Byurr!! Seember air dingin menampar wajah Darren. Kedua bola mata pria itu terbuka kaget dan mengerjap cepat. Ia mendongak dan merasa kedua pergelangan tangannya kebas.
"Sialan!" gerutunya menyadari kedua tangannya diikat ke atas dan ia berada dalam posisi tergantung.
"Bangun juga akhirnya. Lelap rupanya kau bermimpi, heh?" Suara berat seorang pria berkaca mata menyeringai sambil mengusap-usap knuckle di jemari kanannya, siap untuk menghajar sandera di depannya.
"Darren! Darren!" Celine memanggil Darren dengan lirih. Pandangan Darren menyipit mendapati Celine terikat dalam posisi yang sama di hadapannya.
"Siapa kalian?" Darren menoleh pada pria berkaca mata itu dan langsung cincin besi di jemari si kaca mata menghantam tulang pipi Darren dengan keras.
"Masih bisa melotot, kau? Lihat posisimu sekarang!"
"Cih beraninya lawan orang yang terikat, banci!" ujar Darren tersenyum.
Brugh!! Cincin itu kembali beraksi, kali ini melukai ujung bibir Darren. Darah segar mengalir. Rasa asin menyelinap ke dalam mulut Darren.
"Lepaskan Celine, kalian urusannya sama aku, kan?" Darren meludahkan darahnya ke samping dan melirik si pria kaca mata.
"Jika dua lebih berharga dari satu, mengapa aku harus melepas jalang ini?" Langkah kaki bersepatu bot terdengar menuruni tangga. Sosok familiar langsung menyapa indera penglihatan Darren.
"Bangsat!! Kau rupanya. Masih berani muncul setelah menghabisi Maya, Joey?" seru Darren berusaha menendang Joey, tapi hanya angin yang terkena.
"Hei, polisi tidak menemukan bukti apapun yang menyangkutkanku dengan Maya, kenapa kau berasumsi begitu?" Joey menarik kursi dan duduk menghadap Darren dan Celine.
"Karena kau memang pembunuhnya!" Napas Darren memburu.
"Ckk, baguslah kalau kau sudah tahu, aku tidak perlu bersandiwara lagi."
"Setan alas! Lantas, apalagi maumu? Maya sudah berhasil kau habisi, apa guna menyandera kami?"
"Tebusan, Bro! Uang! Apalagi yang lebih bernilai selain itu?"
"Serakah sekali kau! Sampai rekan sekongkol pun kau jadikan tumbal untuk tebusan?" Lirik Darren sinis pada Celine.
"Darren, kenapa kamu melihatku seperti itu? Aku tidak kenal dia, aku korban di sini!" Celine mengernyit dan memasang ekspresi memelas.
"Omong kosong! Aku sudah tahu semuanya. Ini taktik kotor kalian kan? Kamu seolah-olah ikut diculik, meminta tebusan, begitu dibayar dan kamu bebas, kamu akan mengambil alih Bonar Corp, sementara aku mati di sini. Begitu skenarionya?"
"Pantas saja kau dipercaya memegang perusahaan. Kau cukup cerdas. Itu memang rencana awalnya ..." Joey mengangguk-angguk sambil mengacungkan jari telunjuk kanannya.
"Apa? Hei ... bodoh! Apa maksudmu rencana awal, Joey? Lepaskan aku, kita harus bicara!" Celine tergagap panik mendengar kalimat Joey.
"Berhubung kalian berdua di sini, tidak ada salahnya aku menceritakan semuanya, toh nyawa kalian tidak akan lama lagi." Joey merubah posisi duduknya, menyelonjorkan kaki dan bersedekap.
"Joey, ini tidak lucu! Bukan begini kesepakatan kita!" Nada suara Celine meninggi dan berusaha berontak, tapi si kaca mata yang berjaga di belakang, menahan kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Target --(TAMAT)
ActionMaya Nauli baru saja mendapat pekerjaan sebagai asisten pribadi CEO DareTrade Company di New York. Semuanya seharusnya berjalan baik-baik saja saat satu persatu peristiwa mengenaskan terjadi di sekelilingnya, hingga suatu hari nyawanya menjadi incar...