelahku. Gala menancapkan pegas mobil dan pergi meninggalkan pekarangan rumah. Sesampainya di depan sekolah, Gala memberhentikan mobil dan keluar.Aku membuka pintu, bergegas menuju pintu gerbang kedua yang hampir ditutup. Aku melewati para OSIS dan masuk ke ruang ujian bersama Gala.
Aku dan Gala duduk bersampingan. Aku meletakkan tas dan mempersiapkan alat tulis. Beberapa saat kemudian, pengawas masuk ke kelas dan membagikan lembaran soal ujian. Aku mengisi soal dengan tergesa-gesa karena aku ingin segera menemui Arkan di rumah sakit.
Selama seminggu, Papa dan Bunda melarang aku menjenguk Arkan karena takut mengganggu konsentrasi aku dalam belajar.Mereka ingin menepati janjinya kepada Arkan yaitu membiayai pendidikanku hingga lulus S3.
Bel pulang sekolah berbunyi, seluruh murid mengumpulkan kertas jawabannya masing-masing. Aku merapikan alat tulis dan bergegas menuju pintu gerbang, sedangkan Gala mengikuti langkahku dari belakang. Aku berdiri di depan mobil, menunggu Gala membuka kuncinya. Setelah Gala membukanya, aku masuk dan duduk di kursi biasa.
“Lo kangen banget sama Arkan?” tanya Gala saat berada di sebelahku.
“Iya,” jawabku.
Gala menghela napas dan langsung menjalankan mobilnya. Sepanjang perjalanan kami hanya diam dengan isi pikiran masing-masing.
“Gimana keadaan Dinda? Dia baik-baik saja?” tanya Gala memecahkan keheningan.
“Enggak tahu. Aku sudah lama enggak komunikasi sama dia,” jawabku.
Aku bukan tidak peduli dengan Dinda tapi keputusannya untuk pindah ke Australia tidak bisa diganggu gugat dan sekarang aku juga hilang kontak dengannya. Terakhir kali dia menghubungiku lewat DM tapi sekarang akun Instagram miliknya pun hilang, bahkan nomornya juga sudah mati.
“Ya sudah, mungkin dia enggak mau kenal sama gue.” Ucapan Gala membuatku melirik ke arahnya.
“Maksudnya?” tanyaku bingung.
“Sebelum pergi ke Australia, dia sempat ungkapkan perasannya tapi gue tolak,” ungkap Gala.
“Kenapa?” tanyaku penasaran.
“Karena perempuan yang gue cinta ada di depan mata gue,” jawab Gala sambil menatap diriku.
Aku menelan saliva, aku tidak menyangka jika Gala masih memiliki perasaan kepadaku. Dulu dia pernah menembakku tapi aku menolak karena sudah memiliki Arkan, tidak mungkin aku mengkhianati Arkan dengan adik kesayangannya sendiri.
“Jangan gila! Kita itu ipar dan gue masih berstatus sebagai istri sah Arkan,” ujarku.
“Gue tahu tapi perasaan gue abadi buat lo. Gue enggak minta lo buat balas perasaan gue karena hati lo cuman milik Arkan,” jawab Gala.
![](https://img.wattpad.com/cover/360678889-288-k338862.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love My Teacher [END]
Novela JuvenilAdiva Putri Ivana, siswi kelas XI yang menyimpan kemalangan dalam hidupnya. Adiva harus merawat Ibunya yang lumpuh, sedangkan Ayahnya kabur bersama janda setelah Ibunya divonis lumpuh seumur hidup oleh dokter. Adiva terpaksa bekerja untuk memenuhi k...