Butuh waktu kurang lebih tiga puluh menit bagi si apoteker untuk mengeluarkan peluru dan menjahit luka di dada Darren. Untungnya lukanya tidak terlalu dalam, dan tidak memerlukan tindakan lebih serius. Maya membuka dompet Darren dan mengembuskan napas lega melihat ada uang tunai yang cukup untuk membungkam si apoteker itu.
"Setelah infus ini habis, seharusnya teman Anda akan baik-baik saja. Anda cukup mengompresnya untuk menjaga suhu tubuhnya dan berikan obat pereda nyeri ini begitu ia tersadar," ujar si apoteker begitu selesai memasang infus pada Darren.
"Terima kasih. Ini uang muka untuk bantuanmu. Berikan nomor rekeningmu, nanti saya akan transfer sisanya, ini kartu nama teman saya, Anda boleh mengeceknya, saya tidak akan ingkar." Maya menyodorkan buku catatan kosong yang terdapat di meja kamar.
"Tidak perlu, Nona. Ini sudah lebih dari cukup," tolak si apoteker begitu melihat nominal uang yang ia terima dan membaca nama yang tertera di kartu. DareTrade adalah perusahaan terkemuka bereputasi baik, menyadari orang yang ia tolong adalah orang nomor satu di DareTrade membuatnya sungkan untuk berbuat macam-macam.
"Saya memaksa." Maya bersikeras.
"Begini saja Nona, saya akan bungkam soal kejadian hari ini, asal Nona membiarkan usaha apotek saya tetap berjalan, dan saya siap membantu Nona kapanpun Nona butuh," ujar si pria apoteker yang berusia kisaran 40-an itu.
"Baiklah kalau begitu, terima kasih."
"Saya permisi, Nona." Pria itu undur diri keluar kamar.
Maya menatap Darren yang masih terpejam. Dilihatnya bulir keringat membasahi dahi dan juga badannya. Maya masuk kamar mandi, membasahi handuk kecil yang ia temukan di dekat wastafel, dan kembali ke kamar untuk menyeka seluruh tubuh Darren. Tangan Maya berhenti mengusapkan handuk saat disadarinya bekas-bekas luka di tubuh Darren. Dua di dada, satu di perut sebelah kanan, dua di punggung. Entah apa saja yang sudah dilalui Darren hingga harus mendapatkan luka sebanyak ini.
"Apa ... yang kamu lakukan ... Maya?" Suara sengau Darren membuyarkan imajinasi Maya yang sedang mengelap perut Darren.
"Eh, sudah siuman, Darren? Eh, Pak Evans?"
"Siapa yang menjahit luka dan memberiku infus?"
"Seorang apoteker. Tenang saja, dia tidak akan berani melapor, aku ... eh saya sudah memberinya semua uang yang ada di dompet Bapak, maafkan kelancangan saya."
"Dan ... apa yang kamu lakukan dengan handuk itu?"
"Badan Pak Evans panas, aku ... saya hanya mengompresnya."
"Maya, kita hentikan saja ke-formalan ini. Panggil aku Darren saja. Saya-Anda juga hanya berlaku di kantor, bagaimana? Lagipula, kamu adalah bosku, seharusnya aku memanggilmu Nona Vargas, apa itu maumu?"
"Oke, Maya saja, dan aku akan memanggilmu Darren."
"Deal!"
"Minumlah dulu obat ini." Maya menyuapkan obat yang tadi diberi oleh apoteker. Setelah Darren menurut untuk meminumnya, pria itu kembali berbaring.
"Darren, boleh aku bertanya sesuatu?" kerling Maya, CEO DareTrade itu mengangguk.
"Bekas luka apa saja yang ada di tubuhmu ini?" Sembari bertanya, tangan Maya spontan menelusuri bekas luka keloid yang terletak di dada Darren, membuat pria itu menahan napas dan meneguk ludahnya.
"Itu ... karena menghalangi Pak Melvin dari sasaran tembak," ujar Darren lirih mencoba mengendalikan hasrat yang tiba-tiba muncul karena gerakan tangan Maya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Target --(TAMAT)
ActionMaya Nauli baru saja mendapat pekerjaan sebagai asisten pribadi CEO DareTrade Company di New York. Semuanya seharusnya berjalan baik-baik saja saat satu persatu peristiwa mengenaskan terjadi di sekelilingnya, hingga suatu hari nyawanya menjadi incar...