15

3 1 0
                                    

"Hmph ... hmph ..." Maya kaget dan spontan memukul-mukul lengan kekar itu tapi tidak berhasil.

Cekalan lengan itu makin kuat membuat napas Maya tersendat. Maya memejamkan mata, mundur mengikuti gerak langkah orang yang mencekiknya, menarik napas panjang dan mengayunkan lengan kirinya dengan kuat ke belakang, menyikut ulu hati orang tersebut. Berhasil, terdengar suara mengaduh. Dengan cepat Maya menginjak kaki si pencekik, mengumpulkan tenaga, meraih lengan yang mencekik lehernya dan membanting orang itu ke matras. Tidak membuang waktu, Maya menahan tubuh si pencekik yang beringsut berbalik, dengan menaiki punggungnya dan memelintir tangannya ke belakang.

"Siapa kamu? Bagaimana bisa masuk ke sini??!" tanya Maya tepat di telinga si pencekik dengan suara dalam dan tajam.

"Kau menang, Maya! Bisa lepaskan saya sekarang?" sahut si pencekik tenang. Maya yang mengenali suara itu terperanjat dan menoleh melihat wajah si pencekik.

"Aaah!! Pa Evans!! Ya Tuhan!" Maya buru-buru turun dari punggung Darren dan membantunya berdiri.

"Adam mengajarimu dengan baik, rupanya." Darren melepas jasnya dan menggerak-gerakkan sendi lengannya yang dipelintir Maya.

"Bapak ngetes saya?"

"Saya kan perlu bukti sejauh mana kau siap untuk segera terjun ke lapangan."

"Ini baru satu hari Pak Evans, apa yang Bapak harapkan?" Maya melanjutkan minumnya yang tertunda.

"Ini sebuah kemajuan pesat, Maya. Kau pernah bela diri sebelumnya?"

"Hanya gerakan jurus dasar silat dan karate, saya tidak menekuni serius. Bapak seharusnya tidak mengagetkan saya seperti itu, kalau saya melukai Bapak bagaimana?"

"Berarti kau harus mempelajari semuanya sendiri, tidak perlu ada saya."

"Jangan bercanda Pak, ini dunia mafia lho!"

"Tenang Maya, kau terlalu tegang! Ayo sudah, sebaiknya istirahat dulu. Nanti malam kita akan diskusi tentang perusahaan."

Mandi air panas setelah seharian berlatih fisik membuat Maya kembali segar. Setelah mengeringkan rambut dan berganti baju, Maya turun ke ruang makan. Darren sudah menguasai meja makan, terlihat lahap menikmati makan malam yang disediakan Bu Rosa, sup krim jamur, salad dengan saus wijen sangrai dan smoothie blueberry.

"Maaf Maya, saya kelaparan."

"Bapak tidak sempat makan siang tadi?" Maya mengambil duduk di seberang Darren dan mulai menyendok saladnya.

"Hmm, ekspor senjata kita mengalami kendala, saya benar-benar tidak bisa meninggalkan kantor, membenahi semua 'surat jalannya'." Darren membuat gerakan mengutip dengan kedua jari telunjuk dan tengahnya.

"Apa kita juga menguasai kepolisian?" Maya penasaran sembari meneguk smoothie yang menyegarkan itu.

"Hampir semua, yang menyebalkan adalah para polisi muda yang masih idealis, dan rata-rata mereka itu petugas lapangan, jadi kalau ada masalah dengan mereka, cukup membutuhkan waktu untuk membungkam para atasannya baru barang kita bisa jalan lagi," keluh Darren menyelupkan roti ke dalam sup krim dan menyuapnya.

Drrt! Drrt! Ponsel Darren bergetar, nama Brad muncul di layar. Darren menggulirkan ponselnya dan menyalakan pelantang suara.

"Ya Brad, ada apa?"

"Bos, sedikit masalah. Anak buah kita tertahan di pelabuhan Nabire, Papua."

"Bukannya sudah acc Pak Aldari?"

"Beliau sakit keras, sedang dirawat di rumah sakit."

"Sial! Tunggu, saya kirim kontak baru, si Maipe. Bilang sama dia dalam waktu satu jam semua harus sudah beres, dia tahu apa yang akan terjadi padanya jika tidak bisa menyelesaikan ini."

The Target --(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang