10

3 2 0
                                    

Perasaan Maya dari tadi tidak karuan. Matanya sebentar-sebentar melihat ke arah jendela ruang rapat sambil membereskan berkas-berkas hasil presentasi tadi. Di luar, tampak Darren sedang berbincang dengan calon investor proyek barunya. Wajahnya tegas dan serius sebelum akhirnya senyum tipis tersungging di sudut mulutnya tatkala bersalaman dengan calon investor itu.

Darren menoleh dan memberi kode agar Maya keluar dari ruang rapat.

"Iya, Pak?"

"Siang ini saya harus bertemu seseorang. Kau pakai kartu ini untuk pergi ke salon yang ada di hotel, lakukan perawatan dari ujung rambut sampai kaki, saya sudah booking salonnya untukmu. Sore nanti kita akan pergi ke suatu tempat, paham?" Darren menyerahkan kartu hitam unlimitednya pada Maya.

"Ngg ... nggak paham Pak? Kita sore acara apa? Nggak ada di jadwal Pak, sore itu kan kita langsung terbang ke D.C? Lagipula kemarin saya sudah perawatan salon." Maya bergantian melihat kartu di tangannya dan wajah bosnya.

"Perubahan rencana. Ada acara para pengusaha. Nanti saya kirimkan nama-nama orang yang harus kamu hapalkan. Saya tahu kamu punya memori fotografis dan akan sangat berguna malam ini. Kau harus tampil memukau nanti malam, kau itu asistenku, jangan membuat malu. Oke, saya pergi dulu, jaga diri baik-baik!" Darren Evans berbalik, pergi begitu saja meninggalkan asistennya yang masih terdiam di tempat.

"Ampun, rencana dadakan apalagi ini? Ketemu sesama pengusaha aja harus persiapan segala?" Maya menggerutu dan tabletnya bergetar. Terlampir acara pertemuan dengan para pengusaha internasional yang akan mereka datangi nanti sore beserta nama-nama para petinggi yang harus ia hapalkan profilnya.

"Astaga, mereka orang-orang penting! Aku harus mengingat semua ini? Dasar bos otoriter!" Maya memutuskan mampir ke toko kue di samping lobi hotel untuk mengganjal perutnya sebelum ia menghabiskan waktu siangnya di salon.

Maya tidak habis pikir mengapa para penata rambut dan penata rias itu membutuhkan waktu lama hanya untuk mengurus rambut dan wajahnya, walaupun sekarang ia terlihat terpesona melihat sendiri pantulan dirinya di cermin kamar hotel. Bel kamar berdering. Maya mengernyit dan menghampiri pintu kamar untuk mengintip. Yakin aman dengan yang dilihatnya, Maya membuka pintu dan mengucapkan terimakasih pada pelayan yang datang membawa sebuah kotak besar.

Gadis yang rambutnya ditata gaya French twist itu membuka perlahan kotak persegi panjang berwarna biru pastel dengan aksen pita warna senada di ujung kanan kotaknya. Matanya membelalak begitu melihat isinya. Sebuah gaun berwarna hitam-abu dengan aksen salur metalik di bagian pinggang, dengan panjang gaun menyapu lantai, bagian dada tertutup tetapi punggungnya terbuka hingga batas pinggul, terlihat begitu seksi dan elegan. Ditambah sepasang sepatu dengan hak setinggi 9cm berwarna silver, semakin menambah nilai mewah gaun tersebut.

Ada secarik kartu di dalam kotak itu. Maya mengambilnya dan tersenyum senang.

[Presentasi yang sempurna! Kita berhasil mendapatkan klien potensial dan ini adalah hadiah untuk proyek pertamamu, Selamat Maya! ~DE~]

"Aku tarik kata-kataku tadi, kamu bukan bos otoriter Pak Darren Evans!!Yeeaay!!" Maya mengangkat gaun indah itu dan langsung mencobanya sambil berputar-putar mematut diri di depan cermin.

Dua jam kemudian, Maya sudah turun ke lobi. Mobil sewaan Darren tiba di depan pintu dan lelaki itu turun dengan tampilan sangat gagah, tuxedo abu gelap dan dasi kupu-kupu silver, senada dengan gaun yang dipakai Maya. Darren sempat tercenung sesaat melihat Maya yang menuruni tangga lobi dengan anggun.

"Pak ... Pak Evans? Apakah dandanan saya berlebihan? Apa saya membuat gaun ini terlihat jelek?" Maya melambaikan tangan di depan wajah bosnya yang tertegun.

The Target --(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang